Catatan Pemikiran dan Refleksi

Monday, January 04, 2010

Posted by dg situru' | Monday, January 04, 2010 | No comments
Ketika masih kecil dulu, dengan TV hitam putih ala kadarnya, anak-anak kampung sering nonton film zorro. Film zorro mengisahkan sebuah perjuangan melindungi orang-orang desa yang ditindas. Zorro dengan kudanya bergerak dari satu tempat ketempat lain, menyusuri lembah dan mendaki gunung. Ia seperti bergerilya membebaskan orang-orang yang tertindas yang diperankan oleh tokoh antagonis, Don Rafael. Zorro merupakan tokoh yang mahir bermain pedang, menunggangi kuda dengan topeng khasnya sehingga banyak menjadi inspirasi bagi anak-anak kampung.

Don Rafael sang tuan tanah dan penguasa California adalah orang bejat yang ingin menguasai segala sesuatu. Ia tampil dengan sosok yang begitu bengis, tiran dan despotik. Karena dendam yang begitu mendalam, maka ia menghukum petani-petani desa dengan harapan bisa membunuh Zorro. Saat petani akan ditembak mati, muncullah sang maestro, ia menjadi penyelamat bagi ketiga petani yang akan dibunuh tadi.


Petani desa dalam film zorro begitu merindukan akan keterbebasan dari penganiayaan dan intimidasi. Dalam suasana semacam itu, zorro hadir menjadi tokoh penting yang menyelamatkan petani desa. Ia membantu orang desa melawan sang bengis itu.

Dalam suasana ketenangan yang mulai hadir, zorro pun pergi dengan kudanya. Ia menghilang dalam bayang-bayang pegunungan nun jauh disana. Lenyap dibalik rimbunan pohon nan hijau. Menyusup diantara bayang-bayang senja metahari yang mulai meredup. Penduduk – petani – desa sebenarnya masih merindukan ia. Tapi ia harus pergi. Zorro harus menunaikan peran sejarahnya.

Lalu apa hubungannya Zorro dengan pahlawan? Ketika belajar pendidikan sejarah perjuangan bangsa (PSPB) waktu sekolah dasar dulu, otak saya dibuat sedemikian rupa bahwa pahlawan itu ialah mereka yang terlibat pertempuran, mereka berkalungkan bedil dengan mata kalung peluru. Pahlawan bagi kami anak-anak SD di kampung waktu itu adalah mereka yang berdarah-darah mengangkat bambu runcing berjuang melawan penjajahan. Bagi usia seumur kami, pahlawan waktu itu, begitu gagah berani. Mereka menghunus pedang menenteng tombak dan berperang di medan laga.

Ajaran-ajaran guru kami itu tidak salah. Tapi sesempit itukah makna pahlawan? Ataukah pahlawan itu hanya milik mereka yang hidup dalam suatu masa saja – masa revolusi?. Sehingga tidak ada peluang menjadi pahlawan bagi mereka yang hidup diluar masa itu. Jika demikian masalahnya, bagaimana dengan anak-anak negeri yang secara alamiah diberikan oleh Tuhan kemampuan dan kecerdasan yang mengantarkan mereka menemukan susunan DNA, mereka yang juara Olympiade Fisika Internasional, pencipta teori keseimbangan pesawat, para penemu varietas padi unggulan. Pantaskah kepada mereka diberikan penghargaan?

Saya kira disinilah makna yang terkandung dalam film Zorro. Pahlawan itu tidak sesempit yang kita bayangkan. Bahwa pahlawan itu ialah mereka yang bersedia mengorbangkan jiwa dan raganya demi kemerdekaan atau demi negara adalah benar. Tetapi kita juga jangan menutup mata kepada mereka yang rela berkhidmat menghabiskan waktunya bertahun-tahun di laboratorium. Mereka rela digaji dengan gaji yang amat miris. Mereka sampai tua di laboratorium kampus-kampus, cita-cita mereka sederhana. Para guru besar dan peneliti berkacama tebal itu hanya ingin melihat negerinya menjadi sejahtera dan merdeka. Sama seperti cita-cita pejuang revoluasi, menghendaki bebasnya nusantara dari jejahan kolonialisme.

Dalam situasi seperti ini, sungguh bangsa kita membutuhkan nilai-nilai kepahlawanan Zorro atau para founding father bangsa yang telah berkhidmat bagi tegaknya republik Indonesia yang kita cintai ini. Di segala zaman, sosok semacam Zorro memang selalu diharapkan untuk hadir. Messianisme atau Millenariaisme, meminjam istilah Sartono Kartodirdjo, sang begawan sejarah Indonesia. Kerinduan akan munculnya penyelamat, ratu adil, satrio piningit begitu sangat dinanti. Sebab kondisi bangsa kita hari-hari belakangan ini mengalami persoalan yang cukup parah. Seperti tingkat kemiskinan yang bergerak naik, gizi buruk, pendidikan yang mahal, krisis ekonomi dan sebagainya.

Bangsa ini merindukan hadirnya seorang hero yang menjadi martir bagi tegaknya nilai-nilai keadilan, kesetaraan, persaudaraan dan kesejahteraan bagi seluruh anak bangsa. Momentum hari pahlawan, 10 November menjadi awal yang baik dalam memberi makna baru tentang kepahlawanan yang lebih luas. Wallahu A’lam.

0 komentar:

Post a Comment

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter