Catatan Pemikiran dan Refleksi

Monday, January 04, 2010

Posted by dg situru' | Monday, January 04, 2010 | No comments
Kondisi sosial politik menjelang pemilihan umum legislatif dan presiden tahun 2009 semakin tak menentu. Benturan kepentingan terjadi dimana-mana. Di sisi ekonomi, sosial budaya apalagi di bidang politik. Benturan kepentingan ini pada gilirannya menghambat proses pengambilan keputusan terhadap sejumlah agenda-agenda mendesak yang mestinya didahulukan. Pemerintah semakin ragu dalam mengambil keputusan. Pertimbangannya jelas, jangan sampai mengganggu agenda 2009.

Keputusan-keputusan penting menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti kesejahteraan, pangan dan kesehatan publik nampak abai. Mereka alpa dengan soal-soal yang amat sangat substantif. Kenapa selalu saja mereka tidak pernah tepat dengan janji-janjinya semasa ia kampanye dulu? Apa mereka lupa? Atau gimana.


Salah satu persoalan yang menyita energi banyak pihak adalah UU Pornografi. Saya tidak mengikuti secara intim proses-proses ini dari awal. Sebab memang saya tidak terlalu tertarik. Tetapi UU ini berasal dari pemerintah yang diproses di DPR setelah melalui tahapan-tahapan sebagaimana layaknya sebuah UU dibuat.

Saya bisa memahami kegundahan orang-orang tua yang ada di MUI atau lembaga-lembaga agama yang membela mati-matian terhadap undang-undang ini. Tetapi memang perlu di explorasi sejauh mana efektifitas sebuah regulasi mampu menciptakan keteraturan bagi publik. Bahwa kita resah dengan persoalan moral yang juga banyak disumbang oleh faktor eksternal seperti yang banyak digemborkan oleh lembaga-lembaga agama. Tetapi juga perlu disadari, bahwa problem moralitas tidak bisa dipisahkan dari kegagalan orang beragama. Ini kritik juga buat lembaga-lembaga keagamaan.

Sebenarnya kalau bicara hukum, KUHP saya kira sudah cukup dijadikan landasan hukum untuk menjerat praktek-praktek pornografi itu. Masalahnya polisi dan jaksa kita belum secara maksimal bekerja untuk itu. Secara umum memang terjadi kapitalisasi lewat industri-industri semacam itu. Dan saya sangat memahami bagaimana kekhawatiran banyak orang soal involusi moralitas. Tapi bukan dengan jalan UU pornografi yang lebih kental muatan 2009nya. Justru pada banyak sisi menambah problem saja.

Cara-cara seperti itu tak ubahnya semacam UU sapu jagad yang dibuat oleh pemerintahan totaliter orde baru untuk memberangus gerakan mahasiswa. Pengaturan tubuh perempuan lewat UU sesungguhnya mengulang cerita-cerita masa lampau di masa kerajaan yang menempatkannya pada posisi subordinat.

Sebagai orang beragama, saya kira tidak usahlah dengan cara-cara seperti itu. Bagi saya pendekatan yang mesti dilakukan adalah pada level kesadaran. Yaitu bagaimana organisasi keagamaan lewat berbagai agenda dan program untuk terlibat dalam pendampingan dan advokasi.

0 komentar:

Post a Comment

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter