Catatan Pemikiran dan Refleksi

Saturday, May 22, 2010

Posted by dg situru' | Saturday, May 22, 2010 | No comments
Malam itu dalam sebuah show di stasiun televisi swasta, seorang pimpinan partai politik bicara mengenai dimensi politik. Bagi dia politik itu amat sangat luas maknanya. Jika seorang ibu rumah tangga misalnya, bicara mengenai harga BBM, minyak goreng yang langka, gas yang juga hilang di pasaran. Itu berarti bahwa ibu-ibu sedang bicara mengenai politik.

Selama ini terbangun opini di masyarakat bahwa politik itu busuk, menjijikan, oportunis dan penuh dengan ambisi. Opini itu terbangun karena perilaku politik para elit partai memang korup, busuk dan menjijikan. Lihatlah kasus-kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rata-rata mereka yang dihukum adalah para politisi.

Dalam kondisi demikian, politik lalu memperoleh stigma buruk. Karena buruk, orang menjadi apatis dan masa bodoh dengan politik. Bahkan pada tingkatan tertentu terjadi protes yang dilakukan dengan tidak memilih alias golongan putih (Golput).

Pengertian Politik?
Padahal politik tidak sehina yang dituduhkan itu. Lantas apa pengertian politik dan bagaimana peran kaum muda (pelajar dan mahasiswa) dalam sebuah situasi politik yang menggelikan seperti diatas? Secara sederhana politik bisa di maknai sebagai proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.

Jika pengertian diatas di tarik kepada kenyataan politik kita, memang agak kontras. Dunia politik di Indonesia masih berkutat pada bagaimana memperoleh kekuasaan dan bagi-bagi kekuasaan. Prosesnya belum sampai kepada bagaimana membuat keputusan politik yang berpihak kepada kepentingan umum. Padalah kepentingan masyarakat inilah yang menjadi inti dari demokratisasi dan partai politik menjadi instrumennya.

Situasi politik yang masih buruk tidak menjadi alasan bagi kaum muda untuk mengambil peran. Sekecil apa pun peran itu. Kaum muda tidak boleh apatis dan putus harapan. Ia harus senantiasa merenda asa akan masa depan republik yang lebih baik. Dan itu hanya bisa diwujudkan lewat berbagai aktivitas sosial, ekonomi dan politik.

Anak muda tidak boleh takut bicara politik. Sebab politik itu bisa baik manakala dikerjakan dengan ketulusan, semata-mata demi kepentingan orang banyak. Politik itu mencakup bagaimana menyusun mekanisme yang membuat masyarakat bisa mendapat akses dari penganggaran yang dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan legislatif. Atau banyak makna lain dari politik yang bisa digarap oleh anak muda. Dan anak muda harus terlibat banyak dalam peran itu.

Apakah anak muda lantas harus menjadi anggota parlemen semua? Tidak. Menjadi anggota parlemen memang terbuka bagi semua warga negara. Tapi bukan berarti harus kesana semuanya. Sebab anggota parlemen amat terbatas jumlahnya.

Karena jumlahnya terbatas, maka kaum muda harus berbagi peran. Ada yang mengambil peran ekonomi sebagai enterpreneur, profesional. Ada yang mengambil peran sebagai ulama atau tokoh agama. Ada yang berkiprah di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai peneliti dan perekayasa. Atau bidang-bidang lainnya yang amat terbuka.

Kesadaran Politik
Agar akrab dan tidak apatis dengan politik, maka anak muda harus memiliki kedasaran politik. Kesadaran politik itu merupakan sikap kepekaan dan keterlibatan secara aktif dalam politik. Ini bisa diwujudkan lewat pengawasan dan monitoring pelaksanaan pemilu atau proses politik di lembaga legislatif (DPR/D).

Sebab secara politik, kaum muda yang dalam pemilu disebut dengan pemilih pemula jumlahnya sangat signifikan. Kalau pada pemilu 2004 jumlahnya 34 %, maka pada pemilu tahun ini mencapai 40 % dari total pilih yang ada. Potensi politik ini harus dikelola oleh anak muda sendiri. Jangan biarkan artai politik mengacak-acak mereka dengan politisasi dan lalu memilih dengan kesadaran semu. Seperti misalnya karena diberikan uang.

Kesadaran politik yang tinggi juga menjadi gambaran kualitas pemilu. Oleh karena itu, organisasi sosial dan kelompok kepentingan harus terlibat secara aktif dalam membangun kesadaran kritis pemilih pemula ini. Mereka harus digugah kesadarannya tentang pentingnya pemilu sebagai proses keterwakilan dan ekpresi politik pemilih. Karena itu jangan salah memilih, sebab akibatnya adalah korupsi, kerusakan dan moralitas. Sudah banyak cerita kesalahan, dan akibatnya selalu ditimpakan kepada rakyat kecil. Karena itu pilihlah yang terbaik.

Tulisan ini pernah dimuat di majalah "Kuntum" tahun 2009

0 komentar:

Post a Comment

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter