Skip to main content

Pemilu 2009 dan Politik Seksualitas

Kondisi sosial politik menjelang pemilihan umum legislatif dan presiden tahun 2009 semakin tak menentu. Benturan kepentingan terjadi dimana-mana. Di sisi ekonomi, sosial budaya apalagi di bidang politik. Benturan kepentingan ini pada gilirannya menghambat proses pengambilan keputusan terhadap sejumlah agenda-agenda mendesak yang mestinya didahulukan. Pemerintah semakin ragu dalam mengambil keputusan. Pertimbangannya jelas, jangan sampai mengganggu agenda 2009.

Keputusan-keputusan penting menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti kesejahteraan, pangan dan kesehatan publik nampak abai. Mereka alpa dengan soal-soal yang amat sangat substantif. Kenapa selalu saja mereka tidak pernah tepat dengan janji-janjinya semasa ia kampanye dulu? Apa mereka lupa? Atau gimana.


Salah satu persoalan yang menyita energi banyak pihak adalah UU Pornografi. Saya tidak mengikuti secara intim proses-proses ini dari awal. Sebab memang saya tidak terlalu tertarik. Tetapi UU ini berasal dari pemerintah yang diproses di DPR setelah melalui tahapan-tahapan sebagaimana layaknya sebuah UU dibuat.

Saya bisa memahami kegundahan orang-orang tua yang ada di MUI atau lembaga-lembaga agama yang membela mati-matian terhadap undang-undang ini. Tetapi memang perlu di explorasi sejauh mana efektifitas sebuah regulasi mampu menciptakan keteraturan bagi publik. Bahwa kita resah dengan persoalan moral yang juga banyak disumbang oleh faktor eksternal seperti yang banyak digemborkan oleh lembaga-lembaga agama. Tetapi juga perlu disadari, bahwa problem moralitas tidak bisa dipisahkan dari kegagalan orang beragama. Ini kritik juga buat lembaga-lembaga keagamaan.

Sebenarnya kalau bicara hukum, KUHP saya kira sudah cukup dijadikan landasan hukum untuk menjerat praktek-praktek pornografi itu. Masalahnya polisi dan jaksa kita belum secara maksimal bekerja untuk itu. Secara umum memang terjadi kapitalisasi lewat industri-industri semacam itu. Dan saya sangat memahami bagaimana kekhawatiran banyak orang soal involusi moralitas. Tapi bukan dengan jalan UU pornografi yang lebih kental muatan 2009nya. Justru pada banyak sisi menambah problem saja.

Cara-cara seperti itu tak ubahnya semacam UU sapu jagad yang dibuat oleh pemerintahan totaliter orde baru untuk memberangus gerakan mahasiswa. Pengaturan tubuh perempuan lewat UU sesungguhnya mengulang cerita-cerita masa lampau di masa kerajaan yang menempatkannya pada posisi subordinat.

Sebagai orang beragama, saya kira tidak usahlah dengan cara-cara seperti itu. Bagi saya pendekatan yang mesti dilakukan adalah pada level kesadaran. Yaitu bagaimana organisasi keagamaan lewat berbagai agenda dan program untuk terlibat dalam pendampingan dan advokasi.

Comments

Popular posts from this blog

Pemamfaatan GIS dalam Dakwah Muhammadiyah

Dalam sebuah forum pengajian Ramadhan tahun 2010 yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah terlontar kegundahan banyak peserta. Apa pasalnya? Setiap periode, Muhammadiyah memprogramkan penyusunan peta dakwah, tapi tidak pernah bisa direalisasikan. Masalahnya bukan tidak bisa nyusun? Apalagi tidak punya sumberdaya. Problem utama saya kira ketidak jelasan fungsi manajemen dalam struktur PP Muhammadiyah yaitu, siapa yang bertugas dalam penyusunan peta dakwah itu. Di abad ini, dimana perkembangan teknologi yang sangat maju maka, mengandalkan peta dakwah konvensional sudah saatnya ditinggalkan. Salah satu teknologi pemetaan yang sangat efisien ialah bagaimana pemamfaatan sistem informasi geografis (SIG/GIS) dalam menyusun peta dakwah Muhammadiyah. Apa itu GIS dan kenapa Muhammadiyah harus memakai teknologi ini? GIS ialah sistem infomasi berbasis komputer yang menggabungkan antara unsur peta (geografis) dan yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah, memanipulasi, informasinya tentang p...

Perubahan Sosial dan Dinamika Gerakan Mahasiswa

Pengantar Dalam sejarah perjalanan bangsa pasca kemerdekaan Indonesia, mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor di setiap perubahan. Tumbangnya Orde Lama tahun 1966, Peristiwa Lima Belas Januari (MALARI) tahun 1974, dan terakhir pada runtuhnya Orde baru tahun 1998 adalah tonggak sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia. Sepanjang itu pula mahasiswa telah berhasil mengambil peran yang signifikan dengan terus menggelorakan energi “perlawanan” dan bersikap kritis membela kebenaran dan keadilan. Keberadaan gerakan mahasiswa dalam konstelasi sosial politik di negeri ini tak bisa dipandang sebelah mata. Diakui atau tidak, keberadaan mereka menjadi salah satu kekuatan ekstraparlemen yang selalu dipertimbangkan oleh berbagai kelompok kepentingan (interest group) terutama pengambil kebijakan, yakni negara. Gerakan mahasiswa baik sebelum ataupun pasca tahun 1998 bagi saya tidak bisa dipisahkan dari ruang dan waktu dimana entitas mahasiswa itu hadir. Karena itu gerakan mahasiswa selalu ...

Strategi Pendampingan Kader IPM

Salah satu konsepsi penting yang dilahirkan dari Semiloka Kader tahun 2002 di Makassar ialah pendampingan. Konsep pendampingan dalam konstruksi semiloka kader Makassar merupakan satu bangunan dengan fasilitator. Dalam sistem perkaderan IPM disebut dengan pelatihan fasilitator dan pendampingan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia fasilitator diartikan sebagai orang yang menyediakan fasilitas. Dalam konteks pelatihan maka, fasilitator berfungsi melancarkan proses belajar, menyediakan informasi baru, dan memperkaya pengalaman peserta. Sementara pendampingan berarti menemani atau menyertai peserta dampingan dari dekat. Dalam konteks pemberdayaan pendampingan berarti pola dukungan. Bentuknya seperti dukungan personil, tenaga pendamping, relawan atau pihak lain yang memberikan penerangan, dukungan teknis, dan penyadaran. Sejak dirumuskan di Makassar tahun 2002 yang lalu, konsepsi pendampingan tidak pernah lagi dibicarakan. Padahal, konsepsi tersebut masih bersifat umum. Sehingga tidak bi...