Catatan Pemikiran dan Refleksi

Monday, January 04, 2010

Posted by dg situru' | Monday, January 04, 2010 | 2 comments
Suasana agak mendung sore itu. Tapi saya harus ikut diskusi. Memang secara rutin saya terlibat diskusi di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM. Sore itu temanya sekitar penguatan ekonomi pedesaan. Lincolin Arsyad, PhD - mantan Dekan FEB UGM - sebagai narasumber.

Sore itu Pak Colin - sapaan akrabnya - menyampaikan sebuah paper dengan topik "Upaya membangun Ketahanan Ekonomi Pedesaan melalui pengembangan lembaga keuangan mikro" saya pikir topik yang menarik. Satu sisi dari proses pengembangan ekonomi desa memang adalah aspek keuangan. Atau mikro finance.


Kalau tidak salah, topik yang disampaikan pak Colin merupakan bagian dari disertasi beliau di Flinders University Australia dengan judul asli "An assessment of performance and sustainability of microfinance institutions: a case study of village credit institutions in Gianyar, Bali, Indonesia".

Suatu hal yang menarik buat saya adalah bagaimana mencoba mengintegrasikan aspek-aspek kelembagaan dalam sebuah aktivitas ekonomi. Mencoba membangun relasi antara modal sosial (adat istiadat dan sistem nilai positif) dengan ekonomi disisi yang lain. Inilah kelahiran mazhab baru dalam aliran ilmu ekonomi. Apa itu? New Institutional Economics (NIE) yaitu suatu paradigma ekonomi yang mencoba mengafirmasi adanya pengaruh-pengaruh faktor non ekonomi seperti modal sosial, budaya dan sistem nilai terhadap pembangunan ekonomi. Aliran ini memodifikasi dan memperluas alat analisis dari mazhab neoklasik dan menggunakan alat analisis yang lebih luas untuk menjelaskan fenomena ekonomi yang amat susah dijelaskan oleh neoklasik.

NIE mencoba untuk menawarkan ilmu ekonomi lengkap dengan institusinya. Mazhab ini dipelopori oleh Oliver Williamson dan Douglass C. North.

Di Indonesia saya kira belum banyak berkembang di lembaga-lembaga kampus. Terutama di fakultas ekonomi, baik kampus besar maupun kecil, apalagi swasta. Paling tidak terdapat beberapa sarjana yang concern terhadap ekonomi kelembagaan dan itu bisa dihitung jari. Selain pak Colin, juga ada pak Ahmad Erani Yustika, dosen Unibraw jebolan Jerman.

Saya kira paradigma baru ekonomi kelembagaan ini menarik sebagai satu farian dalam taksonomi ilmu ekonomi. Saya berharap bahwa banyak anak-anak muda yang menaruh minat pada fokus kajian ini. Saya kira perkembangan ilmu ekonomi kita pasca 70-an memang agak mandek. Saya kira tidak banyak yang berani mengusung gagasan-gagasan baru pasca eranya Mubyarto dengan ekonomi pancasilanya. Terlepas kontroversinya, saya kita harus angkat topi dengan sikap konsistensi dan sikap keilmuan yang dibangun almarhum pak Muby.

Saya termasuk yang senang dengan pikiran-pikiran pengembangan ekonomi pedesaannya. Itulah sebabnya setiap ada kegiatan di PSPK tidak pernah aku lewatkan. Sebagai negara dengan basis ekonomi di pertanian dan maritim, saya kira harus dibongkar ulang paradigma ekonomi nasional.

Sudah bukan lagi saatnya untuk berfikir pada industri berat dengan cost tinggi, impor lagi. Ekonomi nasional harus dibangun dengan endegenous development strategy. Berbasis sumberdaya sehingga lebih membumi dan menyejahterakan rakyat. Bukankah tujuan aktifitas ekonomi adalah untuk mencapai kesejahteraan. Pilarnya adalah mendorong ekonomi pedesaan. Sebab setuju atau tidak, disinilah ruh ekonomi nasional tertanam. Jika ekonomi desa kuat, pada gilirannya akan menjadi penyangga ekonomi nasional.

2 comments:

  1. terima kasih atas ulasan yang menarik dan sharing mengenai NIEnya
    saya juga pernah diajar Pak Colin sewaktu di MEP UGM

    ReplyDelete
  2. Thanks mas/kang sudah mampir di blog saya. sukses selalu

    ReplyDelete

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter