tag:blogger.com,1999:blog-46480072614533401732024-03-06T10:30:49.290+08:00Dg SituruCatatan Pemikiran dan Refleksidg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.comBlogger42125tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-35469697491669796252010-12-14T22:10:00.000+08:002010-12-14T22:10:01.025+08:00Pemamfaatan GIS dalam Dakwah MuhammadiyahDalam sebuah forum pengajian Ramadhan tahun 2010 yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah terlontar kegundahan banyak peserta. Apa pasalnya? Setiap periode, Muhammadiyah memprogramkan penyusunan peta dakwah, tapi tidak pernah bisa direalisasikan.<div class="fullpost"><br />
Masalahnya bukan tidak bisa nyusun? Apalagi tidak punya sumberdaya. Problem utama saya kira ketidak jelasan fungsi manajemen dalam struktur PP Muhammadiyah yaitu, siapa yang bertugas dalam penyusunan peta dakwah itu.<br />
<br />
Di abad ini, dimana perkembangan teknologi yang sangat maju maka, mengandalkan peta dakwah konvensional sudah saatnya ditinggalkan. Salah satu teknologi pemetaan yang sangat efisien ialah bagaimana pemamfaatan sistem informasi geografis (SIG/GIS) dalam menyusun peta dakwah Muhammadiyah.<br />
<br />
Apa itu GIS dan kenapa Muhammadiyah harus memakai teknologi ini? GIS ialah sistem infomasi berbasis komputer yang menggabungkan antara unsur peta (geografis) dan yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah, memanipulasi, informasinya tentang peta tersebut (data atribut) analisa, memperagakan dan menampilkan data spasial untuk menyelesaikan perencanaan, mengolah dan meneliti permasalahan.<br />
<br />
Dengan menggunakan GIS, Muhammadiyah memungkinkan untuk melihat informasi dakwah secara keseluruhan dengan cara pandang baru, melalui basis pemetaan, dan menemukan hubungan yang selama ini sama sekali tidak terungkap. Apalagi dalam konteks Indonesia yang multicultural. <br />
<br />
GIS juga memungkinkan bagi Muhammadiyah untuk lebih meningkatkan integrasi organisasi. Artinya dengan database (dalam GIS) ini, seluruh komponen dalam Persyarikatan bisa memamfaatkan. Karena Muhammadiyah memiliki banyak organisasi otonom, amal usaha dan sayap pergerakan lainnya. Contoh, disamping mengentry data untuk dakwah, juga bisa dimasukkan data tentang perempuan, tentang jumlah amal usaha Muhammadiyah, dan banyak informasi lain yang sekiranya dibutuhkan oleh persyarikatan.<br />
<br />
Dengan demikian, Muhammadiyah akan lebih sempurna dalam mengambil keputusan-keputusan strategis dan berdampak luas. Misalnya di wilayah Banten, Muhammadiyah akan menerjunkan da’i. Pimpinan Persyarikatan bisa melihat GIS, titik koordinat yang menjadi daerah sasaran dakwah dimana. Terus bagaimana sistem sosial, budaya, ekonomi dan politik. Berapa orang da’i yang dibutuhkan beserta kualifikasinya. Data-data tersebut akan tersedia dalam GIS yang akan disusun.<br />
<br />
Dengan bekerja berdasarkan basis data seperti ini mengingatkan saya dengan teman-teman kristiani yang bekerja melakukan pelayanan di tanah Papua. Mereka begitu detail dalam database, sehingga ketika KPU kesulitan data pemilih maka, mereka tinggal datang ke Gereja. Sebab disana databasenya lengkap. Apa artinya, database menjadi segalanya dalam melakukan dakwah di masyarakat. Bekerja tanpa basis data yang jelas berarti bekerja dengan kacamata kuda secara sporadis dan tanpa target. Saya kira sudah saatnya cara seperti itu ditinggalkan. Saatnya menggunakan GIS sebagai basis pengembangan dakwah Persyarikatan.<br />
<br />
Bagaimana mewujudkan gagasan ini? Sebenarnya tidak terlalu sulit. Pertama, tentu Pimpinan Persyarikatan harus memutuskan akan menyusun peta dakwah berbasis GIS. Kedua, menentukan tim leader sebagai pimpinan proyek. Tim leader inilah yang akan mendiskusikan kebutuhan database dakwah, setelah kebutuhan tersusun lalu membentuk tim survey. Tim survey ini untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan. Biar lebih efisien, bisa digunakan jaringan Muhammadiyah di wilayah, baik itu pimpinan wilayah atau perguruan tinggi Muhammadiyah.<br />
<br />
Ketiga, tunjuklah PTM sebagai laboratorium yang menjadi resource centre basis data GIS ini. Misalnya, Universitas Muhammadiyah Surakarta yang memiliki fakultas geografi. Data-data yang dikumpulkan tadi lalu dibawa ke UMS untuk di imput ke komputer dengan program arcinfo, arcview atau arcgis. Disamping membantu Persyarikatan, kegiatan ini bisa menjadi wadah bagi mahasiswa fakultas geografi UMS untuk mengembangkan keterampilan dan keahliannya dalam GIS.<br />
<br />
Keempat, bagaimana pun bekarja dengan banyak orang tentu membutuhkan koordinasi yang baik. Oleh karena itu, tim yang ditunjuk oleh persyarikatan harus mampu mengkoordinasikan kegiatan ini dengan pihak-pihak internal Muhammadiyah, baik itu majelis, lembaga dan organisasi otonomnya.<br />
<br />
Ikhtiar itu hanya mungkin diwujudkan bila ada kesungguhan, kerja keras yang dilandasi dengan do’a sehingga niat baik tersebut bisa tercapai. Amin.<br />
<br />
Masmulyadi, penulis adalah alumni IPM, bekerja sebagai peneliti di <i>Institute of Public Policy and Economic Studies</i> </div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-54779178274526143612010-09-23T12:04:00.001+08:002010-10-02T19:06:46.797+08:00Hanung, Sang Pencerah dan Arti Penting Dakwah KulturalTanggal 7 September 2010 saya berkesempatan menonton film "Sang Pencerah", besutan sutradara muda, Hanung Bramantyo di studio XXI, Demangan, Yogyakarta. Hadir Sutradara, Produser, Aktor, dan sejumlah budayawan seperti Butet dan teman-teman senimannya. Tampak hadir juga warga dan pimpinan Persyarikatan.<div class="fullpost"><br />
Hanung dengan kerja-kerja budaya yang dilakukannya telah menyihir publik. Ia berceloteh entah berapa SKS (sistem kredit semester) tentang Ke-Muhammadiyah-an, tanpa ia harus berdiri berjam-jam untuk 4 sampai 6 semester mengajar Al-Islam Ke-Muhammadiyah-an di perguruan Muhammadiyah. Ia hanya butuh waktu 109 menit. Lantas semua penonton terperanjat. Memberi aplous. Tidak hanya warga, simpatisan dan elit Muhammadiyah. Tapi non muslim pun berucap kagum atas kiprah dan nilai-nilai yang ditauladankan oleh Kiai Ahmad Dahlan dalam celoteh Hanung.<br />
<br />
Hanung berhasil menampilkan nilai universal tentang Islam yang diajarkan oleh Kiai Dahlan. Nilai itu antara lain; toleran, terbuka dengan perbedaan, memberi ruang bagi nalar untuk beragama secara baik dan kaffah.<br />
<br />
Lalu apa hikmah yang bisa diambil dari proses kreatif yang dilakukan oleh Hanung?. Pertama, sukses Hanung mengangkat tokoh Ahmad Dahlan menjadi sebuah biopic film menjadi catatan bagi persyarikatan betapa pentingnya kerja-kerja budaya. Lewat tangan kreatif (Hanum) anak Muhammadiyah itulah Sang Pencerah hadir bertutur tentang persyarikatan dan kiprah tokohnya.<br />
<br />
Kedua, Muhammadiyah secara kelembagaan harus mendukung baik kata dan tindakan terhadap kerja-kerja kreatif (budaya) bagi banyak anak-anak muda Muhammadiyah. Sebagai seorang pernah berkecimpun dalam dinamika Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan mengunjungi berbagai tempat di tanah air. Saya bisa melihat dari dekat bagaimana tangan-tangan kreatif anak muda itu. Mereka tidak kalah kok dengan yang lain.<br />
<br />
Ketiga, perlunya merambah kembali dakwah kultural yang secara resmi telah menjadi keputusan persyarikatan, walau pun hampir sebagian besar ustad-ustad Muhammadiyah agak risih kalau tidak dikatakan "keberatan" dengan dakwah kultural ini.</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-2955479698208723232010-09-02T15:16:00.001+08:002010-09-02T15:19:14.532+08:00Perubahan Sosial dan Dinamika Gerakan Mahasiswa<b>Pengantar</b><br />
Dalam sejarah perjalanan bangsa pasca kemerdekaan Indonesia, mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor di setiap perubahan. Tumbangnya Orde Lama tahun 1966, Peristiwa Lima Belas Januari (MALARI) tahun 1974, dan terakhir pada runtuhnya Orde baru tahun 1998 adalah tonggak sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia. Sepanjang itu pula mahasiswa telah berhasil mengambil peran yang signifikan dengan terus menggelorakan energi “perlawanan” dan bersikap kritis membela kebenaran dan keadilan.<br />
<div class="fullpost"><br />
Keberadaan gerakan mahasiswa dalam konstelasi sosial politik di negeri ini tak bisa dipandang sebelah mata. Diakui atau tidak, keberadaan mereka menjadi salah satu kekuatan ekstraparlemen yang selalu dipertimbangkan oleh berbagai kelompok kepentingan (interest group) terutama pengambil kebijakan, yakni negara.<br />
<br />
Gerakan mahasiswa baik sebelum ataupun pasca tahun 1998 bagi saya tidak bisa dipisahkan dari ruang dan waktu dimana entitas mahasiswa itu hadir. Karena itu gerakan mahasiswa selalu mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Gerakan mahasiswa Indonesia lahir bukanlah dari ruang hampa udara. Gerakan mahasiswa Indonesia lahir sebagai respon atas dinamika sosial, politik dan ekonomi yang terjadi dimana mereka hadir.<br />
<br />
Memahami gerakan mahasiswa tidak bisa dipisahkan dengan realitas sosial. Realitas sosial inilah hemat saya yang menjadi daya dorongan untuk melakukan perubahan. Realitas sosial memiliki dua sisi, dia bisa baik dan bisa timpang alias tidak adil. Kenapa harus dilakukan perubahan? Pertanyaan ini sangat relevan dengan semangat dan gelora kemahasiswaan sebagai anak muda. Sebab medan wacana gerakan kemahasiswaan haruslah bertaut dengan wacana perubahan sosial dan dalam kontek realitas sosial inilah gerakan mahasiswa akan diposisikan.<br />
<br />
<b>Paradigma Perubahan Sosial</b><br />
Mengkaji tentang Teori dan Perubahan sosial maka kemudian yang terlebih dahulu harus dibicarakan adalah masalah paradigma. Paradigma adalah cara pandang kita untuk melihat bagaimana masalah sosial, bisa juga sebagai kaca mata atau alat pandang untuk menganalisis masalah sosial. Apakah masalah/realitas sosial itu timpang atau tidak! Kalau jawabannya tidak, kenapa dan kalau yah apa yang mesti dilakukan?<br />
<br />
Thomas khun dalam “The structure of Scientifik Revolution” menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan paradigma adalah sebagai satu kerangka dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Sedangkan Patton (1975) Paradigma adalah world view a general perspective a way of breaking dawn complexity of the real world.<br />
Jadi, paradigma adalah konstelasi teori, pernyataan, pendekatan, serta prosedur yang dipergunakan oleh suatu nilai dalam tema pemikiran. <br />
<br />
Seorang tokoh mazhab franfurt Jurgen Habermas membagi tiga paradigma dalam melihat masalah sosial, Pertama,Instrumental knowledge. Kedua, dalam paradigma ini, pengetahuan lebih dimaksudkan untuk menaklukan dan mendominasi obyeknya, yang dimaksud oleh Habermas sesunggahnya adalah paradigma positivisme. Ketiga, adanya kepercayaan universalisme dan generalisasi melalui determinisme.<br />
<br />
Paulo Freire dalam Pedegogy of the Oppresed yang diterbitkan di Inggris (1970), tugas teori sosial menurut Freire adalah melakukan apa yang disebut sebagai conscientizacoo atau proses penyadaran terhadap sistem yang menindas yakni suatu sistem dan struktur dehumanisasi yang membunuh nilai kemanusiaan manusia. Proses dehumanisasi terjadi melalui kekerasan fisik dan non fisik penjinakan yang halus, struktur dan sistematis.<br />
<br />
Freire membagi idologi perubahan sosial dengan mengacu pada dunia pendidikan yang memanusiakan manusia. Pertama. Kesadaran magis, kesadaran yang mengembalikan semua persolan kemanusiaan kepada realitas di luar diri manusia (natural dan supra natuaral). Kedua, Kesadaran naïf. Kesadaran yang mengembalikan masalah kemanusiaan kepada manusia dengan tanpa mengaitkan antara hal yang satu dengan yang lainya, misalnya kemiskinan terjadi karena masyarakat malas, tidak mempunyai jiwa kewirausahaan. Ketiga, Kesadaran kritis yang disebut juga kesadaran transformativ. Kesadaran yang sudah mampu melihat masalah kemanusiaan sebagai ketidak beresan antara sistem-sistem dalam masyarakat, misalnya kemiskinan terjadi bukan karena takdir tuhan atau karena kemalasan manusia melainkan karena system yang menindas.<br />
<br />
Paradigma Fungsionalis<br />
Merupakan sosiologi kemapanan, keteraturan, stabilitas social, keterpaduan sosial, kesetiakawanan, pemuasan kebutuhan. Paradigama dimulai pada dasawarsa abad 19 karena pengaruh karya Comte, Spencer, Durkheim, Pareto.<br />
<br />
Paradigma Interpretatif<br />
Pendekatan teori ini cenderung nominalis, anti positivis, dan idiografis, karena mereka beranggapan bahwa kenyataan sosial muncul karena dibentuk oleh kesadaran dan tindakan seseorang, karenanya mereka berusaha menyelami jauh kedalam kesadaran dan subyektifitas pribadi manusia untuk menemukan pengertian apa yang ada dibalik kehidupan sosial.<br />
<br />
Paradigma ini dipengaruhi oleh pemikiran sosial kaum idealis Jerman yang berasal dari pemikiran Immanuel Kant, penerusnya adalah penganut Filsafat fenimenologi yaitu Dilttey, Max Weber, Husser,dan Schucz.<br />
<br />
Paradigma Humanis Radikal<br />
Paradigma ini cenderung menghilangkan atau mengatasi berbagai pembatasan tatanan sosial yang ada, pandangan dasarnya adalah bahwa kesadaran manusia telah dibelenggu oleh suprastruktur-idiologis yang ada diluar diri manusia yang menciptakan pemisah antara dirinya dengan kesadaran yang murni (alienasi) atau membantu kesadaran palsu. Paradigma mengecam habis-habisan kemapanan kestabilan.<br />
<br />
Paradigma Strukturalis Radikal<br />
Fokus analisis paradigma ini adalah menekankan pada konflik struktur.<br />
<br />
<b>Teori-Teori Perubahan Sosial </b><br />
Teori Perubahan Sosial Kapitalisme: Teori modernisasi dan Pembangunan<br />
Landasan teori perubahan sosial kapitalisme yang, Pertama, teori ekonomi klasik, dimana teori ini berpijak pada ajaran Adam Smith yang dituangkan dalam karyanya Wealth of Nation (1776), dan pemikir ekonomi lainya seperti David Ricardo dan James Mill ada juga para analis memasukkan Jeremy Bentham dan Thomas. Pandangan-pandangan kaum teori ekonomi klasik, Pertama, mereka percaya kepada Laissez- Feire yakni kepercayaan akan kebebasan dalam bidang ekonomi yang memberi isyarat perlunya membatasi atau memberi peranan sangat minimum kepada pemerintah dalam bidang ekonomi. Kedua, Ekonomi pasar diletakkan di atas sistem persaingan bebas dan sempurna. Ketiga, mereka percaya kepada kondisi Full employment—suatu kepercayaan bahwa ekonomi akan berjalan secara lancar dan selalu mengalami penyesuaian diri jika tanpa intervensi pemerintah.<br />
<br />
Keempat, mereka beranggapan bahwa memenuhi kepentingan individu akan berarti juga memenuhi kepentingan masyarakat dengan kata lain mereka percaya kepada harmony of interest. Kelima, mereka menitikberatkan pada kegiatan ekonomi khususnya pada pembangunan industri, mereka juga percaya bahwa hukum ekonomi berlaku secara universal.<br />
<br />
Teori Evolusi<br />
Teori ini berkembang setelah revolusi industri dan revolusi perancis pada awal abad 19. Teori ini berdasarkan pada enam asumsi tentang perubahan, yakni perubahan dilihat sebagai natural, deraksional, imanent, kontinyu, suatu keharusan dan berjalan melalui sebab yang sama.<br />
<br />
Teori tersebut sangat dipengaruhi oleh pemikiran Hegel, akan tetapi Aguste Comte lah yang mengembangkannya menjadi ilmu sosial positivistic. Comte kemudian menolak dan tidak meletakkan Tuhan sebagai pusat teori evolusinya. Comte menggambarkan bahwa perubahan akan melalui fase-fase berikut, Pertama, theological dimana suatu masyarakat di kuasai oleh pendeta yang dipimpin oleh militer, Kedua, methaphysical, yang didasarkan pada pemikiran filosof manusia. Ketiga, scientific atau positive yakni dengan memahami hukum alam dan eksperimentasi ilmiah, karenanya masyarakat akademik dikatakan masyarakat ilmiah yang pada dasarnya menganut ligoka dan kepercayaan positivisme.<br />
<br />
Masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana (primitive) menuju masyarakat kompleks (modern), memerlukan jangka panjang melalui fase-fase di atas.<br />
<br />
Teori Fungsionalis<br />
Teori ini muncul pada tahun 1930-an sebagai kritik terhadap teori evolusi, teori ini dikenal juga dengan teori struktural fungsionalisme yang dikembangkan oleh Robert Marton dan Talcott Persons. Teori ini sangat sederhana melihat masalah sosial, bahwa masyarakat di pandang sebagai suatu sistem yang terdiri atas bagian-bagian yang saling menguntungkan dan berkaitan (agama, pendidikan, struktur politik, kelurga dsb). Bagian-bagian tersebut secara terus-menerus mencari equilibrium (keseimbangan) dan harmoni antara mereka, interelasi tersebut dianggap bisa terjadi karena adanya konsensus, dan suatu pola yang non normative dianggap akan melahirkan gejolak. Jika hal tersebut terjadi maka kemudian setiap bagian akan cepat menyesuaikan diri untuk mencpai equilibrium lagi. Karena masyarakat tidak statis akan tetapi dinamis.<br />
<br />
Teori modernisasi<br />
Teori ini lahir di Amerika Serikat tahun 1950-an dan respons kaum intelektual terhadap perang dunia yang bagi penganut evolusi dianggap sebagai jalan optimis. Modernisasi sebagai gerakan sosial bersifat. Pertama, Revolisioner (perubahan dengan cepat dari tradisi ke modern). Kedua, Berwatak complex (melalui banyak cara dan disiplin ilmu). Ketiga, sistematik, menjadi gerakan global yang akan mempengaruhi semua manusia melalui proses bertahap untuk menuju suatu hegemoni (convergency) dan bersifat progresif.<br />
<br />
<b>Gerakan Mahasiswa, <i>Menuju New Social Movement</i></b><br />
Sebagian besar teori-teori diatas menjelaskan bahwa perubahan terjadi bila konflik sosial dipandang sebagai dimensi yang tak terpisahkan dari perubahan sosial. Pada titik inilah menariknya untuk membincang gerakan mahasiswa sebagai satu entitas yang otonom yang memiliki kepoloporan terutama dalam konteks keperduliannya dalam meresponi masalah-masalah sosial politik yang terjadi dan berkembang di tengah masyarakat. Menurut Arbi Sanit dalam Fadli, Fahruz Zaman (1999) ada lima sebab yang menjadikan mahasiswa peka dengan permasalahan kemasyarakatan sehingga mendorong mereka untuk melakukan perubahan. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai pandangan luas untuk dapat bergerak di antara semua lapisan masyarakat. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama mengalami pendidikan, mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik melalui akulturasi sosial budaya yang tinggi diantara mereka. Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas susunan kekuasaan, struktur ekonomi, dan akan memiliki kelebihan tertentu dalam masyarakat, dengan kata lain adalah kelompok elit di kalangan kaum muda. Kelima, seringnya mahasiswa terlibat dalam pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai masalah masyarakat, memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karier.<br />
<br />
Dalam diskursus tentang gerakan mahasiswa, terutama saat ini memang mengalami fragmentasi kedalam beberapa varian gerakan yang memiliki kekhasannya masing-masing. Hal ini disebabkan oleh anutan nilai dan paradigma yang dikembangkan oleh sebuah gerakan. Tetapi ada bahwa walaupun memiliki keberagaman paradigma tetapi gerakan-gerakan kemahasiswaan memiliki suatu visi yang sama yaitu bagaimana merubah atau melakukan perubahan sosial.<br />
<br />
Misalnya, antara Gerakan Mahasiswa Islam (HMI, IMM, PMII, dan KAMMI) mereka memiliki nilai dasar perjuangan yang berbeda. Apa lagi gerakan mahasiswa yang bercorak nasionalis atau bahkan gerakan mahasiswa yang mengidentifikasi diri sebagai gerakan pro demokrasi. Ini misalnya dapat di wakilkan kepada LMND, Famred, dan Forkot. Begitu juga dengan gerakan intra kampus semacam BEM, dan lembaga-lembaga internal lainnya. Diantara sekian banyak gerakan mahasiswa itu mereka memiliki perbedaan yang sangat tajam baik akar arkeologi dan konteks kelahiran serta cita ideal yang mereka ingin perjuangkan.<br />
<br />
Pada konteks perubahan sosial ini pula gerakan mahasiswa akan mengalami ujian eksistensial, apakah dia mampu eksis untuk menggapai cita idelnya atau malah pergi dan meninggalkan realitas sosial dengan “melacurkan diri” kedalam kubangan pragmatisme yang menggiurkan. Dalam pengamatan subyektifitas penulis bahwa konteks sejarah, momentum dan tokoh menjadi sesuatu yang niscaya dalam memassifkan gerakan mahasiswa. Sejarah dan momentum sosial inilah yang banyak membedakan antara gerakan mahasiswa dari periode-keperiode. Sedangkan tokoh adalah menyangkut manusia yang akan menjadi panutan dan katalisator sebuah gerakan mahasiswa. Disini juga gerakan mahasiswa mengalami kegagalan kaderisasi. Hampir-hampir kita tidak lagi menjumpai tokoh-tokoh mahasiswa yang mampu menempatkan diri sebagai poros dan payung bagi gerakan yang lebih luas. Yang terjadi adalah egoisme fakultas – kalau ia intern – sedangkan kalau dia eksra adalah egoisme organisasi atau lembaga masing-masing. Dalam menuju kearah perubahan sosial ini kurang tepat.<br />
<br />
Karena itu bagi saya gerakan mahasiswa harus mencari formulasi baru dalam dinamika gerakannya. Kalau Anas Urbaningrum (1999) mengajukan pandangan bahwa gerakan mahasiswa harus berubah paradigmanya dari Student Movement ke Social Movement. Akan tetapi Bung Anas tidak menjelaskan secara detail bagaimana format gerakan sosial yang dimaksud. Karena itu dalam kesempatan ini saya memberikan usulan bahwa format gerakan mahasiswa harus melakukan transformasi kepada New Social Movement. Apa itu gerakan sosial baru? <br />
<br />
New Social Movement adalah sebuah gerakan dengan mengusung tema yang holistik. Tidak politik atau HAM melulu. Beberapa ciri-ciri New Social Movement yang dapat diidentifikasi : (1) Asumsi Ideologis. Asumsi ideologis yang ingin dibangun adalah terciptanya sebuah masyarakat sipil yang berkeadilan tanpa kontrol negara yang hegemonik. (2) Shifting Paradigma. Yaitu pergeseran paradigma dari social conflik ‘Marxian’ yang deterministik ke trans mondial yang lintas isu / case. (3) Local Empowering. Dalam New Social Movement ada lokal wisdom yang diakui keberadaannya. Atau memberikan eksistensi bagi hidupnya kearifan-kearifan lokal dalam masyarakat. Sedangkan ciri-ciri aktor New Social Movement adalah ; (1) Berasal dari basis sosial yang heterogen, melintasi kategori gender, agama, pekerjaan, pendidikan maupun kelas. (2) Tidak menganut determinism sosial, kaya – miskin, kelas buruh, petani atau pekerja industri (buruh). (3) Aksinya bukan untuk kepentingan kelas tetapi untuk Humanity. <br />
<br />
<b>Catatan Akhir</b><br />
Perjuangan melakukan perubahan sosial sebagai tujuan bersama tidak bisa dilakukan secara person to person. Perubahan sosial harus dilakukan secara massif dan bersama-sama dengan elemen gerakan yang lain.<br />
<br />
Membuka jalan perubahan sosial pada dasarnya adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran korban ketidakadilan dan sekaligus membangun front bagi suatu usaha bersama. Jika perubahan sosial dipahami sebagai proses berubah dari suatu keadaan kepada keadaan lain, maka bagaimana mencapai perubahan tersebut, apa yang harus dilakukan? Ini sebenarnya substansi yang saya ingin bahasakan melalui forum ini. Karena itu untuk melakukan perubahan dalam konteks New Social Movement bagi saya adalah : Pertama, penyadaran (consaintizn). Membangun kesadaran basis merupakan sesuatu yang niscaya dalam aksi perubahan sosial. Aktivitas ini dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan tenaga inti / kader yang akan menjadi voolunter dalam aksi sosial untuk melakukan perubahan. <br />
<br />
Kedua, pendampingan. Pendampingan yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah kemampuan gerakan mahasiswa melakukan proses mentoring dan terhadap basis gerakan yang menjadi subyek garapan sebuah organisasi kemahasiswaan. Pendampingan disini bisa juga dimaksudkan sebagai usaha untuk mengorganisasikan basis gerakan. Suau pengorganisasian merupakan usaha untuk membangun kekuatan basis gerakan sehingga mereka mampu secara optimal memamfaatkan potensinya, memahami secara kritis lingkungannya dan mampu mengambil tindkan yang mandiri. Ketiga, pembelaan. Pembelaan dalam pemaknaan disini sebagai upaya untuk melakukan kerja-kerja advokasi dan pembasisan terhadap mereka yang mengalami perlakuan tidak adil.<br />
<br />
Dipenghujung makalah ini saya mengutip pernyataan Muhammad Iqbal dalam Kuntowijoyo (2004) ketika memberikan komentarnya mengenai mi’raj Nabi Muhammad bahwa katanya “seandainya Nabi adalah seorang mistikus atau sufi, tentu Nabi tidak akan kembali lagi kebumi, karena telah merasa tentram bertemu dengan Tuhan dan berada disisi-Nya”. Tetapi lanjut Iqbal “Nabi kembali kebumi untuk menggerakkan perubahan sosial, untuk mengubah jalannya sejarah”. Apa yang saya ingin katakan bahwa gerakan mahasiswa tidak sekedar memiliki nafsu terhadap perubahan sosial dan berbuat ‘ma’sum’ dengannya, akan tetapi bagaimana gerakan mahasiswa tampil menjadi pengawal perubahan sosial, mahasiswa harus menjadi aktivisme sejarah Wallahu A’lam Bisshawab.<br />
<br />
Makalah ini merupakan catatan pengantar diskusi MISEKTA UNHAS sabtu, tanggal 26 November 2005<br />
<br />
<b>BAHAN BACAAN</b><br />
<br />
Armin Mustamin Toputiri, dkk. 2005. Mempersiapkan Generasi Baru, Investasi Jangka Panjang Pembangunan Sulawesi Selatan. ToACCAe Publishing. Makassar.<br />
<br />
Fadli, Fahruz Zaman (Ed). 1999. Mahasiswa Menggugat, Potret Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998. Pustaka Hidayah. Bandung.<br />
<br />
Masmulyadi (Ed). 2001. Analisis Sosial, Membongkar Mitos Gerakan Transformatif. Ikatan Remaja Muhammadiyah. Makassar.<br />
<br />
Mahardika, Timur. 2000. Gerakan Massa, Mengupayakan Demokrasi dan Keadilan Secara Damai. Lepara Pustaka. Jogyakarta.<br />
<br />
Prasetyo, Eko. 2003. Islam Kiri, Jalan Menuju Revolusi Sosial. Insist Press. Jogyakarta.<br />
<br />
____________. 2005. Assalamu’alaikum; Islam Agama Perlawanan. Resist Book. Jogyakarta.<br />
<br />
Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Prenada. Jakarta.<br />
<br />
<br />
Sultonul Huda. 2002. Modul Pelatihan Cummunity Organizer. Lakpesdam NU. Jakarta.<br />
<br />
Yudhie Haryono, M. 2005. Melawan dengan Teks. Resist Book. Jogyakarta.</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-70647950920060409482010-08-20T00:54:00.000+08:002010-08-20T00:54:52.063+08:00Menapak Jalan “Kritis Transformatif” (Mendekap Realitas Sosial dengan Normativitas Wahyu)Oleh: Masmulyadi<br />
<br />
“Agama adalah sebuah ikhtiar mencari jalan bagaimana mendamaikan diri kita dengan fakta-fakta dahsyat tentang hidup dan mati” (A. Syafii Maarif)<br />
<br />
“Tugas kita sebagai intelektual adalah menciptakan sejarah dengan membangun gerakan pemikiran dan kesadaran kritis untuk memberi makna masa depan kita sendiri” (Alm. Mansour Faqih)<br />
<div class="fullpost"><br />
<b>Spirit “Al-Ma’un”; Sebuah Pengantar</b><br />
Kita tidak bisa membayangkan akan seperti apa masa depan bangsa ini. Berbagai bentuk kejahatan, manipulasi, korupsi dan kecurangan serta k..... yang lain telah menjadi kebudayaan akut yang membutuhkan rentang masa panjang untuk mengurainya menjadi (to be) baik. Penggusuran tanah kaum miskin yang terjadi hampir tiap saat ditayangkan di TV dengan dalih “pembangunan untuk kepentingan umum”. Padahal yang dibangun adalah jalan TOL untuk kepentingan pemilik mobil kijang Krista atau Volfo.<br />
<br />
Dibagian lain puluhan anak jalanan harus merelakan dan menukar masa indahnya dengan menjadi peminta-minta di pertigaan jalan atau di lampu merah, menjadi pemulung dari satu tempat sampah ketempat sampah yang lain. Nun jauh disana sekelompok orang Islam memakan saudaranya sendiri dengan dalih “Sesat”. Dan beragam problem ekologis kemanusiaan yang membuat kita miris. Sampai–sampai suatu ketika buya A. Syafii Maarif mengatakan bahwa “seandainya ada perintah dalam Al-Qur’an yang mengajarkan kita pesimis melihat Indonesia ini, maka sayalah orang pertama yang akan pesimis”1.<br />
<br />
Dalam kondisi dan keadaan seperti diataslah, K.H. Ahmad Dahlan2 mendirikan Muhammadiyah. Kiyai dalam keadaan yang gelisah, resah dan “geli” melihat realitas zamannya. Dengan kesadaran doktrin sosial Islam yang mendalam seperti itulah, founding father Muhammadiyah ini tegerak kesadarannya untuk berbuat demi kemaslahatan ummat. Kiyai sepenuhnya sadar bahwa Islam tidak semata-mata menekankan ritual dalam menghubungkan diri dengan tuhan-Nya. Ada jalan lain yang setiap orang bisa untuk melakukannya. Jalan yang dimaksudkan adalah hubungan sosial. Atau dalam term wahyu dikatakan hablum minannas. Hubungan kemanusiaan.<br />
<br />
Sebagai organisasi sayap “kiri” Muhammadiyah dalam membina dan mencerdaskan ummat remaja, maka IRM mau tidak mau harus merujuk pada profil K.H. Ahmad Dahlan. Sebuah komparasi ideal yang mampu menghubungkan doktrin otentisitas wahyu dengan realitas kesejarahannya. Sehingga kehadiran IRM tidak ditelan bumi tetapi menjadi spirit bagi munculnya generasi baru yang Ulul Albab.3 Generasi yang cerdas, gaul dan tidak ketinggalan zaman. Generasi yang “nakal” dalam pemikiran, “liar” dalam tingkah laku dan Gesit dalam kompetisi. Sehingga tidak mudah terkooptasi oleh siapapun dan atas nama apapun. Yaitu sebuah cita tentang kebebasan etik.<br />
<br />
Kelebihan Kiayai Dahlan adalah ketika dia mampu membawa cita ideal Islam kewilayah real. Bagaimana cita ideal islam itu? Dalam pandangan Kuntowijoyo–budayawan Yogyakarta–cita-cita ideal Islam adalah bagaimana mengubah masyarakat sesuai dengan cita-cita dan visinya mengenai transformasi sosial. Semua ideologi atau filsafat sosial menghadapi suatu pertanyaan pokok, yakni bagaimana mengubah masyarakat dari kondisinya yang sekarang menuju kepada keadaan yang lebih tepat dengan keadaan idealnya.4 Karena itu Islam sangat berkepentingan dengan realitas sosial, bukan hanya untuk dipahami tetapi juga bagaimana mengubahnya.<br />
<br />
<b>Melacak Akar Gerakan Kritis-Transformatif di Indonesia</b><br />
Islam transformatif merupakan salah satu corak paham ke-Islaman yang muncul sebagai respon terhadap keberadaan ajaran Islam yang seolah-olah kurang terlibat dalam menjawab berbagai masalah yang aktual. Islam terkesan hanya digunaka sebagai legitimasi terhadap kesalehan individual dan tidak diwujudkan dalam konteks kesalehen sosial. Dalam hubungan ini Islam hanya digunakan sebatas urusan hubungan manusia dengan Tuhan, dan tidak terlibat dalam urusan hubungan manusia dengan alam, lingkungan sosial, dan berbagai problema kehidupan yang semakin kompleks dan penuh tantangan.<br />
<br />
Menurut Abuddin Nata5 ciri-ciri Islam Transformatif adalah; Pertama, Islam transformatif selalu berorientasi pada upaya mewujudkan cita-cita Islam, yaitu membentuk dan mengubah keadaan masyarakat kepada cita-cita Islam yaitu membawa rahmat bagi seluruh alam (Q.S. Al-Anbiya : 107) Kedua, mengupayakan adanya keseimbangan antara pelaksanaan aturan-aturan yang bersifat formalistik dan simbolis dengan missi ajaran Islam tersebut. Bahkan jika suatu aturan formalistik atau simbolik tersebut terlihat menghambat pencapaian tujuan, maka aturan formalistik atau simbolik tersebut harus diubah, atau diberi makna baru yang sesuai dengan tujuan.<br />
<br />
Ketiga, mewujudkan cita-cita Islam, khususnya keberpihakan terhadap kaum lemah dalam mengangkat derajat kaum dhu’afa atau orang-orang yang tertindas, dan juga diarahkan kepada penegakan nilai-nilai kemanusiaan seperti kasih sayang, sopan santun, kejujuran dan keihlasan. Menegakkan nilai-nilai demokratis seperti kesetaraan (egaliter), kesamaan kedudukan (equality), dan sebagainya. Keempat, senantiasa memiliki concern dan respons terhadap berbagai masalah aktual yang terjadi dalam masyarakat.<br />
<br />
Mengamati kriteria Islam Transformatif sebagaimana dikemukakan oleh Nata (2001), maka dapat dikatakan bahwa kelahiran Muhammadiyah adalah juga sebagai respon dan pemahaman “Kritis-Transformatif” K.H. Ahmad Dahlan atas kondisi zamannya yang begitu krusial dengan proses yang tidak manusiawi seperti penindasan struktural yang dilakukan oleh penjajah kolonial Belanda lewat VOCnya.<br />
<br />
Hal yang sama juga terjadi di IRM, bahwa IRM hadir dan lahir bukan dari ruang hampa. Ada proses sejarah yang melingkupi kelahirannya. Ini perlu dipahamkan kepada kader-kader supaya kita tidak ahistory dalam memaknai kehadiran IRM. IRM lahir dari dialektika sosial khususnya yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Bagaimana lingkungan tahun 1960-an? Dalam pengantarnya di buku “Post Islam Liberal” Kuntowijoyo menjelaskan bahwa periode 1960-an adalah merupakan fase ideologi.6 Fase ini dicirikan dengan berdirinya Syarekat Islam. SI dengan mobilitas tokoh-tokohnya mencitrakan diri sebagai kekuatan ideologis yang ‘membahayakan’ sehingga pemerintah kolonial melakukan upaya-upaya agar aktivitas SI tidak meluas. Bahkan pertentangan-pertentangan ini meluas sampai ke masa orde lama. Lahirnya Masyumi sebagai representasi partai politik umat Islam yang memperhadap hadapkan umat Islam dengan pemerintahan Soekarno.<br />
<br />
Dalam periodesasi ideologis inilah IRM lahir. Sehingga performa yang ditampilkan IRM pada masa awal adalah performa yang militan dan relatif “fundamental”. Sebab ada lawan ideologis, ada common sense. Apa lawan ideologis IRM dan penggiat Islam ketika itu adalah gagasan “komunis”. Sehingga performa yang ditampilkan IRM pada waktu itu adalah benar dan bisa kita mahfum. Sekarang pertanyaannya adalah apa yang harus dijadikan musuh bagi kita sekarang?, ini penting dielaborasi lebih mendalam.<br />
<br />
<b>IRM Dipusaran Pemikiran Keagamaan,</b><br />
<b>Bagaiamana Bersikap</b><br />
Memasuki era industrial dan budaya globalisasi, maka yang paling terkena imbasnya adalah kehidupan keagamaan termasuk didalamnya Ikatan Remaja Muhammadiyah. Banyak corak keagamaan yang muncul kepermukaan, sebutlah diantaranya modernisme, fundamentalisme dan liberalisme. Bila kita menyimak bagaimana gaya pakaian atau rambut dikalangan dunia mode yang terus menerus berubah, dan kadangkala gaya perubahan itu set-back kepada gaya tahun-tahun sebelumnya, maka demikian juga dalam dunia pemikiran keagamaan.<br />
<br />
Mode atau trend pasti akan lewat begitu saja ketika orang sudah jenuh atau ada trend baru yang muncul. Misalnya mode Hollywood tahun 1940-an yang menonjolkan warna-warna redup seperti merah gelap atau abu-abu kehitaman. Mode atau trend adalah bentuk pencitraan diri. Dan mereka yang selalu sibuk dengan citra diri hanyalah segelintir orang. Demikian juga dalam dunia pemikiran. Citra diri sebagai seorang muslim berfikir liberal dan modern misalnya hanyalah kebutuhan mereka yang sudah berfikir fungsional seperti itu. Sementara umat Islam kebanyakan bengong atau seperti kata Gus Dur “emang gua pikirin” (EGP).<br />
<br />
Pada masa awal Orde Baru, kaum intelektual sibuk dengan pemikiran Islam dan modernitas atau Islam dan Pembangunan. Menjelang tumbangnya rezim otoriter Soeharto, muncul Islam dan Postmodernisme, Islam dan Civil Society, Kiri Islam. Kini ada lagi yang begitu bangga dengan sebutan Islam Liberal. Nanti pada era kedepan akan muncul Neo-Liberalisme atau Islam Neo-Liberal. Itulah mode dan bentuk pencitraan yang latah menjadi kebanggaan kaum terdidik.<br />
<br />
Agar inovasi dan diversifikasi produk gagasan tidak terhenti, maka dibuatlah semacam apa yang disebut sebagai policing of the risk society. Yaitu, dibangun berbagai bentuk – sebut saja – “teror” terhadap masyarakat, sehingga masyarakat mau menerima gagasan atau institusi dari pembuat “teror” itu. Kelompok yang disebut fundamentalis membuat teror tentang bahaya sekularisme, devaluasi agama, materialisme atau komunis. Dengan teror ini, masyarakat diajak untuk ‘kembali ke syariat agama’.<br />
<br />
Sementara kelompok yang menyebut diri liberal atau modern menyebar teror tentang bahaya radikalisme agama, fundamentalisme, sentralisme, otoritarianisme agama, atau militansi. Seminar pelatihan dan penelitian perlu diadakan untuk meyakinkan tentang ancaman terhadap masyarakat itu. Dengan begitu masyarakat dipaksa untuk menerima nilai-nilai liberal dan secara perlahan meninggalkan akar kepercayaan dan kebudayaannya sendiri (indegenous cummunity).<br />
<br />
Semakin jauh masyarakat dari budaya dan institusi lokal, maka semakin mudah mereka “dikendalikan” dan diarahkan menuju kedalam sebuah bentuk masyarakat yang terus menerus memuja “citra”. Dan jadilah dunia dalam apa yang disebut sebagai global monoculture : hanya ada satu pusat, yaitu kebudayaan liberal, cara berfikir liberal, ekonomi liberal, politik liberal sampai pada gaya hidup liberal. Di luar yang liberal adalah “pinggiran” atau “penyimpangan” atau “keterbelakangan”. Sebuah sistem hegemonik7 yang dikendalikan sepenuhnya oleh mereka yang memiliki uang, senjata, teknologi dan informasi. Tetapi kondisi diatas adalah salah satu dimensi atau effect dari semaraknya pasar pemikiran, yang mungkin kondisi tersebut tidak diharapkan karena tidak mungkin mendorong transformasi masyarakat atau ummat Islam.<br />
<br />
Nah dalam kegalauan nilai, campur aduknya budaya, bursa pemikiran keagamaan yang semakin marak tersebut bagaimana IRM bersikap? Barangkali tawaran keagamaan kita adalah bagaimana spirit ummatan wasatan harus menjadi landasan yang mesti kita kedepangkan. Ajaran tersebut menyiratkan kepada kita semua tentang pentingnya keseimbangan. Bukankah Islam sangat mengajarkan perlunya untuk seimbang. Seimbang dalam banyak hal.<br />
<br />
<b>IRM sebagai Gerakan Kritis-Transformatif</b><br />
Jargon ‘kritis – transformatif’ menyeruak kejagak pentas gerakan sosial tidak terlepas dari kondisi kekinian yang menerpa bangsa Indonesia. Kalau kita rujuk, maka umumnya para penggagasnya adalah aktivis LSM/NGOs yang memiliki latar belakang pemahaman keagamaan yang relatif modern. Tengoklah misalnya Moeslim Abdurrahman, Mansour Faqih, Kuntowijoyo dan M. Dawam Raharjo ataupun juga Amien Rais dengan gagasan tauhid sosialnya. Merekalah yang menjadi motor penggeraknya.<br />
<br />
Di IRM jargon ini secara organisatoris dipandang sebagai upaya untuk mengatasi kebuntuan dan upaya sadar IRM untuk mencoba menghadirkan gerakan IRM kewilayah real yang mampu bermain dizamannya dengan pementasan yang indah. Sebuah pementasan dikatan indah dan menarik ketika yang memberikan penilaian itu adalah publik. Maka pada perspektif ini publik IRM adalah remaja. Dalam pandangan IRM remaja adalah mereka yang berumur 14 – 24 tahun, karena pada wilayah umur itulah remaja relatif berada pada fase taransisional dalam kehidupannya. Sehingga remaja terkadang dipandang remah oleh orang lain. Padahal belum tentu. Banyak penemuan-penemuan spektakuler justru lahir dalam umur demikian, bagaimana Rasulullah Muhammad Saw, Thomas Alfa Edison dan banyak yang lain. Mereka adalah penarik gerbong perubahan.<br />
<br />
Dengan demikian IRM harus tampil kewilayah publik dengan tanggung jawab kebudayaan untuk mendorong transformasi kebudayaan menuju hikmah (kebijaksanaan, kearifan dan keluhuran). IRM harus tampil dalam zamannya dengan menjadi katalisator proses perubahan, bukan menjadi penghalang lahirnya perubahan. Atau dengan kata lain membumikan cita-cita budaya IRM dalam kesejarahannya di muka bumi ini. Untuk itu ada tiga agenda IRM kedepan dalam kaitannya dengan upaya mengukuhkan tradisi “kritis-transformatif” tersebut :<br />
<br />
1. Transendensi (Tu’minuna Billah)<br />
Kata kerja transcend, yang darinya kata transendental diambil, berasal dari bahasa latin transcendere yang artinya memanjat di/ke atas. Dari lima arti dalam Webster’s New International Dictionary yang dekat dengan keperluan kita ialah transendental dengan makna “abstrak, metafisis” dan “melampaui”.<br />
<br />
Transendensi seperti dalam tradisi Nabi Ibrahim merupakan kunci bagi penyelamatan manusia modern. Teknologi, ilmu dan manajemen memang membawa kemajuan tetapi gagal membawa kebahagiaan. Kekerasan adalah akibat kemajuan teknologi perang, kekuasaan pasar adalah buah dari penguasaan ilmu, kesenjangan adalah hasil ketimpangan manajemen. Semuanya tanpa iman. Transendental dalam arti spiritual akan membantu kemanusiaan menyelesaikan masalah-masalah modern. <br />
<br />
Disinilah pentingnya kesadaran nilai-nilai ilahiah (ma’ruf, munkar dan iman). Nilai-nilai inilah yang menjadi tumpuan aktivisme IRM. Rujukan normatifnya bisa ditemukan dalam surat Al-Baqarah (2) : 110 “Kuntum khaira ummah ukhrijat linnasi ta’muruna bil ma’ruf wa tanhauna’anil mungkar wa tu’minuna billahi.” (kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk menusia, menyeruh kepada ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah). Ada empat hal yang tersirat dalam makna ayat tersebut, yaitu (1) konsepsi tentang umat terbaik, (2) aktivisme sejarah, (3) pentingnya kesadaran dan (4) etika profetik. Dalam pandangan Kuntowijoyo8 agar ummat Islam menjadi ummat terbaik ada tiga hal yang harus dilakukan : Pertama, ta’muruna bilma’ruf, Kedua, tanhauna anil mungkar, dan Ketiga, tu’minuna billah.<br />
<br />
Tujuan transendensi adalah menambahkan dimensi transendental dalam kebudayaan. Kita sudah banyak menyerah kepada arus hedonisme, materialisme dan budaya yang dekadan. Kita percaya bahwa sesuatu harus dilakukan, yaitu membersihkan diri dengan mengingatkan dimensi transendental yang menjadi bagian sah dari fitrah kemanusiaan. Kita ingin merasakan kembali dunia ini sebagai rahmat Tuhan. Kita ingin hidup kembali dalam suasana yang lepas dari ruang dan waktu, ketika kita bersentuhan dengan kebesaran Tuhan.<br />
<br />
2. Humanisasi (Ta’muruna Bil Ma’ruf)<br />
Ketika diturungkan dalam konteks zamannya, Islam pada dasarnya merupakan gerakan spiritual, moral, budaya, politik serta sistem ekonomi alternatif. Tentu saja ‘alternatif ‘ dalam sistem dan budaya Arab klasik yang waktu itu tengah mengalami pembusukan dan proses dehumanisasi. Islam (di)lahir(kan) sebagai agama rakyat (suatu komunitas yang sering tertindas-mustad’afin), bukan agama penguasa. Ia harus bergerak dan digerakkan demi, oleh dan untuk rakyat mayoritas. Ia menjadi agama humanis yang menentang agama struktur otoritarian.<br />
<br />
Di alam modern saat ini dehumanisasi terjadi dalam multi bentuk. Penyebabnya antara lain karena dipakainya teknologi (baik berupa alat-alat fisik maupun metode) dalam masyarakat. Jacques Ellul (1964) dalam Kuntowijoyo (2004) menulis sebuah buku The Technological Society untuk menjelaskan betapa jauh teknologi itu dalam kehidupan. Teknologi kemudian menjadi dewa dan pusat sesuatu. Perilaku-perilaku kekerasan yang bernuansa etnik dan agama serta kriminalitas menjadi potret proses dehumanisasi bangsa saat ini. Tidak heran kemudian kemunculan postmodernisme sebagai perlawanan atas modernisme yang menampilkan diri dengan model yang kebeblasan.<br />
<br />
Dalam kondisi demikian Al-Qur’an mengatakan bahwa pada awalnya manusia itu hanif (sebaik-baik mungkin). Akan tetapi karena proses sejarah lalu kemudian manusia mengalami apa yang disebut dengan “tsumma radadnaa hu asfala safilin” (kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya). Dalam ayat tersebut dikecualikan ; (1) “illalillazina aamanu” (orang-orang yang beriman), (2) “wa amilussalihati” (mengerjakan amal shaleh). Aktifitas kemanusiaan yang tidak etik itulah yang menyebabkan manusia terjungkal kedalam lembah kehinaan (dehumanisasi) sehingga kehilangan kemanusiaannya. Untuk itu usaha mengangkat kembali martabat kemanusiaan manusia (emansipasi) atau humanizing sangat diperlukan. Tujuannya adalah memenusiakan manusia.<br />
<br />
Pada titik ini apresiasi yang harus IRM berikan kepada realitas masanya adalah bagaimana IRM kemudian menciptakan kebudayaan dengan membangun kultur kebajikan, keindahan hati, interaksi sosial yang menjamin rasa aman, kemanusiaan (humanis) dan perdamaian (peace) sebagai maenstrem utamanya. Ayat-ayat pendidikan (QS. Al-Alaq (96) : 1-5 ), kesehatan (QS As-Syuara (26) : 80) dan perlakuan terhadap anak yatim piatu (QS. Al-Ma;un (107) : 1-7) merupakan ayat-ayat kemanusiaan yang menjadi kajian kritis generasi awal Muhammadiyah. Dalam tanfidz Muktamar XIII di Yogyakarta mengenai Khittah Perjuangan IRM dengan jelas disebutkan bagaimana bahwa prinsip pemanusiaan itu memiliki dua akar potensi yang terdapat dalam diri manusia. Pertama, kebudayaan dan kedua, peradaban.<br />
<br />
Makna kebudayaan adalah kemampuan diri yang dicapai dengan pertumbuhan, sedangkan makna peradaban adalah kekuasaan atas alam dengan menggunakan ilmu pengetahuan, teknologi, kota dan negara. Sebab peradaban merupakan kelanjutan atas kemajuan teknis, yaitu kelanjutan dari unsur-unsur alam yang menunjukkan kekuatan potensial yang sebenarnya sudah ada pada leluhur kita dimasa lampau. Peradaban memberi pendidikan sedangkan kebudayaan memberi pencerahan. Yang satu dituntut melalui proses belajar dan yang satu dituntut melalui proses perenungan, refleksi, kontemplasi dan meditasi.<br />
<br />
Untuk itu sebagai bagian dari Muhammadiyah, maka yang harus dilakukan IRM adalah kultur saling menyantuni, ‘saling menyayangi’ dan memiliki sense of social yang tinggi. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila lahir pemikiran, pandangan dan pemaknaan yang mendalam terhadap teks Al-Qur’an berkenaan dengan cita-cita sosial Islam. Disinilah IRM diharapkan menggeser paradigmanya mengenai kesalehan dari kesalehan individual kepada kesalehan sosial. Dari struktural ke kultural. Dari mitos kelogos dan dari simbol kesubstansi.<br />
<br />
3. Liberasi (Tanhauna Anil Mungkar)<br />
Ajaran mengenai tanhauna anil mungkar adalah merupakan focus teologicus Islam. Dan inilah yang oleh Ali Syari’ati disebut dapat membedakan antara nabi Islam dengan nabi diluar Islam. Hassan Hanafi (2001) menggambarkan bahwa jika Ibrahim merupakan cermin revolusi akal menundukkan tradisi-tradisi buta, revolusi tauhid melawan berhala-berhala; Nabi Musa merefleksikan revolusi pembebasan melawan otoritarianisme dan Nabi Isa adalah contoh revolusi ruh atas dominasi materialisme; maka Nabi Muhammad Saw merupakan tauladan kaum papa, hamba sahaya dan komunitas tertindas berhadapan dengan konglomerat, elit Quraisy dan gembong-gembongnya dalam perjuangan menegakkan masyarakat yang bebas, penuh kasih sayang, persaudaraan dan egaliter.<br />
<br />
Ajaran fundamental Islam sebagai kerangka epistemologi pemihakan Islam terhadap kaum lemah adalah tauhid. Dalam islam konsep tauhid merupakan konsep sentral yang berisi ajaran bahwa Tuhan adalah pusat dari segala sesuatu, dan bahwa manusia harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada-Nya. Konsep tauhid ini mengandung implikasi doktrinal lebih jauh bahwa tujuan kehidupan tak lain kecuali menyembah kepada Tuhan.9<br />
<br />
Oleh karena itu ide tauhid ini sejak awal telah menjadi dasar fundamental dalam menciptakan tata sosial yang etis (berlandaskan moral), egalitarian dan berkeadilan, khususnya dalam mengeliminir praktek keagamaan politheisme (penyembahan berhala), eksploitasi kaum miskin, permainan kotor dalam perdagangan serta ketidakadaan tanggungjawab sosial. Dengan demikian, seperti dikemukakan Asghor Engineer, doktrin tauhid tidak hanya mempunyai konsekuensi religius, tetapi juga mempunyai implikasi sosio-ekonomi.<br />
<br />
Ali Syariati menyebutkan bahwa tauhid dalam Islam merupakan suatu pandangan dunia, yang hidup dan penuh makna, menentang keserakahan dan bertujuan memberantas penyakit yang muncul dari penumpukan uang dan penyembahan harta. Ia menghapus stigma eksploitasi, konsumerisme, dan aristokrasi.<br />
<br />
Dalam pengertian ini tauhid, faham tauhid selalu terkait dengan prinsip kemanusiaan, rasa keadilan sosial dan ekonomi yang harus diwujudkan dalam kehidupan kongkrit bermasyarakat. Dalam bahasa filsafat parennial, bahwa komitmen imani sebagai respon terhadap sapaan kasih Tuhan yang berpusat dari pemahaman dan keyakinan Ketuhanan Yang Esa (Tauhid), harus selalu melangkah dan bergerak pada tahapan praksis untuk melayani manusia sebagai sesama hamba Tuhan. Dengan ungkapan lain, tauhid atau perjalanan iman yang bermula dari pengetahuan dan keyakinan terhadap Tuhan selalu dan harus bergerak kemuara kehidupan kongkrit berupa amal kebajikan.<br />
<br />
Rangkaian tauhid adalah paham tertentu tentang hakikat dan martabat manusia. Bertauhid (mengimani ke-Maha Esa-an Tuhan) adalah jalan hidup yang dapat mempertahankan ketinggian martabat manusia karena semangat tauhid itu dengan sendirinya atau seharusnya membawa implikasi pada ; Pertama, pencerahan. IRM sebagai organisasi atau pergerakan diarahkan dan dibentuk dalam kerangka tauhid sebagai upaya penyadaran terhadap nilai eksistensi manusia, menjadi pengingat dan pembangkit motivasi insaniah, serta mengasah dan mencerahkan naluri gaib cinta kasih yang tersembunyi pada manusia (QS Al-Alaq : 1-5).<br />
<br />
Kedua, pembebasan. Syahadah (Asyadu’allah Ilaha Illallah Wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah) dalam kerangka berfikir muslim merupakan pernyataan yang bermula dengan menafikan lalu dititik puncaknya adalah penisbahan (laa ilaa ha illallah). Pemaknaan terhadap syahadah tersebut mewujud dalam gerakan membebaskan manusia lewat Tuhan. Ketika terbakar oleh api ilahi, kita kembali dan memasuki putaran waktu dan mewarnai jalannya sejarah, mengubah suatu dunia baru yang membebaskan (QS At-Taubah: 129).<br />
<br />
Ketiga, kesemestaan/universality. Sebagai gerakan sosial religius merupakan keniscayaan untuk selalu berada dan bergerak dalam komunitas masyarakatnya. Komunitas masyarakat dalam pandangan dunia tauhid adalah merupakan locus kepedulian, keprihatinan dan pengabdian kepada Tuhan. Dengan demikian kesemestaan bermakna bahwa Ikatan Remaja Muhammadiyah bergerak dalam setting sosial yang unipolar dan menolak dikotomi orientasi pemanusiaan (QS : An-Nisa ; 1)<br />
<br />
Karena itu anak-anak IRM perlu menumbuhkan sikap beragama yang kritis-transformatif menjadikan landasan tauhid sebagai spirit pergerakan dan menyuarakan perlawanan terhadap segala bentuk tirani dan seabrak ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan kemungkaran sebagai pemaknaan kreatif terhadap fungsi kehadiran manusia sebagai khalifah. Tujuan liberasi (tanhauna anil mungkar) adalah pembebasan dari kekejaman kemiskinan struktural, eksploitasi, keangkuhan teknologi, pemerasan kelimpahan dan ketidakadilan distribusi.<br />
<br />
<b>Penutup</b><br />
Berdasarkan serangkaian pemaparan diatas, maka kritis-transformatif adalah aktualnya tata nilai ketuhanan (Rabbaniyah), yang menjiwai terhadap seluruh aktivitas kemanusiaan yang berdasarkan kesadaran bahwa hidup ini berasal dari Tuhan dan akan menuju Tuhan (Q.S. Al-Baqarah (2):156), Inna lillahi wa inna ilahi raaji’un (sesungguhnya kita berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya), maka Allah adalah asal dan tujuan hidup tempat kembali segala sesuatu/mahluk.<br />
<br />
Dipenghujung makalah ini saya mengutip pernyataan Muhammad Iqbal dalam Kuntowijoyo (2004) ketika memberikan komentarnya mengenai mi’raj Nabi Muhammad bahwa katanya “seandainya Nabi adalah seorang mistikus atau sufi, tentu Nabi tidak akan kembali lagi kebumi, karena telah merasa tentram bertemu dengan Tuhan dan berada disisi-Nya”. Tetapi lanjut Iqbal “Nabi kembali kebumi untuk menggerakkan perubahan sosial, untuk mengubah jalannya sejarah”. Apa yang saya ingin katakan bahwa IRM tidak sekedar memiliki nafsu terhadap perubahan sosial, akan tetapi bagaimana IRM tampil menjadi pengawal perubahan, menjadi aktivisme sejarah Wallahu A’lam Bisshawab.<br />
<br />
Nun Walqalami Wama Yasthuruun<br />
<br />
<b>Bacan Bacaan</b><br />
<br />
<br />
<br />
Faqih, Mansour. 2002. Jalan Lain, Manifesto Intelektual Organik. Insist Press. Yogyakarta.<br />
<br />
Khozim. 2004. Menggugat Pendidikan Muhammadiyah. UMM Press. Malang.<br />
<br />
Kuntowijoyo. 1991. Paradigma Islam, Interpretasi Untuk Aksi. Mizan. Bandung.<br />
<br />
____________. 2004. Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika. Teraju Mizan, Bandung.<br />
<br />
Nata, Abuddin. 2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia. RajaGrafindo Perkasa. Jakarta.<br />
<br />
Pribadi, Airlangga dan M. Yudhi R. Haryanto. 2003. Post Islam Liberal, Membangun Dentum Mentradisikan Eksperimentasi. Gugus Press. Bekasi.<br />
<br />
Zakiyuddin Baidhawy, “Membangun Kerangka Ilmu-Ilmu Sosial Islam; Sebuah Pengenalan Awal”, dalam akademika, No. 01/Th.XV/1997, hal 37-50.<br />
<br />
Tanfidz Keputusan Muktamar XIII Ikatan Remaja Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 2002.<br />
<br />
Pedoman Advokasi Ikatan Remaja Muhammadiyah Sulawesi Selatan.</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-26944740905855735882010-08-10T18:17:00.002+08:002013-06-26T09:53:02.065+08:00Strategi Pendampingan Kader IPMSalah satu konsepsi penting yang dilahirkan dari Semiloka Kader tahun 2002 di Makassar ialah pendampingan. Konsep pendampingan dalam konstruksi semiloka kader Makassar merupakan satu bangunan dengan fasilitator. Dalam sistem perkaderan IPM disebut dengan pelatihan fasilitator dan pendampingan.<br />
<div class="fullpost">
<br />
Dalam kamus besar bahasa Indonesia fasilitator diartikan sebagai orang yang menyediakan fasilitas. Dalam konteks pelatihan maka, fasilitator berfungsi melancarkan proses belajar, menyediakan informasi baru, dan memperkaya pengalaman peserta. Sementara pendampingan berarti menemani atau menyertai peserta dampingan dari dekat. Dalam konteks pemberdayaan pendampingan berarti pola dukungan. Bentuknya seperti dukungan personil, tenaga pendamping, relawan atau pihak lain yang memberikan penerangan, dukungan teknis, dan penyadaran.<br />
<br />
Sejak dirumuskan di Makassar tahun 2002 yang lalu, konsepsi pendampingan tidak pernah lagi dibicarakan. Padahal, konsepsi tersebut masih bersifat umum. Sehingga tidak bisa dilaksanakan oleh struktur IPM diberbagai level pimpinan atau ditingkat komunitas. Tahun 2007 ketika saya ditunjuk sebagai tim materi konferensi pimpinan wilayah (Konpiwil) saya mengusulkan sebuah draft format pendampingan pelajar Muhammadiyah dan sepakati oleh tim materi dan disahkan diforum tersebut.<br />
<br />
Pemikiran tersebut berangkat dari fenomena pelajar yang semakin tenggelam dalam budaya massa yang begitu kompleks. Kompleksitas problematika ini, terletak tidak sekedar pada segi perkembangan masa transisi secara psikologis, melainkan juga proses kecenderungan peta budaya dan tata kehidupan yang begitu sarat dengan pragmatisme dan materialisme. <br />
<br />
Putaran arus budaya menyebabkan pelajar mempunyai keterpecahan peta yang sungguh deskriminatif. Mereka yang menengah keatas, akan bergulat dengan segala kecenderungan gaya hidup jet set yang bergelimangan dengan keglamaouran alam pikir party dan mall. Sedangkan mereka yang menengah kebawah, harus dihadapkan pada tantangan kapitalisasi di segala sektor yang akan mempersempit ruang hidup mereka, termasuk studi, dan berbagai ancaman serius tantangan kerja (Purwono Nugroho Adhi, 2010).<br />
<br />
Dalam peta sosiobudaya itu maka, posisi pelajar diperhadapkan pada persoalan yang begitu kompleks dan pilihan pendampingan menjadi sangat strategis. Pendampingan yang dilakukan tidak sebagai hal yang sifatnya reaksioner, tetapi diprogram secara berkelanjutan, visioner dan integrativ. Pendampingan juga tidak sekedar memikirkan bagaimana membetuk kader semata, tetapi memproses sampai kepada upaya pengelolaan yang bersifat berkesinambugan dan dihidupi di tingkat basis.<br />
<br />
<b>Paradigma Pendampingan</b><br />
Kenapa IPM menggunakan istilah pendampingan? Bukan pembinaan, atau mentoring! Pilihan terma itu bukan tanpa alasan. Tetapi merupakan konsekuensi atas pilihan paradigmatik IPM sebagai gerakan kritis dengan visi transformatif. Hulu dari pemikiran ini berasal dari pemikiran pendidikan kritis yang dikembangkan oleh Poulo Freire.<br />
<br />
Terminologi pembinaan, mentoring dan pendampingan secara ideologi sangat berbede. Membina merupakan terminologi pembangunan (developmentalism) yang sangat akrab di rezim otoriter Soeharto. Pembinaan dalam konteks ideologi pembangunan mengandung makna menguasai dan dikuasai. Komunitas atau pun kelompok dalam konteks pembinaan berarti ia sedang dikuasai oleh yang membina. Sedangkan pendampingan lebih kearah proses bersama, tumbuh dan sadar bersama; baik secara ekonomi, sosial dan politik. Sementara itu, mentoring lebih akrab dalam konteks tumbuhnya gerakan baru Islam di Indonesia awal tahun 1980-an. Walau pun sejatinya makna mentoring lebih pas kalau dikonotasikan pada sifat keprofesian sebagaimana lazim dalam sebuah group usaha.<br />
<br />
Dalam bukunya - The Pedagogy of the Oppressed - yang terkenal itu, Freire mengungkapkan sebuah teori yang dalam lingkungan IPM sudah sangat akrab, yaitu teori konsientisasi. Menurut teori konsientisasi, seorang pendidik harus menggunakan dialog dan kata-kata kunci yang memiliki makna yang terkait dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, tugas utama pendidikan sebenarnya mengantar peserta didik menjadi subyek.<br />
<br />
Agus Nuryatno – dosen FAI UII – ketika menjadi fasilitator diskusi rutin PP IPM (waktu itu masih IRM), di Kantor PP IPM, Jl K.H. Ahmad Dahlan 103 ia menerangkan bahwa untuk sampai ke titik penyadaran itu maka, proses yang ditempuh harus mengandaikan dua gerakan sekaligus: pertama, meningkatkan kesadaran kritis peserta didik. Kedua, berupaya mentransformasikan struktur sosial yang menjadikan penindasan itu berlangsung.<br />
<br />
Pada konteks itu maka penggunaan terma pendampingan menemukan relefansi teoritik dan praksisnya. Jadi pendampingan merupakan proses dimana fasilitator (pendamping) dan komunitas dampingannya bersama-sama berproses membangun kesadaran kritis bersama sekaligus berupaya mentransformasikan diri dan kelompoknya menuju sebuah ruang (struktur) baru yang lebih adil.<br />
<br />
<b>Tugas Pendamping Komunitas</b><br />
Menurut Suharto (2005) tugas pendamping: Pertama, pemungkinan (enabling). Dalam fungsi ini, tugas seorang pendamping antara lain ialah menjadi model (uswah), melakukan mediasi dan negosiasi, membangun kesepahaman bersama, dan mengelola sumberdaya bersama. Kedua, penguatan (capacity building). Fungsi ini berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna memperkuat kapasitas komunitas. Pendamping berperan aktif dalam sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif. Membangkitkan kesadaran komunitas, menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, dan menyelenggarakan pelatihan bagi komunitas adalah beberapa yang berkaitan dengan fungsi penguatan. Sedangkan pertukaran informasi (sharing) pada dasarnya merupakan bentuk pendidikan.<br />
<br />
Ketiga, perlindungan (protection). Fungsi ini berkaitan dengan interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan komunitas dampingannya. Seorang pendamping dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan (advocacy), menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat, dan membangun jaringan kerja.<br />
<br />
Keempat, pendukungan (mobilization). Fungsi mobilisasi dalam konteks ini berkaitan dengan fungsi pendamping yang dituntut tidak hanya mampu menjadi manajer perubahan yang mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar: seperti melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi (public relation), bernegosiasi, berkomunikasi, dan mencari serta mengatur sumber dana (fundraising).<br />
<br />
<b>Aspek-Aspek Pengembangan Peserta Dampingan</b><br />
Aspek pengembangan peserta dampingan komunitas meliputi hal-hal sebagai berikut:<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b><span style="font-size: 12pt;">Proses Pendampingan<o:p></o:p></span></b> <br />
<div class="MsoNormal" style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: 12pt;">A.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-size: 12pt;">Bentuk Pendampingan<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Proses pendampingan dilakukan melalui kelompok-kelompok kecil (komunitas/jama’ah). Setiap komunitas sebaiknya terdiri dari 5-7 orang demi efektivitas pendampingan. Setiap komunitas akan didampingi oleh 1 orang pendamping (fasilitator).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: 12pt;">B.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-size: 12pt;">Tujuan Pendampingan<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: 12pt;">ü<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-size: 12pt;">Memperkuat kelembagaan komunitas (jama’ah), khususnya pelajar Muhammadiyah, sehingga mereka dan lembaganya (ranting/jama’ah/kelompok/komunitas) menjadi penggerak aktivitas IPM.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: 12pt;">ü<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-size: 12pt;">Membangun solidaritas dan ukhuwah sesama anggota komunitas/jama’ah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: 12pt;">ü<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-size: 12pt;">Tumbuhnya kesadaran ideologi peserta dampingan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p><br />
</o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sifat Pendampingan<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pendampingan bersifat fleksibel, cair, dan tidak kaku (saklek) dengan tidak melupakan goal setting pendampingan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Prinsip-Prinsip Pendampingan<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Ada beberapa prinsip-prinsip penting dalam pendampingan komunitas sebagai berikut:<o:p></o:p></span></div>
<ol start="1" style="margin-top: 0in;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pemberdayaan (<i>Empowering</i>).<o:p></o:p></span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pemberdayaan diartikan sebagai pengembangan konsep diri agar lebih positif, serta konstruksi pemahaman yang lebih kritis dan analitis mengenai kondisi lingkungan sekitar. Dalam hal ini komunitas dalam menjalankan aktivitasnya mencoba berpijak pada aktivitas “pemberdayaan” bukan melakukan “penjinakan” atau “pembodohan” apalagi “penindasan” baik secara fisik maupun psikis.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-align: justify;">
<br /></div>
<ol start="2" style="margin-top: 0in;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kesetaraan<o:p></o:p></span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kesetaraan dimaknai sebagai adanya ruang kebebasan secara bersama dimana dalam komunitas memiliki hak-hak dan kewajiban yang tidak dibeda-bedakan. Artinya masing-masing anggota komunitas memiliki posisi yang setara dalam kelompok.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-align: justify;">
<br /></div>
<ol start="3" style="margin-top: 0in;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Partisipasi (<i>Participation</i>).<o:p></o:p></span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Partisipasi diartikan sebagai proses keikutsertaan untuk ambil bagian. Partisipasi ini adalah sebuah kemutlakan bagi setiap warga komunitas. Hal ini akan berimplikasi terhadap penganutan azas egaliterianisme dalam menjalankan komunitas. Dalam bahasa Freire-an terkenal adagium : Semua Orang adalah Guru dan Semua Orang adalah Murid.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-align: justify;">
<br /></div>
<ol start="4" style="margin-top: 0in;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Aktivitas (<i>Activity</i>).<o:p></o:p></span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pendampingan dalam komunitas meniscayakan adanya aktivitas sebagai prosesi pencapaian goal setting. Aktivitas dalam komunitas dapat dirumuskan oleh warga komunitas itu sendiri (Fasilitator dan Peserta). Aktivitas tersebut hendaknya merupakan aktivitas yang kreatif dan inovatif serta memiliki keberlanjutan (dilakukan secara rutin) demi pencapaian tujuan dan target pendampingan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Metode dan Teknik Pendampingan<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Metode yang dikembangkan dalam aktivitas pendampingan antara lain adalah:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">1)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Koordinasi dialogis dengan pendekatan andragogi (pembelajaran untuk orang dewasa) koordinasi diselenggarakan melalui komunikasi dialogis dengan mengedepankan pertukaran ide, pikiran, dan gagasan secara demokratis berdasarkan prinsip pembelajaran untuk orang dewasa.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">2)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Partisipatif melalui model diskusi kelompok terarah (<i>focus group discussion</i>). Pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif sehingga tercapai suasana demokratis dan kesetaraan sesuai dengan aspirasi masyarakat untuk mengatasi permasalahannya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">3)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Demokratis, keterbukaan dan bertanggungjawab.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">4)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pendekatan Sosio-Teknis dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, memperhatikan aspek soaial dan teknik yang sudah berlaku dan dilaksanakan masyarakat setempat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">5)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pendekatan Budaya setempat dan lingkungan. Dalam proses pendampingan perlu dipertimbangkan aspek lingkungan dan budaya setempat<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Fase </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pendampingan</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Melakukan pendampingan tidak bisa dilaksanakan secara instant, tetapi melalui sebuah proses (fase). Lebih lengkap fase-fase pendampingan tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2NJHNs1_6lijOirlgwVZZTOxUxS7qqGjNEmZoGR_JRa5JLF9FjB5rB9aV4GITgFA7GrmLdUkmBSpoa8tOOuYLbKE9o_s7H1J67qXawFpFrhwteBVF50DjI8-i89Iq2h4BGjYj2EHI6kM/s320/Tabel+2.jpg" /><link href="file:///C:%5CWINDOWS%5CTEMP%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CWINDOWS%5CTEMP%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CWINDOWS%5CTEMP%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link> <m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Wingdings;
panose-1:5 0 0 0 0 0 0 0 0 0;
mso-font-charset:2;
mso-generic-font-family:auto;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 268435456 0 0 -2147483648 0;}
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-hansi-font-family:Calibri;}
@page Section1
{size:8.5in 11.0in;
margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in;
mso-header-margin:.5in;
mso-footer-margin:.5in;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:275405149;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:66238842 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l0:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l1
{mso-list-id:754209736;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:1685255372 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l1:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l2
{mso-list-id:1716807367;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:1328868806 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l2:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l3
{mso-list-id:2141223526;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-505354328 67698693 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693;}
@list l3:level1
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:.75in;
text-indent:-.25in;
font-family:Wingdings;}
ol
{margin-bottom:0in;}
ul
{margin-bottom:0in;}
</style>
</m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />Ruslan (2006) menawarkan tahapan lain dalam pelaksanaan pendampingan. Tahapan tersebut adalah :<br />
<br />
<b>1) Pengenalan kebutuhan komunitas/jama’ah.</b><br />
Sebelum dilakukan pendampingan ditingkat jama’ah atau komunitas maka, harus terlebih dahulu dilakukan assessment kebutuhan kelompok. Assessment (pengenalan kebutuhan) komunitas diperlukan untuk mengetahui apa yang diperlukan oleh komunitas calon dampingan sehingga kegiatan yang dilakukan tidak sia-sia dan dapat memberi mamfaat bagi komunitas.<br />
<br />
<b>2) Rekruitmen Pendamping</b><br />
Untuk mencapai tujuan pendampingan, maka ketersediaan sumberdaya fasilitator yang memiliki pengetahuan, attitude dan keterampilan sangat penting artinya. Fasilitator pendamping merupakan mitra kerja kerja komunitas/jama’ah. Adapun syarat-syarat pendamping komunitas antara lain:<br />
a) Telah melalui perkaderan taruna melati II atau pelatihan fasilitator dan pendampingan Ikatan Pelajar Muhammadiyah.<br />
b) Memahami prinsip-prinsip dasar perjuangan dan falsafah gerakan Ikatan Pelajar Muhammadiyah.<br />
c) Memiliki pengalaman memfasilitasi perkaderan (formal dan non formal).<br />
d) Mempunyai komitmen dan dedikasi yang tinggi bagi pengembangan komunitas/jama’ah.<br />
<br />
<b>3) Coaching Pendamping.</b><br />
Perencanaan program pendamping merupakan reenergize dan orientasi untuk memberikan orientasi calon pendamping agar memahami situasi komunitas, mengidentifikasi, memberikan alternatif penyelesaian masalah yang dihadapi oleh komunitas. Materi coaching meliputi :<br />
a) Dinamika kelompok <br />
b) Visi dan Misi Program Pendampingan<br />
c) <i>Need Assessment</i> dan Kegiatan Pendampingan, atau <br />
d) Materi lain yang dibutuhkan.<br />
<br />
<b>4) Perencanaan Program Pendampingan</b><br />
Perencanaan program pendampingan merupakan satu tahapan penting yang berkaitan dengan cetak biru (blue print) pendampingan. Rencana program inilah yang menjadi pedoman/guide bagi pendamping dalam mengimplementasikan kegiatan-kegiatan ditingkat komunitas/jama’ah. Perencanaan bisa dilaksanakan dengan musyarawah melibatkan seluruh komponen yang berkaitan dengan kegiatan pendampingan. Misalnya: sekolah, IPM Cabang/Ranting, Fasilitator, dan calon peserta dampingan.<br />
<br />
<b>5) Pelaksanaan Pendampingan.</b><br />
Dalam melaksanakan pendampingan, tugas-tugas yang harus dicapai oleh pendamping dalam melaksanakan kegiatan pendampingan adalah:<br />
a) Mendorong motivasi dan partisipasi anggota jama’ah atau komunitas dalam pengembangan organisasinya.<br />
b) Menumbuhkan semangat perjuangan dakwah amar makruf nahi mungkar.<br />
c) Mendampingi komunitas/jama’ah/ranting dalam penyusunan program-program.<br />
d) Memfasilitasi pelaksanaan pelatihan kepada komunitas/jama’ah.<br />
<br />
<b>6) Indikator Keberhasilan Pendampingan.</b><br />
Indikator adalah alat ukur yang dapat menunjukkan perbandingan, kecenderungan atau perkembangan suatu hal yang menjadi pokok perhatian. Karena itu dalam pendampingan perlu disusun indicator baik kualitatif maupun kuantitatif sebagai capain-capain program. Sebagai contoh: tujuan memperkuat kelembagaan komunitas/jama’ah. Indikatornya sebagai berikut: (1) Konsolidasi struktur internal untuk pembenahan struktur komunitas/jama’ah/ranting, (2) Penerbitan dokumentasi kelompok, dan (3) Timbulnya peran tertentu yang menjadi panutan masyarakat pelajar Evaluasi dan monitoring sangat penting dilakukan dalam suatu program pendampingan dengan tujuan untuk melihat sejauh manakah kegiatan-kegiatan pendampingan tersebut, apa capaian-capaian atau apakah ada kemajuan atau tidak.<br />
<br />
<b>Penutup</b><br />
Sebagai catatan penutup saya ingin mengungkapkan bawah sebuah konsep tidak tidak akan pernah berhasil menjadi kenyataan manakala ia tidak dipraksiskan. Kiai Dahlan sering menyebut dengan istilah bahwa puncak dari beragama adalah amal. Artinya bagaimana pun canggih dan baiknya sebuah konsep pemikiran, toh sangat tergantung dari amalannya. Karena itu amalkan saja sambil didiskusikan. Mungkin ada yang kurang disana sini. Tapi itu bisa diperbaiki lewat sebuah proses refleksi kritis.<br />
Wa’Allahu A’lam.</span></div>
dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-28255376387293188592010-05-22T03:05:00.005+08:002010-05-22T22:54:38.540+08:00Anak Muda, Jangan Takut Bicara Politik<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJa9N14tBl6z7r0lc3CL01v5zRt-rI3SVRFzBAM72puyADTLC3_Ou-w9Kk1J7jwTjjXdpjJXtV0C6fsQGBNe00GGwdZnbnUBYvBnbF1GGdVVtnPR6y-psV-ofCroV85AC8BOi7dm0pXgM/s1600/kaum-muda.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="154" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJa9N14tBl6z7r0lc3CL01v5zRt-rI3SVRFzBAM72puyADTLC3_Ou-w9Kk1J7jwTjjXdpjJXtV0C6fsQGBNe00GGwdZnbnUBYvBnbF1GGdVVtnPR6y-psV-ofCroV85AC8BOi7dm0pXgM/s200/kaum-muda.jpg" width="200" /></a></div>Malam itu dalam sebuah show di stasiun televisi swasta, seorang pimpinan partai politik bicara mengenai dimensi politik. Bagi dia politik itu amat sangat luas maknanya. Jika seorang ibu rumah tangga misalnya, bicara mengenai harga BBM, minyak goreng yang langka, gas yang juga hilang di pasaran. Itu berarti bahwa ibu-ibu sedang bicara mengenai politik.<br />
<div class="fullpost"><br />
Selama ini terbangun opini di masyarakat bahwa politik itu busuk, menjijikan, oportunis dan penuh dengan ambisi. Opini itu terbangun karena perilaku politik para elit partai memang korup, busuk dan menjijikan. Lihatlah kasus-kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rata-rata mereka yang dihukum adalah para politisi.<br />
<br />
Dalam kondisi demikian, politik lalu memperoleh stigma buruk. Karena buruk, orang menjadi apatis dan masa bodoh dengan politik. Bahkan pada tingkatan tertentu terjadi protes yang dilakukan dengan tidak memilih alias golongan putih (Golput).<br />
<br />
<b>Pengertian Politik?<br />
</b>Padahal politik tidak sehina yang dituduhkan itu. Lantas apa pengertian politik dan bagaimana peran kaum muda (pelajar dan mahasiswa) dalam sebuah situasi politik yang menggelikan seperti diatas? Secara sederhana politik bisa di maknai sebagai proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.<br />
<br />
Jika pengertian diatas di tarik kepada kenyataan politik kita, memang agak kontras. Dunia politik di Indonesia masih berkutat pada bagaimana memperoleh kekuasaan dan bagi-bagi kekuasaan. Prosesnya belum sampai kepada bagaimana membuat keputusan politik yang berpihak kepada kepentingan umum. Padalah kepentingan masyarakat inilah yang menjadi inti dari demokratisasi dan partai politik menjadi instrumennya.<br />
<br />
Situasi politik yang masih buruk tidak menjadi alasan bagi kaum muda untuk mengambil peran. Sekecil apa pun peran itu. Kaum muda tidak boleh apatis dan putus harapan. Ia harus senantiasa merenda asa akan masa depan republik yang lebih baik. Dan itu hanya bisa diwujudkan lewat berbagai aktivitas sosial, ekonomi dan politik.<br />
<br />
Anak muda tidak boleh takut bicara politik. Sebab politik itu bisa baik manakala dikerjakan dengan ketulusan, semata-mata demi kepentingan orang banyak. Politik itu mencakup bagaimana menyusun mekanisme yang membuat masyarakat bisa mendapat akses dari penganggaran yang dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan legislatif. Atau banyak makna lain dari politik yang bisa digarap oleh anak muda. Dan anak muda harus terlibat banyak dalam peran itu.<br />
<br />
Apakah anak muda lantas harus menjadi anggota parlemen semua? Tidak. Menjadi anggota parlemen memang terbuka bagi semua warga negara. Tapi bukan berarti harus kesana semuanya. Sebab anggota parlemen amat terbatas jumlahnya.<br />
<br />
Karena jumlahnya terbatas, maka kaum muda harus berbagi peran. Ada yang mengambil peran ekonomi sebagai enterpreneur, profesional. Ada yang mengambil peran sebagai ulama atau tokoh agama. Ada yang berkiprah di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai peneliti dan perekayasa. Atau bidang-bidang lainnya yang amat terbuka.<br />
<br />
<b>Kesadaran Politik</b><br />
Agar akrab dan tidak apatis dengan politik, maka anak muda harus memiliki kedasaran politik. Kesadaran politik itu merupakan sikap kepekaan dan keterlibatan secara aktif dalam politik. Ini bisa diwujudkan lewat pengawasan dan monitoring pelaksanaan pemilu atau proses politik di lembaga legislatif (DPR/D).<br />
<br />
Sebab secara politik, kaum muda yang dalam pemilu disebut dengan pemilih pemula jumlahnya sangat signifikan. Kalau pada pemilu 2004 jumlahnya 34 %, maka pada pemilu tahun ini mencapai 40 % dari total pilih yang ada. Potensi politik ini harus dikelola oleh anak muda sendiri. Jangan biarkan artai politik mengacak-acak mereka dengan politisasi dan lalu memilih dengan kesadaran semu. Seperti misalnya karena diberikan uang.<br />
<br />
Kesadaran politik yang tinggi juga menjadi gambaran kualitas pemilu. Oleh karena itu, organisasi sosial dan kelompok kepentingan harus terlibat secara aktif dalam membangun kesadaran kritis pemilih pemula ini. Mereka harus digugah kesadarannya tentang pentingnya pemilu sebagai proses keterwakilan dan ekpresi politik pemilih. Karena itu jangan salah memilih, sebab akibatnya adalah korupsi, kerusakan dan moralitas. Sudah banyak cerita kesalahan, dan akibatnya selalu ditimpakan kepada rakyat kecil. Karena itu pilihlah yang terbaik.</div><br />
Tulisan ini pernah dimuat di majalah "Kuntum" tahun 2009dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-48087448238081188282010-05-22T03:03:00.006+08:002010-05-22T23:05:16.063+08:00Fir’aun dan Asas Tunggal Pragmatisme<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihP-HdVHzVVKsRfZ3cASllKk0eaefnoBPHepxnLu-HkV_T-iCALLVnt1BSrsX6joct7ppu2gV7xDRRle3KZKDsMVHn4QVYJJyh4r4mSi0iPVSd-LWYmGyFSRPF-bB27Ckw0lMNKP6C2Gk/s1600/firaun.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihP-HdVHzVVKsRfZ3cASllKk0eaefnoBPHepxnLu-HkV_T-iCALLVnt1BSrsX6joct7ppu2gV7xDRRle3KZKDsMVHn4QVYJJyh4r4mSi0iPVSd-LWYmGyFSRPF-bB27Ckw0lMNKP6C2Gk/s200/firaun.jpg" width="191" /></a></div>Tulisan Haris Baginda tribun, (12/01) bertajuk “Langkah PKS Menempatkan Soeharto Sebagai Guru Bangsa” cukup mengusik nalar saya. Kesimpulan sekaligus vonis terhadap Jurdi dengan kekerdilan pustaka dan refrensinya merupakan vonis yang amat jauh dari substansi tulisan. Kesimpulan tersebut lebih tepat disebut argumentum ad Hominem. Yaitu cara berargumentasi yang keliru dimana orang yang mengemukakan argumentasi yang diserang bukannya argumen atau ide itu sendiri. <br />
<div class="fullpost"><br />
Sebagai cendekiawan muslim (ICMI dan KAHMI), bung Haris mestinya membaca secara utuh tulisan Jurdi. Dari pembacaan utuh itulah akan ditarik pokok ide kemudian dilakukan kritik terhadap ide itu. Bukan menyerang orangnya untuk membuat kesimpulan. Ini amat menggelikan dalam sebuah tradisi ilmiah. <br />
<br />
Analogi yang dilakukan Jurdi dengan mencoba mengangkat sifat dan karakteristik kepemimpinan Fir’aun seperti fasis, tamak, penindas, despotik, gila kuasa, refresif dan pada tingkat tertentu mengaku sebagai Tuhan lalu ditarik ke konteks rezim Soeharto pada beberapa level memang sama. Itu memerlukan kajian literatur yang memadai. Dan Jurdi mampu mengangkat itu dengan baik kemudian menganalogikannya dengan konteks Soeharto.<br />
<br />
Semua orang tahu, bagaimana rezim Soeharto melakukan kekerasan. Menghilangkan nyawa ribuan orang dengan sejumlah operasi militernya. Kita mungkin masih ingat bagaimana kasus Tanjung Priok, Malari, Kuda Tuli, Kedung Ombo, Aceh, Talangsari dan sejumlah pelanggaran hak asasi manusia baik berat atau ringan. Mereka dibantai oleh rezim atas nama pancasila dan stabilitas keamanan bagi pembangunan.<br />
<br />
Simbol Fir’aun sebagai penindas dalam konteks itu sama dan sebangun dengan Soeharto di zamannya. Mari kita lihat bagaimana Tuhan menggambarkannya dalam Al Qur’an “Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan (QS Al Qashas [23]:4)”.<br />
<br />
Semua orang tahu kekejaman Fir’aun. Bayi-bayi dibunuh, yang berani menentang sudah pasti diberangus. Tidak hanya kejam, Fir’aun juga dengan pongah mengaku sebagai Tuhan. Sama tahunya orang Indonesia, bagaimana kejamnya rezim Soeharto yang membantai anak-anak manusia yang tak berdosa. Bedanya, Soeharto belum mengaku Tuhan sedang Fir’aun mengaku sebagai penguasa langit dan bumi yang harus di sembah. Dengan bahasa yang sama Syahrur menulis dalam Dirasat Islamiyyah Mu'ashirah fi ad-Daulah wa al-Mujtama' (1994) bahwa Fir'aun, Haman, dan Qarun merupakan simbol tirani dalam ranah politik, agama, dan sosial-ekonomi. <br />
<br />
<br />
<b>Fir’aun, Haman, dan Qarun</b><br />
Di dalam Al Qur’an Fir’aun, Haman, dan Qarun selalu di sebut bersamaan, misalnya di Al Ankabut ayat 39-40, disana Tuhan menjelaskan mengenai ajakan Nabi Musa kepada trio mesir kuno itu. Karena tidak mau mengakui kebenaran ajaran yang dibawakan oleh Musa, maka Tuhan menimpakan kepada mereka siksaan yang setimpal. Lalu apa pelajaran yang bisa dimaknai dari ayat tersebut?<br />
<br />
Pertama, Fir’aun sebagai manusia, memang telah meninggal. Ia meninggal dalam di laut merah dalam pertarungan kuasa. Tapi sebagai simbol penindas, despotik, dan represif Fir’an tidak pernah mati. Ia selalu ada dan mewujud seperti Soeharto, Marcos, Syah Reza Pahlevi, George W. Bush, Hitler dan sejumlah penguasa tiran lainnya.<br />
<br />
Kedua, Qarun adalah gelar bagi orang yang suka memonopoli kekayaan, namun tidak memperhatikan kaum lemah, miskin, dan tertindas. Manifestasi Qarun sebagai simbol konglomerat hitam akan senantiasa hadir dalam semesta kefanaan ini. Qarun merupakan konglomerat yang kikir dan menindas kaum lemah. Ia hanya berfikir untuk kepentingan lingkarannya saja. Ia bersekutu dengan penguasa yang pongah. Rente ekonomi model Qarun akan senantiasa mewujud dalam bentuk yang lebih kontekstual dan setiap saat bisa mengangkangi orang kecil yang miskin.<br />
<br />
Ketiga, Haman ialah seorang ilmuwan, teknokrat, dan arsitek istana kerajaan Fir 'aun. Dalam Al Qur’an, Haman disimbolkan sebagai intelektual yang melacurkan ilmunya demi penguasa tirani. Haman sangat setia terhadap Fir’aun sehingga setiap apa yang dititahkan sang raja, ia tak kuasa menolaknya. Sehingga apa pun dilakukan oleh Haman. Tak peduli apakah melabrak tata krama ilmiah dan kebenaran. Ini kita bisa lihat bagaimana para intelektual yang bersepakat mendukung kenaikan harga BBM yang menyengsarakan rakyat pada tahun 2005 lalu.<br />
<br />
Dalam konteks demokrasi di Indonesia, maka totalitarianisme, konglomerat hitam dan intelektual semacam Haman amat membahayakan demokrasi. Sebab bisa saja, perangkat aparatus negara beserta sistemnya mereka kuasai. Jika itu dikuasai, maka sempurnalah rusaknya demokrasi. Demokrasi akan dijalankan secara prosedural saja, sementara substansinya hilang. Itu berarti bahwa demokrasi hanya menunggu ajalnya.<br />
<br />
<b>Asas Tunggal Pragmatisme</b><br />
Pemilu tahun 2009 menjadi pertaruhan yang amat menentukan bagi kemajuan demokrasi Indonesia. Apakah akan menuai perubahan atau hanya sekedar kontinuitas. Sementara harapan masyarakat begitu besar bagi hadirnya kejujuran, keadilan, dan harmoni di negeri ini.<br />
<br />
Partai politik sebagai instrumen demokrasi pun gagal menjembatani harapan publik. Wajar saja, jika dalam beberapa pemilihan kepala daerah tingkat golput mencapai 30-40%. Masyarakat tidak memiliki trust kepada partai politik disebabkan perilaku elitnya yang menjengkelkan. Saat ini masyarakat serba bingung. Sebab tidak lagi dapat dibedakan antara partai dakwah, nasionalis, berbasis agama dan berhaluan kiri sekali pun.<br />
<br />
Telah terjadi deidoelogisasi yang amat memprihatinkan. Kalau di tahun 60-an, kita dengan jelas bisa membedakan, mana Masyumi, PKI dan PNI. Saat ini begitu sulitnya memahami platform partai yang serba tidak jelas itu. Apalagi jumlah peserta pemilu tahun 2009 nanti jumlahnya 43 kontestan yang akan semakin membuat pusing kepala pemilih.<br />
<br />
Menurut Firmansyah (2008) masyarakat butuh penanda yang mereka bisa menentukan partai politik mana yang akan mereka pihaki. Penanda itu tidak hanya bersifat sementara dan sektorial, melaingkan holistik dan melingkupi identitas politik secara keseluruhan, termasuk perilaku politik elitnya. Dan penanda yang sangat berguna dalam politik adalah ideologi, karena sifatnya yang holistik dan tidak parsial.<br />
<br />
Karena ketak jelasan ideologi inilah, maka berujung pada pragmatisme politik. Kita bisa melihat dalam beberapa kasus. Misalnya kenaikan harga BBM, lahirnya undang-undang penanaman modal dan BHMN. Dalam kasus UU penanaman modal, tak satu pun partai politik yang menolak UU ini, termasuk yang mengklaim partai dakwah dan oposisi. Mulusnya UU ini hamper pasti karena fulusnya lancar dan bagi-baginya adil. Sehingga tidak terjadi seperti pembuatan UU perbankan yang menyeret sejumlah anggota DPR dan pejabat Bank Indonesia.<br />
<br />
Dan kini, semakin dekat ke pemilu 2009, berbagai cara pun dilakukan oleh partai politik untuk meraup suara. Harga BBM (bensin) yang semestinya mencapai kisaran Rp. 3500/liter sesuai standar harga internasional tidak luput di politisasi dengan cara mencicil penurunannya. Tokoh-tokoh pahlawan nasional dan Soeharto pun tak luput dari politisasi. Bahkan yang paling mengerikan adalah mempolitisasi kesengsaraan rakyat Palestina dengan rapat-rapat terbuka. Kita mungkin masih ingat, bagaimana Habibie di jual menjelang pemilu legislatif tahun 2004. Jadi untuk apalagi kalau bukan untuk kepentingan pendek, 2009. Kepentingan pragmatis sesaat. Wa Allah A’lam Bisshawab. </div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-10706241574705505692010-05-22T03:00:00.005+08:002010-05-22T23:12:17.834+08:00Politisi Bermasalah, Mundur Sajalah!<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhtWHGWUP5zhTr1AITwt8r74i1svxqzvrjnbl37k2dBYW9S28RN0ydiUdiEPX1FtomIjJpZbYpjRRcUMZm8WEMeCeF18HxZmZl6TgagV_WeCkac-y80EV_4Aj40RRoWSSriJHuzIQKRuY/s1600/korupsi.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="135" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhtWHGWUP5zhTr1AITwt8r74i1svxqzvrjnbl37k2dBYW9S28RN0ydiUdiEPX1FtomIjJpZbYpjRRcUMZm8WEMeCeF18HxZmZl6TgagV_WeCkac-y80EV_4Aj40RRoWSSriJHuzIQKRuY/s200/korupsi.jpg" width="200" /></a></div>Panas, erotis, dan penuh persentuhan kepentingan rupanya menjadi tanda semakin maraknya pemilu 2004. Berbagai macam proses politik sudah dilewati satu demi satu walaupun disana-sini menyisakan riak-riak sebagai bumbu dan seninya berpolitik. Atmosfir dan suhu politik bergerak meningkat, konspirasi dan konsolidasi dilakukan dimana-mana demi sebuah gelar the champion. <br />
<div class="fullpost"><br />
Ditengah riuhnya proses-proses politik tersebut nampaknya ada yang tidak kala menarik untuk diapresiasi adalah gerakan mahasiswa (IMM, PMKRI, PMII, KAMMI, GMNI, KMHDI, dan HIKMABUDHI) dan organisasi non pemerintah (NGO) yang menentang politisi bermasalah alias politisi busuk. Gerakan ini menurut hemat penulis perlu diaplous dan disambut dengan meriah bagi komponen yang masih memiliki nurani kebangsaan, mengingat kondisi kebangsaan kita saat ini yang berada pada posisi transisi. Transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi, dari tradisional ke modern dan post modernisme sekaligus.<br />
<br />
Transisi bisa diibaratkan sebagai seorang yang berjalan diatas titian yang bergoyang. Setiap langkah akan menimbulkan goyangan-goyangan yang akan menimbulkan ketidakstabilan yang akan menggoyang demokrasi, atau bahkan akan mengembalikan ke rezim lama, atau masyarakat tetap berada dalam krisis. Masa transisi memang tidak berujung. Semua masyarakat, bangsa, dan negara harus selalu berada pada masa transisi menuju demokrasi. Sebab sangat berbahaya bila orang beranggapan bahwa demokrasi telah terjadi, sebab pada saat itu kerja akan terhenti. Demokrasi biarkan tetap dalam tataran ide, tetapi usaha transisional menuju kearahnya tak boleh berhenti. Kita harus terus berada pada masa transisi menuju demokrasi.<br />
Pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa ternyata tidak mudah menjalani fase pasca-otoritarianisme (Eep Saifulloh Fatah, 1999). Salah satu ancaman yang menjadi persoalan besar bangsa ini adalah praktek-praktek politik kotor yang penuh dengan syahwat kuasa, oportunis, dan pragmatis. Yang ada di batok kepala mereka (politisi) hanya kuasa, kuasa, dan kuasa. Persoalan perilaku elit politik ini, memang perlu dielaborasi bersama sebab “politik” memegang peranan utama dan signifikan dalam perubahan struktural bernegara kita.<br />
<br />
Perilaku para aktor itu memang cukup rumit untuk dijelaskan secara gamblang oleh teori dan pakar politik dari aliran dan varian pemikiran manapun. Sebab menyoal perilaku berarti kita akan bicara soal tingkah laku yang memang cukup rumit untuk dibaca. Hanya saja dengan perkembang-perkembangan pemikiran manusia maka, salah satu pendekatan yang mesti kita gunakan dalam melihat persoalan ini adalah bagaimana kita mengungkap perilaku para elit itu dengan melihat pada sisi morfologis, yaitu bentuk-bentuk yang dapat diindra dan nampak kepermukaan sebagai sebuah bahan kajian.<br />
<br />
Munculnya gerakan anti politisi bermasalah alias politisi busuk, itu berawal ketika riuh gemuruhnya partai politik mendaftarkan calon anggota legislatifnya ke komisi pemilihan umum (KPU). Dimulai dengan orarasi yang dilakukan oleh beberapa LSM atau non goverment organization (NGO) di monumen pancasila Jakarta juga ikut dihadiri oleh tokoh diantaranya Cak Nur, Anhar Gonggong, dll. Tidak berselang lama gerakan mahasiswa pun menyahuti kokokan NGO itu dengan mendeklarasikan sebuah manifesto perjuangan yang disebut dengan Manifesto Politik Mahasiswa Indonesia (MPMI). Ikut pula ormas semacam PP Pemuda Muhammadiyah yang menyambutnya dalam dentuman yang lain dengan mendirikan posko pelaporan politisi bermasalah alias politisi busuk. Ritme gerakan ini kemudian membahana dan menggetarkan jagad politik nasional. Ditambah lagi peran dinamis media dengan semangat reformisnya ikut memberi warna gerakan ini, maka jadilah dia wacana publik yang menggoda.<br />
<br />
Prokontra, protes, dan polemik pun muncul baik yang dilakukan oleh pengamat, pakar, politisi, dan masyarakat luas tentang gerakan anti politisi bermasalah tersebut. Perdebatannya sekitar pada; apakah gerakan ini adalah sebuah gerakan moral? Atau hanyalah gerakan politik sesaat (untuk 2004 saja) yang bertujuan untuk mengganjal politisi tertentu untuk tidak berkantor lagi di Senayan! Kalau itu yang menjadi spiritnya maka, gerakan ini tidak akan lama dan lalu akan “melacurkan diri” dengan jalannya sang waktu. Akan tetapi kalau itu adalah gerakan moral yang mencoba mendongkrak rill politik kita dari kubangan kotor selama ini maka, inilah yang saya katakan perlu diaplous.<br />
<br />
Persoalannya adalah kalau gerakan moral anti politisi bermasalah ini tidak dilakukan sekarang maka, bisa dipastikan bahwa perubahan-perubahan sebagaimana cita-cita reformasi yang banyak diperjangkan oleh mahasiswa, NGO, dan cendekiawan akan kandas lagi. Sebab negeri ini sudah terlalu sakit. Bangsa Indonesia ini berada diambang kehancuran atau dalam bahasa Qur’annya dikatakan ala syafaa hufratin min al-nar...dan perlu penyelamatan karena negeri ini emergency dan sudah koma. Berbagai macam musibah menimpa baik didarat, laut, dan udara. Memang tidak salah jika ibu pertiwi menangis melihat anak-anak bangsa berkelahi memperebutkan senayang.<br />
Penyebab itu semua diatas ada dua hal utama yaitu; (1) Perilaku elit politik dengan perangai yang sangat rakus. Dengan ciri utamanya adalah massive coruption maka, jadilah gedung parlemen sebagai centre of coruption dan tempat untuk membagi-bagi proyek, (2) Kepemimpinan nasional kita yang kolaps alias lemah syawat, tidak tegar. Para pemimpin negeri ini hanya tegar dalam menjual harta negara dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh rakyat yaitu privatisasi. Karena itu kita perlu retas itu semua dengan upaya-upaya yang manusiawi dan tidak gegabah. Disinilah pentingnya untuk memahami terma atau pengertian tentang politisi bermasalah itu. Sebab hal ini sangat sensitif dan kalau tidak dilakukan dengan hati-hati dapat berimplikasi luas pada pencemaran nama baik orang lain. Ini penting dilakukan juga untuk sebagai parameter untuk mengukur siapa-siapa yang bisa kita kategorikan politisi bermasalah.<br />
<br />
Menurut A. Syafii Maarif (2004) yang disampaikan pada Republika (05/01/04) “politisi bermasalah ialah politisi yang memiliki sejumlah masalah seperti melakukan pemalsuan atau penipuan ijazah, identitas, seorang avoutorir atau terlibat banyak korupsi.” Sedangkan versi MPMI dalam siaran persnya mengatakan bahwa “politis bermasalah adalah mereka yang terlibat kasus kolusi, korupsi, dan nepotisme, pelecehan seksual, pengrusakan lingkungan, pelanggar hak asasi manusia (HAM).<br />
<br />
Dari dua pandangan tersebut maka dapat diajukan beberapa kriteria bahwa sorang politisi dikatan bermasalah apabila : (1) terlibat kasus KKN, termasuk mereka yang menjarah dan penjual harta rakyat, (2) pelanggar HAM alias praktek premanisme politik, (3) pecandu narkotik, (4) terlibat perbuatan asusila, dan (5) para parusak lingkungan yang mengeruk tanah rakyat, hutan dan menjualnya keluar negeri. Praktek-praktek tersbut telah menjadi wabah endemik yang menjangkiti para elit, baik mereka yang mengklaim diri reformis tak berdosa, apatah lagi memang mereka yang tidak menghendaki terjadinya perubahan ditubuh bangsa besar ini.<br />
<br />
Dalam orasinya pada launching gerakan anti politisi bermasalah Ahmad Syafii Maarif mengatakan bahwa tujuan gerakan anti politisi bermasalah ini adalah bagaimana membangkitkan nurani rakyat yang kini terasa tumpul. Sebab masyarakat kita memang belum terbiasa oleh tradisi lapor-melapor. Masyarakat Indonesia masih dalam tradisi feodalistik dan patrimonial sehingga melahirkan pola hubungan sosial yang serba vertikal-top down dan manunggu perintah dari yang “mulia.” Hal inilah yang membuat jarak antara pemimpin dengan masyarakatnya. Akibatnya adalah terjadinya berbagai keanehan dan kejanggalan dalam perilaku para aktor atau elit. Kalau demikian masalahnya maka bayangan masyarakat demokratis atau terwujudnya civil society sebagaimana kita harapkan mustahil terwujud.<br />
<br />
<b>Pentingnya Etika Politik<br />
</b>Dalam daur politik semacam diatas maka, etika politik perlu untuk dikedepangkan. Karena etika politik akan memberikan pertanyaan atau penjelasan teoritis mengenai legitimasi, orientasi, dan landasan normatif sebuah perilaku atau tindakan seorang politisi. Menurut Franz Magnis Suseno (1991)—Guru besar filsafat STF Driyarkara Jakarta—bahwa “etika politik adalah perangkat pertanyaan-pertanyaan kritis atau pertanyaan filosofis sehingga tidak bisa memberikan keharusan-keharusan (das Sollen) bagi seorang politisi dalam setiap praktek politiknya. Etika politik tidak menyediakan tata tertib atau panduan berpolitik, melaingkan berkepentingan untuk memeriksa dan membongkar kesadaran semu seorang dalam berpolitik. Etika politik akan mengajukan berbagai pertanyaan kritis tentang pilihan sikap dan tindakan politik seseorang dan bagaimana pilihan sikap dan tindakan politik itu memperoleh legitimasi yang rasional dan obyektif, tanpa prasangka, emosi, dan alasan apriori.”<br />
<br />
Dalam masyarakat yang sedang berada pada perubahan politik, sosial, dan ekonomi dimana proses-proses politik yang dilakukan menunjukkan ketidak bermoralan atau praktek politik yang bermasalah-busuk maka, sungguh lahirnya masyarakat dari golongan manapun untuk bersuara atas nama moral sangat didambakan. Sebab jika tidak, maka harapan perubahan Indonesia kepada yang lebih baik akan sirna. Sebab perilaku-perilaku yang secara kasat mata (sebut saja KKN, Narkoba, penjarahan harta rakyat atas nama privatisasi, dll) dan berada dipelupuk mata kita tidak direspon dengan sikap apapun, maka pada saat itu jadilah masyarakat meminjam istilahnya Poulo Freire sebagai “kebudayaan bisu” yaitu suatu kondisi kultural dimana ciri utamanya yaitu ketidakberdayaan dan ketakutan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan sendiri sehingga “diam” dianggap sesuatu yang sakral, sikap sopan, dan harus ditaati.<br />
<br />
<b>Mundur; Langkah Sadar Diri<br />
</b>Gerakan anti politisi bermasalah yang dilakukan oleh elemen mahasiswa dan NGO memang sudah selayaknya terjadi. Karena kampanye semacam itu merupakan bagian dari ciri demokratisasi. Sehingga kepada para politisi yang merasa memiliki kriteria sebagaimana dimaksudkan diatas maka, barangkali bisa sadar diri dan secara legowo mundur dari pencalonan anggota legislatif sebagai pertanggungjawaban moral atas nama masa depan bangsa.<br />
<br />
Dipenghujung tulisan ini saya ingin mengutipkan pernyataan A. Syafii Maarif dalam kolom resonansinya di harian Republika (6/1/04) bahwa “kita sudah punya Forum Rektor, Gerakan lintas agama, Forum Muhammadiyah-NU, Gerakan Mahasiswa pemantau pemilu, NGO, dan banyak yang lain. Semua kekuatan itu barangkali perlu duduk bersama menyusun lengkah yang sama untuk kemudian bersuara: bebaskan pemilu 2004 dari para koruptor dan politisi yang tidak bertanggungjawab. Wallahu a’lam bissawab</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-10238192402350936922010-05-20T01:39:00.003+08:002010-05-22T23:12:58.465+08:00Tembakau dan Kepentingan Korporasi Internasional<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhidlYF-FVt0NVX41y2diXKimmwr69WvvQl4ldEb6Y6Qf-bTRWt_imZKUMq2qv5sewq8TQsfKncVHj4XWW3Zv9DWMt57IA6-WGSIQTopHd_e9i-p6ISpWSCaMdUroJLDIyH0A4O4ZmHoCc/s1600/farmasi.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="164" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhidlYF-FVt0NVX41y2diXKimmwr69WvvQl4ldEb6Y6Qf-bTRWt_imZKUMq2qv5sewq8TQsfKncVHj4XWW3Zv9DWMt57IA6-WGSIQTopHd_e9i-p6ISpWSCaMdUroJLDIyH0A4O4ZmHoCc/s200/farmasi.jpg" width="200" /></a></div>Masih segar dalam ingatan kita semua, ketika Amerika Serikat mengagresi Irak tahun 2002/2003 lalu hadir isu Severe Acute Respiratory Sindrome (SARS). Isu ini secara langsung melahirkan ketegangan negara-negara di Asia Pasifik. Tapi seperti juga kehadirannya yang tak permisi. Ia pun permisi pergi entah kemana isu itu. Tak bertahan lama seperti isu flu burung yang meluluh lantakkan peternakan domestik (Indonesia).<br />
<div class="fullpost"><br />
<br />
Isu SARS berhasil dengan baik di komunikasikan sebagai isu-isu kesehatan dan keamanan bagi negara-negara di Asia Pasifik. Lahir ketegangan antar negara; seperti Thailand dan Taiwan; demikian juga China mengalami gejolak politik bahkan menimbulkan perseteruan-perseteruan baik dalam dan luar negeri. Di dalam negeri, pemerintah China mengalami tantangan terhadap legitimasi politiknya karena dianggap tidak memberikan informasi yang terbuka mengenai wabah penyakit SARS yang berjangkit di wilayahnya (Alexandra, 2003). Sementara di luar, tarulah misalnya di Toronto, Kanada karena adanya anggapan bahwa banyak etnis Cina tersebut merupakan carrier virus SARS karena mereka sering bepergian ke wilayah-wilayah yang dijangkiti penyakit SARS.<br />
<br />
Secara ekonomi, China amat susah dipengaruhi atau didikte, sehingga lewat cara-cara seperti itulah penguasa internasional menanamkan pengaruhnya ke Asia Pasifik, tentu yang penen adalah koorporasi farmasi internasional. Lewat isu itu bisa memproduksi obat-obatan untuk mengobati SARS. Siapa sich yang menguasai pasar farmasi Internasional?<br />
<br />
Pada penghujung 1970-an, 20 besar perusahaan besar farmasi hanya menghasilkan 5 persen penjualan obat global. Menyusul gelombang besar-besaran marger, 20 besar itu mengontrol lebih dari 75 persen pada tahun 2002. 10 besar perusahaan saja sudah mengontrol 57 persen daro $352 miliar pasar obat global (lihat top Pharmaceutical firms).<br />
<br />
Dalam kasus flu burung, modus yang hampir sama juga dipakai untuk (1) menyerang perusahaan-perusahaan peternakan domestik, dan (2) memainkan menopoli faksin lewat kekuatan-kekuatan loby jaringan ini. Secara opini publik, masyarakat di kooptasi dengan berbagai penggiringan opini yang sangat menyesatkan. Jadilah kita (Indonesia) budak bagi tuan-tuan besar yang menyediakan dana besar untuk menghalau apa yang disebut dengan flu burung yang tak pernah jelas itu. Kekuatan loby mereka membuat pemerintah menyediakan apa pun yang dimaui oleh sang tuan. Yang terpukul ialah peternak domestik. Indonesia tetap buntung, dan yang meraup untung tetap koorporasi Internasional lewat lembaga-lembaga Internasional itu.<br />
<br />
Menurut laporan GRAIN, bahwa flu burung telah digunakan untuk meningkatkan kepentingan korporasi yang berkuasa, menempatkan kehidupan dan kesehatan jutaan orang dalam bahaya. Saat ini, lebih dari sebelumnya, agribisnis menggunakan bencana untuk mengkonsolidasi rantai makanan peternakan-ke-pabrik-ke-supermarket sebagai kompetisi skala kecilnya merupakan kejahatan, sedangkan perusahaan- perusahaan farmasi menambang misi yang diinvestasikan dalam data dasar global dari sampel-sampel flu untuk memperoleh keuntungan dari pasar-pasar vaksin yang putus asa dan menawan. Dua badan PBB – FAO dan WHO – tetap merupakan inti dari laporan ini, menggunakan ketinggian status,dan akses internasional mereka kepada pemerintah, dan mengendalikan aliran dana donor untuk keuntungan agenda korporasi (http://www.grain.org/m/?id=117).<br />
<br />
Ada orang-orang yang menyadari bekerjanya jaringan ini. Tapi ia tak berdaya melawan negaranya sendiri yang berkomplot dengan jaringan loby tingkat tinggi ini. Seorang perempuan anak bangsa, dokter lulusan gadjah mada, kampus desa itu. Ia tak boleh lagi jadi menteri. Ia terlalu kritis mungkin. Sudahlah, anda jadi penasehat saja yang tak punya kebijakan apa-apa.<br />
<br />
Setelah diributkan dengan isu flu burung, kini hadir isu penting lain yang disponsori oleh donator AS berdarah Yahudi, Michael Rubens Bloomberg. Tidak tanggung-tanggung ia menggelontorkan dana hibah total USD4,2 juta (Rp39 miliar) untuk mendukung kampanye antirokok lewat bendera Bloomberg Initiative (BI).<br />
<br />
Lalu agenda setting apa yang ada dibalik penggelontoran dana besar itu? Riset Wanda Hamilton (2002) berjudul Big Drug’s Nicotine War. Hamilton menyebut “Koneksi yang tidak terbantahkan antara propaganda anti merokok dengan industri farmasi.” Jika seluruh skenario berjalan lancar uang sebesar itu tidak ada artinya. Pengorbanan itu akan BEP (kembali modal) dalam perhitungan yang tidak lama.<br />
<br />
Masih menurut Hamilton, propaganda anti rokok merupakan bagian dari marketing industri farmasi. Targetnya jelas orang berhenti merokok. Dan untuk berhenti merokok diperlukan terapi dan obat-obat yang dapat membantu atau alternatif lain yang disebut “smoking cessation and treatment services,” produk industri farmasi, seperti: nicorette, nicotinell, zyban (anti smoking pill), nicotine replacement therapy (NRT) gum and patch, glaxosmithkline, nicorette orange gum, clear nicoderm patch (http://lhasamahameru.wordpress.com/2010/04/25/mega-proyek-antirokok/).<br />
<br />
Jadi bukan apa-apa, dibalik semua pertarungan yang kasat mata itu, ada kepentingan yang bersifat bisnis (ekonomi) didalamnya. Kepentingan perdagangan obat-obat Nicotine Replacement Therapy (NRT). Pada titik ini sesungguhnya kaum agamawan dan kita semua harus peka terhadap setiap gejala yang hadir kepermukaan. Karena dibalik gejala itu, ada struktur yang bermain (koorporasi global).</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-79612334016921951842010-03-18T09:50:00.003+08:002010-05-20T01:35:53.002+08:00Hamka dan Intelektual OrganikMembicarakan Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) menjadi topik yang menarik. Tidak saja dalam hubungannya dengan dia sebagai seorang ulama. Tetapi luasnya kajian dan aktivitas tokoh Minangkabau ini. Sehingga teramat sulit bagi kita untuk mempersonifikasi dia sebagai sosok tunggal ke-ulamaannya. Jangan-jangan dengan mempersonifikasi pendiri panji masyarakat ini pada satu sosok, maka kapasitasnya yang begitu luas dan dalam bisa tereduksi.<br /><br />Hamka lahir 17 Februari 1908 di Maninjau, Sumatra Barat. Suatu wilayah yang dikenal dengan tradisi Islam yang kuat. Sakin kuatnya tradisi Islam di bumi Andalas itu, maka tidak mengherankan jika dikenal somboyan “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (Adat bersendikan syariah, syariah bersendikan kitab suci Al-Qur’an)”. Somboyan tersebut merupakan pepatah ideologis yang menggambarkan bagaimana persentuhan antara kebudayaan Minangkabau yang dipengaruhi oleh Islam.<br /><br />Tumbuh dalam tradisi keagamaan yang kuat, turut membentuk bagaimana watak dan karakter seorang Hamka. Apalagi ayahnya Abdul Karim Amrullah merupakan pelopor pembaharuan Islam di Minangkabau, mendirikan Perguruan Islam Sumatera Thawalib di Padang Panjang, Hamka pun belajar di sana sembari belajar agama dari Syekh Ibrahim Musa, Parabek.<br /><br />Gerak nalarnya menjadi pemicu yang kuat bagi Hamka untuk belajar ilmu pengetahuan secara otodidak seputar Islam, ilmu filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik Islam maupun Barat. Dari aktifitas intelektualnya itulah dia menyusun karya-karya yang demikian banyak, juga dengan ragam tema bahasan. Ada kurang lebih 118 karya baik dalam buku atau pun tulisan-tulisan pendek yang tersebar diberbagai media. Diantara karya-karya monumentalnya adalah tafsir Al Azhar (5 jilid), novel tenggelamnya kapal van der wijck, di bawah naungan ka’abah dan merantau ke deli.<br /><span style="font-weight:bold;"><br />Intelektual Organik</span><br />Penguasaan ilmu alat yang bagus, seperti bahasa membuat Hamka begitu leluasa membaca karya-karya banyak intelektual ternama. Dengan ilmu bahasa itulah dia dapat mengakses karya tulis Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Toh, Hamka tak mengurangi berdiskusi dengan tokoh Indonesia, misalnya, HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo.<br /><br />Disamping berkenalan dengan dunia intelektual, Hamka juga turut secara aktif bergiat pada wilayah aksi. Dengan usia yang sangat belia, 17 tahun Hamka sudah aktif di Syarikat Islam (SI). SI merupakan organisasi politik yang didirikan oleh HOS Cokroaminoto sebagai wadah perjuangan bagi masyarakat Islam Indonesia melawan imperialisme dan kolonialisme yang menancapkan kukunya di nusantara. Pembacaannya yang dalam tentang nilai-nilai Islam yang berkaitan dengan keadilan, mendorong kesadaran Hamka untuk membangun kekuatan melawan imperialisme. Keterlibatannya dalam politik mengantar Hamka menjadi anggota konstituante pada tahun 1955 dari Masyumi.<br /><br />Sejak muda pula, di usia 20 tahun Hamka sudah menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah. Sebuah organisasi Islam, dakwah amar makruf nahyi mungkar yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Yogyakarta dengan tujuan menciptakan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Kalau sedikit direfleksikan dengan kondisi saat ini, maka betapa majunya ketika itu Muhammadiyah. Saat ini dengan kondisi Muhammadiyah saya yakin tidak ada Ketua Cabang Muhammadiyah yang umurnya 20 tahun. Aktifitasnya di persyarikatan Muhammadiyah menjadikan dia harus berpindah dari satu tempat ketempat lainnya dalam rangka menegakkan dakwah Islamiyah. Hamka pernah pula menjadi konsul Muhammadiyah pada tahun 1930-an di Makassar. Kontribusi Hamka bagi peryarikatan Muhammadiyah sangatlah berarti bagi perkembangan gerak lembaga tersebut.<br /><br />Itulah mengapa sosok Hamka begitu sangat luas. Menggalinya bak lautan yang maha luas. Aktivitas intelektualnya, ke-ulamaannya, pujangga dan sebagai aktivis (praksis) sekaligus menjadikan Hamka bisa disebut sebagai intelektual organik. Itulah istilah yang mungkin bisa menggambarkan sosoknya yang begitu sangat fenomenal. Intelektual organik sendiri diperkenalkan oleh seorang intelektual haluan kiri, Antonio Gramchi ().<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Belajar pada Hamka</span><br />Gambaran sosok Hamka yang demikian paripurna adalah cerminan untuk semua manusia. Kita bisa belajar banyak hal dari ulama yang satu ini. Pencarian intelektualnya adalah refleksi betapa ia sangat haus akan ilmu pengetahuan. Lihatlah pernyataannya : “Ketika buku yang saya baca baru lima buah, saya cepat sekali menyimpulkan satu hal mengenai agama dan emosi, tapi ketika buku yang saya baca sudah lima puluh, saya menjadi lebih paham, dan tidak merasa perlu bersikap seperti itu,”<br /><br />Kehidupan Hamka adalah bentangan teks yang harus dibaca oleh semua pembelajar. Kepada para penggiat Islam (ulama dan intelektual Islam), belajarlah pada kearifan Hamka. Bacalah sebanyak mungkin buku, kitab baik yang gundul atau pun yang gondrong. Agar timbangan yang dibuat proporsional, sehingga tidak mudah untuk memfonis satu komunitas hanya karena berbeda pandangan atau perspektif. Hamka mengajarkan kita belajar yang mendalam.<br /><br />Sebagai aktivis dan ulama, Hamka sangat aktraktif dalam mendakwahkan Islam. Dia tidak monolitik dengan cara-cara yang konvensional. Berbagai media dia gunakan untuk menyampaikan pesan-pesan ke arifan Islam. Hal ini bisa dilihat dari karya sastra berupa novel yang sangat inspiratif. Hamka mengangkat sisi kemanusiaan yang tidak luput dari apa yang disebut dengan cinta. Dia menuliskan pesannya dengan sangat cerdas pada novel tenggelamnya kapal van der wijck. Kritiknya tegas, bahwa dalam Islam tidak ada kasta, masyarakat Islam adalah masyarakat egaliter yang menghargai kesetaraan. Itulah yang dia urai dalam novel legendaris tersebut.<br /><br />Sedangkan kehidupan politik Hamka mengajarkan kita pada konsistensi, ketulusan dan kerendahan hati. Sebab konsistensi dan etika dalam aktivitas politik begitu penting artinya. Dalam politik harus ada ketegasan sikap mau membela kebenaran atau bermain-main dengan kebenaran. Hamka mengajarkan istiqomah, jangan karena alasan 20% di 2009 sebegitu cepatnya haluan ideologi partai akan dirubah. Kecuali kalau alasannya mendasar mungkin bisa saja. Tapi kalau alasan 20%, tidak substansial.<br /><br />Kesantunan dan kerendahatiannya adalah catatan yang patut dicontoh oleh para elit politik. Jangan karena dikritik lalu sakit hati dan melapor kepolisi. Seorang pemimpin harus bisa menerima kritik dari publik. Sifat rendah hati diajarkan dengan baik oleh Hamka, betapa ia ditindas oleh rezim orde lama, yang mengantarkan dia ke bui, 1964 - 1966. Tetapi ia tidak patah arang. Karyanya tafsir Al Ahzar bahkan lahir dari upaya kreatifnya di penjara. Pemenjaraanya tidak membuatnya ia sakit hati. Bahkan ia sendiri yang menjadi imam dalam pemakaman bung Karno yang telah memenjaranya.<br /><br />Akhirnya, peringatan 100 tahun Hamka diharapkan semua orang bisa mengangkat hal-hal positif yang diajarkan oleh Hamka, baik yang tertulis atau pun tidak. Sehingga bisa bermamfaat bagi ke-Islaman dan kebangsaan kita. Wa Allahu A’lam.<br /><br />Tulisan ini pernah dimuat di website muhammadiyah<br />* Masmulyadi, aktivis MPM PP Muhammadiyahdg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-67469060102385874732010-03-17T10:21:00.003+08:002010-05-21T15:42:17.627+08:00Dinamika Ekonomi Penderes Nira<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlY8ZSHOU1Y1hWMuipiu_iJ94uCmA_GiDSJXzXjZFsgHulspFtLz2swJ2CIus0HitOv5-2mQEuzxx9YaoiVPaEZKUPNzVgNXRt3JYLL5E_qrpp71gdKOC-pSGvuYFwQ6LZ2E3MeUQi7Pk/s1600-h/naik4.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 134px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlY8ZSHOU1Y1hWMuipiu_iJ94uCmA_GiDSJXzXjZFsgHulspFtLz2swJ2CIus0HitOv5-2mQEuzxx9YaoiVPaEZKUPNzVgNXRt3JYLL5E_qrpp71gdKOC-pSGvuYFwQ6LZ2E3MeUQi7Pk/s200/naik4.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5449423932709520146" /></a><br />
Suara adzan magrib mengiang-ngiang dikuping terpancar dari ujung menara masjid. Sore itu, tim majelis pemberdayaan masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah yang akan melakukan kunjungan ke Kokap, Kulonprogo, Yogyakarta mulai berkumpul. Setelah sholat magrib, tim yang terdiri atas lima orang itu, semuanya anak-anak Muhammadiyah yang tercecer saya kumpul, dan kami berangkat menuju lokasi dampingan.<div class="fullpost"><br />
<br />
Menjelang pukul 19.00 Wib, mobil memasuki kawasan hutan lindung yang menjadi penyangga waduk Sermo. Suasana jadi gelap gulita. Tak ada berkas sinar secuil pun, kecuali cahaya lampu kijang merah yang kami tumpangi. Jalanan menanjak dan terkadang curam membuat suasana sedikit hening. Sesekali candaan ringan keluar dari mulutku. Sekedar menghangatkan perjalanan.<br />
<br />
Sampai di Kokap waktu menunjukkan pukul 20.00 Wib kurang. Karena tempat pertemuan berada di daerah berbukit, salah satu rumah anggota kelompok “Pusaka Mulia” tim kami jalan kaki menuju rumah itu. Tanah yang baru tersiram hujan sedikit becek. Disamping becek, tak ada lampu jalan sebagaimana di kota metro politan. Kami hanya menggunakan senter berkapasitas dua baterai untuk menerangi perjalanan. Cukup menyulitkan bagi kami untuk menanjak ke rumah itu.<br />
<br />
Kedatangan kami malam itu merupakan kunjungan kedua, setelah kontak pertama dan pertemuan awal dengan warga di awal tahun 2009 ini. Pada pertemuan awal, tim MPM lebih menekankan berkenalan dan bersilaturrahim dengan warga setempat yang dalam bahasa jawa disebut kulo nuwun. Harapannya, melalui keakraban dan salim mengenal proses-proses pendampingan dan fasilitasi pertemuan warga pada sesi-sesi selanjutnya bisa berjalan maksimal.<br />
<br />
Profil dan Dinamika Ekonomi Komunitas Penderes Nira<br />
Secara administrasi pemerintahan, kelompok tani “Pusaka Mulia” berada di dusun Tegiri, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kulonprogo. Desa ini terletak dikawasan hutan lindung dan pinggiran waduk sermo. Wilayah Hargowilis merupakan daerah berbukit sekitar 400 – 500 meter dpl dan kodisi tanah yang tidak pas untuk budidaya tanaman pangan utama seperti padi. Perjalanan ke desa tersebut ditempuh kurang lebih 2 jam dari kota Yogyakarta menggunakan kendaraan berupa mobil atau motor.<br />
<br />
Kelompok ini telah berdiri sejak tahun 2008 dan mulai eksis melaksanakan kegiatannya pada medio juli 2008. Anggota kelompok tani pusaka mulia sebanyak 24 orang dengan pekerjaan utama sebagai penyadap nira. Disamping menyadap nira, beberapa kegiatan pertanian juga dilakukan seperti; tanaman semusim dan tanaman tahunan. Pada tahun 2008, pemerintah provinsi DI Yogyakarta memberikan bantuan bergulir dalam bentuk hewan ternak, yaitu kambing peranakan Etawa yang diusahakan secara berkelompok. Anggota kelompok pusaka mulia berkumpul secara rutin pada malam tanggal satu setiap bulannya. Dalam pertemuan tersebut, dibicarakan berbagai permasalahan dan kepentingan anggota-anggota kelompok. Secara kelembagaan struktur kelompok pusaka mulia dapat dilihat sebagai berikut:<br />
Ketua : Imam Sufihri<br />
Sukidal<br />
Sekretaris : Mahmud Jazuli<br />
Sutejo<br />
Bendahara : Suranto<br />
Sujasmanto<br />
Anggota : Rejo Iranu Repon<br />
Sumpeno Adi Wiyono<br />
Ngadimin Rejo Wiyono<br />
Sugiyanto Samino<br />
Haryono Widi Wiyono<br />
Karso Iranu Tukiman<br />
Sumadi Ngatiman<br />
Isnanto Bambang S<br />
Kamidi Winarno<br />
<br />
Dari beberapa pertemuan warga dapat diketahui bahwa persoalan utama masyarakat di dusun Tegiri ialah bagaimana meningkatkan ekonomi rumah tangga. Aktivitas ekonomi rumah tangga yang selama ini banyak bergantung pada pekerjaan menyadap nira dirasakan mulai jenuh. Harga gula jawa ditingkat rumah tangga banyak dimainkan oleh tengkulak/ijon dan pedagang pengumpul. Produktivitas pohon kelapa yang mulai menurun disamping ketinggian. Pada musim penghujan, kira-kira antara desember sampai maret sepanjang tahun, maka produksi gula merah/jawa meningkat sementara harganya terjun bebas. Kalau pada musim-musim paceklik, harga gula berkisar antara Rp 4500 – Rp 5500, maka pada musim penghujan, harganya kisaran Rp 1500 sampai Rp 3000. Pada musim hujan, penderes disamping harga murah, mereka juga memiliki kesulitan karena pohon kelapa menjadi licin untuk dipanjat.<br />
<br />
Modus pengijon dilokasi dampingan diketahui dari perbincangan non formal dengan beberapa warga. Pengijon memberikan piutang kepada produsen (petani) gula jawa/merah sejumlah yang dibutuhkan. Utang tersebut akan dikembalikan oleh produsen dalam bentuk gula jawa/merah yang jumlahnya kurang lebih 2 Kg/ hari dalam periode tertentu. Bisa bulanan atau periode satu tahun.<br />
<br />
Pekerjaan menyadap nira atau dalam bahasa setempat disebut nderes dilakukan mulai pukul 05.00 sampai pukul 10.00 lalu dilanjutkan kembali pada sore hari sekitar pukul 15.00 sampai maghrib, kira-kira pukul 19.00. Tetapi waktu-waktu tersebut sangat fleksibel ada yang mulai pukul 06.00 atau bahkan pukul 07.00. Sela waktu antara nderes inilah yang digunakan untuk beternak dan berkebun bagi bapak-bapak. Sedangkan pengolahan gula di kerjakan penuh oleh ibu-ibu.<br />
<br />
Merumuskan Kebutuhan dan Agenda Aksi Bersama<br />
Dalam salah satu pertemuan kelompok yang difasilitasi oleh MPM, mereka merumuskan harapannya yaitu; pertama, bagaimana meningkatan pendapatan keluarga? Kedua, bagaimana memperluas sumber-sumber pendapatan baru bagi keluarga? MPM dalam banyak hal mengambil peran sebagai fasilitator, mendorong dan mediasi dengan stakeholders masyarakat Tegiri dengan berbagai dinamikanya.<br />
<br />
Dalam mendorong komunitas ini membangun ekonomi keluarganya, MPM melatih fasilitator lokal yaitu salah satu pentolan kelompok pusaka mulia. Pelatihan yang dimaksudkan adalah menyangkut aspek teknis pengolahan hasil pertanian dan pasar bagi industri berbasis rumah tangga, seperti gula merah. Harapannya fasilitator yang sudah dilatih bisa bergerak untuk mendinamisir kelompoknya sehingga bisa berkembang dan pada akhirnya pendapatan ekonomi keluarga meningkat.<br />
<br />
Guna memperluas sumber pendapatan baru, MPM bersama fasilitator lokal sedang memfasilitasi pengembangan ekonomi perempuan melalui diversifikasi gula jawa menjadi gula semut dalam bentuk produk kemasan yang bisa dijual di pasaran dengan harga yang lebih kompetitif.<br />
<br />
Sedangkan bagi bapak-bapak anggota pusaka mulia, mereka didorong untuk melakukan budidaya tanaman cacao. MPM memfasilitasi secara teknis baik aspek budidaya dan pengendalian hama dan penyakit berbasis sumberdaya lokal. MPM telah memfasilitasi pembuatan pupuk “kocor” organik untuk menggantikan pupuk sintesis yang selama ini digunakan petani.<br />
<br />
Ternak kambing peranakan Etawa melalui fasilitasi MPM didorong agar mengikuti aspek-aspek teknis perkandangan dan budidaya sehingga ternak yang diusahakan tidak mudah terserang penyakit. Dengan tingkat kesehatan yang memadai, kambing PE bisa memberikan tambahan finansial bagi keluarga karena susu, daging dan kambing pejantan harganya cukup mahal. Sedangkan kotoran kambing dipergunakan untuk bahan pupuk kocor. (Bagian Pertama)<br />
<br />
Masmulyadi<br />
