Skip to main content

Rental dan Industri Politik

Pasca 1998 terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam demokrasi politik nasional. Pemilihan presiden yang dilaksanakan secara langsung. Terbukanya ruang yang begitu bebas dibandingkan rezim orde baru. Ekspresi individual begitu diberikan ruang yang sangat lebar. Desentralisasi pemerintahan dari pusat ke daerah.

Seiring dengan desentralisasi pemerintahan. Pasca 1998, juga telah dilaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung yang dimulai sejak tahun 2005. Situasi ini begitu gegap gempita, hampir disetiap waktu dilaksanakan Pilkada dengan biaya yang sangat besar.


Dalam konteks ini, saya kira kita perlu merefleksikan kembali beberapa kenyataan-kenyataan dan tragedi politik yang amat memilukan. Dalam kasus pilkada ini nampak bagaimana politik menjadi sebuah industri yang menggiurkan. Cobalah tengok defenisi sederhana dari industri. Wikipedia menyebut bahwa industri secara umum adalah kelompok bisnis tertentu yang memiliki teknik dan metode yang sama dalam menghasilkan laba.

Sementara bisnis sendiri memiliki pengertian suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Sedangkan laba ialah peningkatan kekayaan seorang investor sebagai hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan penanaman modal tersebut.

Dalam konteks pilkada dan pilpres di Indonesia, politik telah tumbuh menjadi sebuah industri. Lihatlah bagaimana pendekatan-pendekatan yang dilakukan seorang calon presiden atau kepala daerah tak ubahnya sebuah proses bisnis. Disana ada suply and demand. Ada tawar menawar, ada promosi, iklan dan lain sebagainya.

Jika dicermati dalam situasi seperti ini, maka janganlah heran jika banyak sekali terjadi kolusi, manipulasi dan praktek-praktek korupsi di Indonesia. Karena cost politik yang demikian melangit.

Partai politik di Indonesia tak ubahnya mobil rentalan. Disana terjadi negosiasi harga dan konsesi-konsesi lainnya. Kalau mereka pas, seorang calon kepala daerah bisa menumpangi partai X dalam proses pencalonannya. Betapa hancurnya sistem politik kita, jika model-model seperti ini terus berlanjut. Padahal politik itu kan bagaimana merebut kekuasaan dan mengelola kekuasaan untuk kepentingan publik melalui proses regulasi yang berpihak kepada masyarakat yang lebih luas. Indah sekali kan teorinya!

Sebagai sebuah industri, maka tujuan akhir dari sebuah proses bisnis adalah laba. Lihatlah para elit-elit politik kita. Semakin kaya raya. Akibat akumulasi kapital yang beredar di kalangan politisi. Sementara rakyat kecil yang banting tulan dan keringat tetap melarat, miskin dan tertindas. Mereka para elit politik apalagi yang sudah duduk di lembaga legislatif, amat sederhana untuk mendapatkan uang, cukup mengunjungi proyek-proyek pemerintah dengan dalih pengawasan. Maka mereka akan mendapat service dari kontraktor, oleh-oleh baik itu amplop atau lainnya. Sebab kalau tidak, bisa diobrak-abrik dan dibahas di dewan.

Sungguh ironis negeriku. Ditambah krisis ekonomi dan lapangan kerja yang semakin tertutup, maka tahun 2009 ini merupakan arena adu nasib bagi banyak orang. Jangan heran jika dari 44 partai politik peserta pemilu, mereka tak kekurangan sama sekali calon anggota legislatif, sebab ini bagian dari pekerjaan.

Lalu apa yang kita bisa harap dari situasi seperti itu. Kalau AA Gym menawarkan mulailah dari diri sendiri. Mungkin AA Gym ada benarnya, tapi harus ada gerakan masyarakat sipil yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga keagamaan dan LSM untuk memberikan pendidikan politik dan kesadaran warga tentang hakekat politik dan perjuangan struktural. Mengubah paradigma berfikir dalam rangka mentransformasikan Indonesia yang lebih baik, Wa Allahu A'lam.

Comments

Popular posts from this blog

Pemamfaatan GIS dalam Dakwah Muhammadiyah

Dalam sebuah forum pengajian Ramadhan tahun 2010 yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah terlontar kegundahan banyak peserta. Apa pasalnya? Setiap periode, Muhammadiyah memprogramkan penyusunan peta dakwah, tapi tidak pernah bisa direalisasikan. Masalahnya bukan tidak bisa nyusun? Apalagi tidak punya sumberdaya. Problem utama saya kira ketidak jelasan fungsi manajemen dalam struktur PP Muhammadiyah yaitu, siapa yang bertugas dalam penyusunan peta dakwah itu. Di abad ini, dimana perkembangan teknologi yang sangat maju maka, mengandalkan peta dakwah konvensional sudah saatnya ditinggalkan. Salah satu teknologi pemetaan yang sangat efisien ialah bagaimana pemamfaatan sistem informasi geografis (SIG/GIS) dalam menyusun peta dakwah Muhammadiyah. Apa itu GIS dan kenapa Muhammadiyah harus memakai teknologi ini? GIS ialah sistem infomasi berbasis komputer yang menggabungkan antara unsur peta (geografis) dan yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah, memanipulasi, informasinya tentang p...

Perubahan Sosial dan Dinamika Gerakan Mahasiswa

Pengantar Dalam sejarah perjalanan bangsa pasca kemerdekaan Indonesia, mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor di setiap perubahan. Tumbangnya Orde Lama tahun 1966, Peristiwa Lima Belas Januari (MALARI) tahun 1974, dan terakhir pada runtuhnya Orde baru tahun 1998 adalah tonggak sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia. Sepanjang itu pula mahasiswa telah berhasil mengambil peran yang signifikan dengan terus menggelorakan energi “perlawanan” dan bersikap kritis membela kebenaran dan keadilan. Keberadaan gerakan mahasiswa dalam konstelasi sosial politik di negeri ini tak bisa dipandang sebelah mata. Diakui atau tidak, keberadaan mereka menjadi salah satu kekuatan ekstraparlemen yang selalu dipertimbangkan oleh berbagai kelompok kepentingan (interest group) terutama pengambil kebijakan, yakni negara. Gerakan mahasiswa baik sebelum ataupun pasca tahun 1998 bagi saya tidak bisa dipisahkan dari ruang dan waktu dimana entitas mahasiswa itu hadir. Karena itu gerakan mahasiswa selalu ...

Strategi Pendampingan Kader IPM

Salah satu konsepsi penting yang dilahirkan dari Semiloka Kader tahun 2002 di Makassar ialah pendampingan. Konsep pendampingan dalam konstruksi semiloka kader Makassar merupakan satu bangunan dengan fasilitator. Dalam sistem perkaderan IPM disebut dengan pelatihan fasilitator dan pendampingan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia fasilitator diartikan sebagai orang yang menyediakan fasilitas. Dalam konteks pelatihan maka, fasilitator berfungsi melancarkan proses belajar, menyediakan informasi baru, dan memperkaya pengalaman peserta. Sementara pendampingan berarti menemani atau menyertai peserta dampingan dari dekat. Dalam konteks pemberdayaan pendampingan berarti pola dukungan. Bentuknya seperti dukungan personil, tenaga pendamping, relawan atau pihak lain yang memberikan penerangan, dukungan teknis, dan penyadaran. Sejak dirumuskan di Makassar tahun 2002 yang lalu, konsepsi pendampingan tidak pernah lagi dibicarakan. Padahal, konsepsi tersebut masih bersifat umum. Sehingga tidak bi...