Mahasiswa Fakultas Pertanian UGM, Koord Tim Integrated Farming dan Aktivis MPM PP Muhammadiyah</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-74579855698472692612010-01-04T14:59:00.002+08:002010-02-10T14:27:51.843+08:00Membangun dan Menggerakkan Komunitas<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIU1hgroDPqbQJCA8tqz9-j6dXa5gCR-bAxAVDAHbio4BxN1hKDmn98odUEcqRs_HIgX-PwFy-5UpBFlZCQ8dc7ENi0dc8o5ihBuiG_8YK113QsGUBRSrVuCvb0goRqo8ishEe3MZhxMc/s1600-h/mul5.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIU1hgroDPqbQJCA8tqz9-j6dXa5gCR-bAxAVDAHbio4BxN1hKDmn98odUEcqRs_HIgX-PwFy-5UpBFlZCQ8dc7ENi0dc8o5ihBuiG_8YK113QsGUBRSrVuCvb0goRqo8ishEe3MZhxMc/s200/mul5.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5422780678256120178" border="0" /></a><br />Pernah dengar gak istilah komunitas? Saya yakin kalian dah pernah dengar kan! Tetapi apa sih komunitas itu? Secara sederhana komunitas bisa disamakan dengan kelompok sosial dari beberapa orang yang umumnya memiliki ketertarikan yang sama. Atau suatu entitas organik dimana individu-individu berperan sebagai kandungannya (ingredients).<div class="fullpost"><br /><br />Saya ingin mengajak teman-teman untuk menggaris bawahi dua istilah dari pengertian diatas yaitu kelompok dan ketertarikan yang sama. Kelompok merupakan kelembagaan yang biasanya bersifat tidak formal. Sedangkan ketertarikan yang sama, menunjukkan kalau komunitas itu haruslah memiliki basic need yang sama atau kebutuhan yang sama. Sarjono Soekanto mengatakan bahwa komunitas itu ada perasaan saling ketergantungan, sepenanggungan dan saling membutuhkan. Mereka menganggap dirinya sebagai ”kami” ketimbang dengan ”saya”. Umpamanya ”tujuan kami”, ”kelompok kami”, atau ”perasaan kami”.<br /><br />Unsur sepenanggungan muncul karena setiap anggota komunitas sadar akan peranannya dalam kelompok. Setiap anggota menjalankan peranannya sesuai dengan posisi kedudukannya masing-masing.Unsur saling memerlukan muncul karena setiap anggota dari komunitas tidak bisa memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan anggota lainnya.<br /><br />Di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (dulu IRM), pengembangan komunitas diprakarsai oleh Lembaga Pengembangan Sumberdaya Insani (LaPSI), sebuah lembaga khusus yang bergerak untuk pengembangan kapasitas pelajar. Lewat gagasan komunitasnya, LaPSI mencoba membongkar kelompok ilmiah remaja (KIR) yang berbau ilmiah, eksakta, dan aktivisnya sering berkacamata tebal dengan menyodorkan KIR Kritis, sebuah bentuk aktivitas yang tidak harus penelitian, tetapi lebih luas cakupannya. Sehingga zaman itu kita kenal tumbuhnya komunitas-komunitas seperti acta diurna untuk jurnalistik, komunitas nol derajat, komunitas sufi (suka film india), dan komunitas sastra.<br /><br />Para anggotanya pun lebih terbuka, tidak harus berkacamata tebal, tetapi ada juga yang tidak berkacamata, ada yang rambutnya kriting, lurus, ada yang kurus seperti lidi, ada pula yang gendut dan bahkan tidak pakai jilbab sekali pun. Seluruh bangunan pikiran diatas berangkat dari cara pandang multiple inelegancy (kecerdasan majemuk) yang dimiliki oleh manusia. Teori kecerdasan majemuk itu mengatakan bahwa paling tidak, manusia itu memiliki delapan kecerdasan: kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis, kecerdasan visual, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan kinestetik, dan kecerdasan naturalis.<br /><br />Prinsip Membangun Komunitas<br />Jadi dalam membangun komunitas harus berdiri diatas delapan kecerdasan tersebut. Seorang yang suka musik, jangan dipaksa terlibat dalam komunitas yang cenderung matematis-logis, karena komunitasnya akan kacau.<br /><br />Karena itu ada sejumlah prinsip-prinsip yang menjadi landasan dalam mengembangkan komunitas. Prinsip itu: pertama, pemberdayaan. Komunitas dibangun dan digerakkan haruslah atas dasar memberdayakan, baik individu peserta komunitas atau pun kelembagaan komunitasnya. Pelajar yang memiliki kecerdasan linguistik misalnya, ia dapat tumbuh dan mengembangkan bakat puisi, atau tulis menulisnya didalam komunitas, karena itu komunitas berperan memfasilitasi bakat dan kemampuan linguisnya.<br /><br />Kedua, partisipasi. Komunitas harus dibangun diatas prinsip partisipasi. Semua anggota komunitas karena memiliki kecenderungan yang sama, maka diantara mereka harus tumbuh kesadaran untuk berperan secara aktif. Sebab mustahil komunitas bisa tumbuh, kalau tidak ada partisipasi dari anggotanya.<br /><br />Ketiga, aktivitas. Aktivitas dimaknai bahwa untuk mencapai cita-cita bersama, maka komunitas harus memiliki aktivitas. Dalam aktivitas ini ada tiga perangkat yang dapat menjadikan komunitas tersebut berjalan yaitu pertama, adanya sumberdaya manusia yang memiliki komitmen. Kedua, adanya jalinan jaringan (network) dan ketiga, adanya sumber dana (finance) yang cukup.<br /><br />Seorang anggota komunitas harus memiliki konsep diri, berkarya karena kesadarannya, dan melakukan perubahan, membangun peradaban yaitu melalui berprestasi dan kemampuannya. Karena itu ia senantiasa mengasah kemampuannya untuk tetap survive dalam menggerakkan perubahan-perubahan kecil di ranah komunitas.<br /><br />Menggerakkan Komunitas<br />Sebelum menggerakkan komunitas, maka sebuah komunitas sudah harus eksis atau berkegiatan. Untuk dapat eksis harus ada kebersamaan dan komitmen diantara anggota komunitas. Selanjutnya adalah membuat perencanaan. Komunitas harus memiliki rencana dan orientasi agar geraknya tertata dan taktis. Perencanaan komunitas paling tidak mengacu pada prinsip dari, oleh, dan untuk komunitas.<br /><br />Suatu komunitas tidak harus langsung besar dengan anggota yang banyak, ia harus berproses dari yang sangat kecil. Kira-kira prinsipinya dimulai dari diri sendiri, kecil-kecilan, sederhana, dan paling penting berkelanjutan. Ingatlah prinsip small is beautiful. Jadi bagi anda yang memiliki hobby atau kesamaan-kesemaan dengan teman sesame pelajar, ajaklah berembug. Buatlah komitmen dan lakukanlah kegiatan-kegiatan yang kecil, tetapi perlahan namun pasti menuju ketitik tujuan yang dicita-citakan. Suatu hal yang penting dalam proses berkomunitas ialah, hadirnya seorang mentor, fasilitator atau apa pun istilahnya.<br /><br />Mentor seperti seorang Mukti Ali dalam komunitas epistemik yang didirikan oleh Ahmad Wahib, M. Dawam Raharjo, dan teman-teman HMI-nya di Yogyakarta. Mereka perlahan tapi pasti tumbuh menjadi intelektual yang mewarnai jagad intelegensia di Indonesia dalam sebuah komunitas kecil yang rajin mendiskusikan tema-tema seputar pembaruan Islam di rumah Mukti Ali.<br /><br />Dalam sejarah kita pun mengenal HOS Cokroaminoto dengan 3 kadernya, yaitu Sukarno, Semaun (Pemimpin PKI Madiun), dan Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo (Pemimpin DI TII/ NII). Mereka berproses dalam sebuah dinamika komunitas yang mengantarnya ia tumbuh menjadi seorang pemimpin? Einstein pun punya komunitas diskusi bersama temannya Schrodinger! Ia menamai komunitasnya dengan The Royal Society, yang sudah ada semenjak Sir Isaac Newton dan itu bertahan hingga Stephen Hawking sekarang.<br /><br />Demikian pula dengan Mansour Faqih yang membangun komunitas intelektual organik di beberapa kota. Berbekal dengan alat analisis sosial struktural dan metodologi pelatihan partisipatif ia menggerakkan Insist dan Pustaka Pelajar di Yogjakarta. Hampir semua buku serius yang ditulisnya diterbitkan penerbit yang didirikannya. Di situ juga Fakih mensuplai data, mengajari teman-temannya survei, mengadakan kontak dengan jaringan dalam dan luar negeri, membuat kurikulum dan menyebarkan virus kemandirian civil society, LSM dan komunitas epistemik pembaharuan agama. Analisis sosial yang dipakai oleh IPM pun tidak terlepas dari sumbangsihnya.<br /><br />Kader-kader Mansour Faqih kini tumbuh menjadi tokoh-tokoh LSM yang tersebar di nusantara, mereka bekerja diakar rumput mendampingi kaum marginal merengkuh hak-hak ekosos dan politiknya.<br /><br />Pelajaran apa bisa diambil dari pengalaman orang-orang besar itu? Saya ingin mengajak anda memaknai bahwa dari semua proses yang mereka lakukan, ada konsistensi, ada kesungguhan, dan kemauan berproses secara terus menerus. Seperti halnya pencarian Ibrahim atas Tuhannya. Ia konsisten dengan kebenaran pikirannya bahwa ada satu Tuhan dalam semesta ini. Percayalah, hampir 80% keberhasilan itu disumbangkan oleh konsistensi. Dan 20 % lebihnya dibagi-bagi, ada kecerdasan, ada yang lain.<br /><br />Akhirnya saya ingin menutup tulisan ini, dengan pesan berkomunitaslah dan jangan lupa sholat. Wallahu A’lam.</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-88239903654930194162010-01-04T14:57:00.003+08:002010-05-22T03:25:30.548+08:00Nobel Ekonomi 2009; Kearah Interdisiplineri Studi Ekonomi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYE406hyrMFMs-Rk3wR6M39v_AQ2iRYuiRUmEUTjwWtKYh0doRgenrlO6VrmBNoc-arNUmQm-zyiqCKyjQPovEN53ysNZ8HaoYUHF37S0Dme6M5Om_gN2fKb-u5ZCuPJGC6h1x8P439qA/s1600-h/nobel.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYE406hyrMFMs-Rk3wR6M39v_AQ2iRYuiRUmEUTjwWtKYh0doRgenrlO6VrmBNoc-arNUmQm-zyiqCKyjQPovEN53ysNZ8HaoYUHF37S0Dme6M5Om_gN2fKb-u5ZCuPJGC6h1x8P439qA/s200/nobel.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5422778509500153170" border="0" /></a><br />
Komite nobel (Royal Swedish Academy of Science) beberapa waktu yang lalu mengumumkan pemenang nobel untuk berbagai kategori. Perdamaian misalnya disamatkan kepada presiden Amerika Barrack H. Obama. Walau menuai banyak pertanyaan, tetapi komite komite nobel memiliki reason tersendiri. Tidak kalah dengan perdebatan mengenai pemberian nobel kepada Obama, pemenang nobel ekonomi, Oliver Williamson dari University of California at Berkeley dan Elinor Ostrom dari Indiana University pun banyak dipertanyakan. Apa pasalnya?<div class="fullpost"><br />
<br />
Suara-suara tersebut mempertanyakan mengenai kontribusi kedua tokoh tersebut dalam bidang ilmu ekonomi. Sebab keduanya tidaklah memiliki fokus pada studi ilmu ekonomi mainstream atau murni yang selama ini menjadi domain kajian ilmu ekonomi. Ostrom malah seorang dengan latar belakang ilmu politik yang memimpin laboratorium kebijakan lingkungan di Universitas Indiana, Amerika.<br />
<br />
Sedangkan Professor Williams memang memiliki latar belakang studi ekonomi. Williams menyelesaikan doktoralnya di Universitas Carnegie-Mellon dalam bidang ekonomi tahun 1963. Salah satu bukunya yang terkenal ialah The Economic Institutions of Capitalism: Firms, Market, Relational Contracting yang terbit pada tahun 1985 berbicara tentang kelembagaan ekonomi kapitalisme.<br />
<br />
Kendati dua tokoh tersebut memiliki latar belakang yang berbeda, tetapi benang merah karya mereka adalah keberhasilan keduanya dalam menjelaskan institusi mana (perusahaan, pasar, pemerintah, atau norma sosial) yang paling cocok untuk menjalankan aktivitas ekonomi tertentu. Institusi yang cocok untuk satu situasi belum tentu sesuai menjalankan aktivitas ekonomi pada situasi yang berbeda. Artinya, mereka mengafirmasi adanya ruang dan waktu yang menjadi pertimbangan dalam studi-studi keduanya.<br />
<br />
Ostrom menunjukkan bagaimana sumber daya bersama bisa dikelola dengan baik oleh sekelompok orang yang menggunakan sumber daya tersebut, tanpa campur tangan pihak luar. Lewat sejumlah penelitian terhadap kesuksesan dan kegagalan pengelolaan sumber daya alam, seperti kehutanan, perikanan, lapangan minyak, padang rumput, dan sistem irigasi oleh sekelompok individu, ia membuktikan bahwa di tangan organisasi sosial sumber daya berhasil dikelola lebih baik daripada yang diperkirakan oleh berbagai teori standar selama ini. Kajian Ostrom ini melawan pemahaman konvensional (tragedy of the commons theory) yang menganggap suatu sumber daya bersama hanya akan terkelola dengan baik jika diregulasi dengan ketat oleh negara lewat pajak dan pungutan, atau diserahkan pengelolaannya kepada swasta melalui privatisasi (Kompas, 13 Oktober 2009).<br />
<br />
Sedangkan Williams mengembangkan teori mengenai tata kelola ekonomi dalam organisasi perusahaan serta peran penting organisasi bisnis (perusahaan) dalam resolusi konflik, sesuatu yang tidak bisa ditawarkan oleh pasar. Organisasi hierarkial seperti perusahaan, menurut dia, merepresentasikan struktur tata kelola dan pendekatan yang berbeda dalam hal mekanisme penyelesaian konflik kepentingan. Berbeda dengan pasar yang diwarnai karakteristik konflik dan negosiasi, organisasi perusahaan bisa berperan lebih baik dalam meredam konflik jika kompetisi dibatasi. Kajian Williamson ini memberikan sumbangan besar terhadap pemahaman tentang mengapa organisasi perusahaan bisa eksis, dan jawaban terhadap pertanyaan ini adalah karena organisasi perusahaan menawarkan mekanisme resolusi konflik yang efisien lewat struktur hierarki yang dimilikinya.<br />
<br />
Teorinya juga menjelaskan pergeseran batas-batas yang dimiliki perusahaan, seperti mengapa outsourcing kini menjadi tren yang populer, kenapa perusahaan sering menyalahgunakan wewenangnya, dan kenapa perusahaan besar berkutat dalam sejumlah industri, sementara di sejumlah sektor lain tidak seperti itu (Kompas, 13 Oktober 2009).<br />
<br />
Lewat pemberian nobel ekonomi kepada kedua ilmuwan itu dengan titik berangkat yang berbeda, tetapi memberi cakrawala bagaimana pentingnya aspek-aspek diluar ekonomi yang menuntut untuk diperhatikan. Pandangan-padangan kedua tokoh diatas semakin menyadarkan kepada kita, betapa mainstream ekonomi selama ini sudah saatnya ditinjau secara kritis falsafah keilmuannya. Asumsi ekonomi tentang rasionalitas dan pasar semakin tergusur dan perlu dilihat secara jernih. Anggapan bahwa kesejahteraan ekonomi harus diselesaikan lewat pasar memang semakin membuat kita harus menata ulang bangunan pikiran kita tentang banyak hal dalam memandang perubahan dunia yang sedang terjadi.<br />
<br />
Akhirnya saya ingin mengungkapkan bahwa pendekatan-pendekatan interdisiplineri dalam studi ilmu ekonomi sudah semestinya dipertimbangkan. Sebab jika tidak, pesimisme publik terhadap teori-teori ekonomi akan semakin membuncah yang pada galibnya akan melahirkan ketidak percayaan terhadap kemampuan ilmuwan-ilmuwan ekonomi dalam merespon tantangan zaman yang sedang berputar dengan sangat kencang. Transformasi besar dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik yang melanda dunia akhir-akhir ini sejatinya membuat kita sadar dan segera mungkin berbenah. Wallahu A’lam.</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-48565403308457047322010-01-04T14:46:00.003+08:002010-05-22T03:26:12.342+08:00Ekonomi Kelembagaan; Genre Baru Studi Ekonomi di IndonesiaPengantar<br />
Akhir-akhir ini studi tentang ekonomi kelembagaan begitu memperoleh tempat dikalangan pemikir ekonomi dan sosiologi. Tidak saja di Barat, tetapi kajian yang sama tumbuh di dunia timur, termasuk di Indonesia. Perkembangan studi ekonomi kelembagaan yang demikian dinamis memunculkan pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep ekonomi kelembagaan itu sendiri, kenapa banyak diminati akhir-akhir ini? Bagaimana falsafah keilmuannya?<div class="fullpost"><br />
<br />
Di dunia Barat, sebenarnya kajian kelembagaan bukan sesuatu yang baru. Di masa lampau setelah Adam Smith memahatkan teori ekonominya pada dinding-dinding sel otak setiap manusia, maka sejak itu pula muncul perlawanan atau semacam counter atas gagasan yang disampaikan oleh Smith. Dalam khazanah ilmu ekonomi kelompok penentang itu lazim dikenal dengan ekonomi kelembagaan lama (old institutional economic).<br />
<br />
<span style="font-weight:bold;">Tokoh, Pemikiran, dan Paradigma Ekonomi Kelembagaan</span><br />
Mahzab Ekonomi kelembagaan lama ini menganggap bahwa semua asumsi yang membangun oleh mazhab ekonomi klasik/neoklasik merupakan cara berfikir yang fatal, oleh karena itu harus dibatalkan. Itulah sebabnya, ekonomi kelembagaan lama ini bekerja diluar mekenisme dan cara pandang pemikiran ekonomi klasik / neoklasik sejak ia diploklamirkan. Semacam oposisilah dalam terma politik terhadap pandangan ekonomi klasik/neoklasik.<br />
<br />
Pemikir mazhab ekonomi ini dapat ditelesuri antara antara lain Thorstein Bunde Veblen (1857-1929). Veblen menilai pengaruh keadaan dan lingkungan sangat besar terhadap tingkah laku ekonomi masyarakat. Wesley Clair Mitchel (1874-1948) Ia juga berjasa dalam mengembangkan metode-metode kuantitatif dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa ekonomi. Salah satu karyanya Business Cycle and Their Causes (1913) dengan menggunakan bermacam data statistik ia kemudian menjelaskan masalah fluktuasi ekonomi. Gunnar Karl Myrdal (1898) dari Swedia. Salah satu pesan Myrdal pada ahli-ahli ekonomi ialah agar ikut membuat value judgement. Jika tidak dilakukan struktur-struktur teoritis ilmu ekonomi akan menjadi tidak realistis. Joseph A. Schumpeter (1883-1950). Ia mengatakan bahwa sumber utama kemakmuran bukan terletak dalam domain ekonomi itu sendiri, melainkan berada diluarnya, yaitu dalam lingkungan dan institusi masyarakat. Lebih jelas lagi, sumber kemakmuran terletak dalam jiwa kewiraswastaan (entrepreneurship) para pelaku ekonomi yang mengarsiteki pembangunan. Douglas C. North (1993) North mengatakan bahwa reformasi yang dilakukan tidak akan memberikan hasil nyata hanya dengan memperbaiki kebijaksanaan ekonomi makro belaka. Agar reformasi berhasil, dibutuhkan dukungan seperangkat institusi yang mampu memberikan insentif yang tepat kepada setiap pelaku ekonomi. Beberapa contoh institusi yang mampu memberikan insentif tersebut adalah hukum paten dan hak cipta, hukum kontrak dan pemilikan tanah. Bagi North institusi adalah peraturan perundang-undangan berikut sifat-sifat pemaksaan dari peraturan-peraturan tersebut serta norma-norma perilaku yang membentuk interaksi antara manusia secara berulang-ulang.<br />
<br />
Nama terakhir diatas, North adalah merupakan tokoh ekonomi kelembagaan baru (new institutional economic) yang memperoleh nobel ekonomi pada tahun 1993, demikian juga dengan Ronald H. Coase pada tahun 1991. Nobel yang diperoleh kedua tokoh tersebut turut menjadi pemicu perkembangan keilmuan ekonomi kelembagaan baru di dunia saat ini. Pemikir ekonomi kelembagaan baru menolak sebagian asumsi ajaran ekonomi klasik/neoklasik dan menganggapnya tidak realistis seperti tidak ada biaya transaksi (zero transaction cost) dan rasionalitas instrumental (instrumental rationality). Ekonomi klasik yang mengasumsikan bahwa semua manusia adalah rasional dan bekerja berdasarkan insentif ekonomi ternyata dalam prakteknya banyak faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik yang mempengaruhi individu dalam keputusan ekonominya.<br />
<br />
Pada titik ini ekonomi kelembagaan masuk untuk mewartakan bahwa kegiatan ekonomi sangat dipengaruhi oleh tata letak antarpelaku ekonomi (teori ekonomi politik), desain aturan main (teori ekonomi biaya transaksi), norma dan keyakinan suatu individu/komunitas (teori modal sosial), insentif untuk melakukan kolaborasi (teori tindakan kolektif), model kesepakatan yang dibikin (teori kontrak), pilihan atas kepemilikan aset fisik maupun non fisik (teori hak kepemilikan), dan lain-lain. Intinya, selalu ada insentif bagi individu untuk berperilaku menyimpang sehingga sistem ekonomi tidak bisa dibiarkan hanya dipandu oleh pasar. Dalam hal ini diperlukan kelembagaan non pasar (non-market institution) untuk melindungi agar pasar tidak terjebak dalam kegagalan yang tidak berujung, yakni dengan jalan mendesain aturan main/kelembagaan (institutions) (Yustika, 2008: x – xi).<br />
<br />
Ekonomi kelembagaan mempelajari dan berusaha memahami peranan kelembagaan dalam sistem dan organisasi ekonomi atau sistem terkait, yang lebih luas. Kelembagaan yang dipelajari biasanya bertumbuh spontan seiring dengan perjalanan waktu atau kelembagaan yang sengaja dibuat oleh manusia. Peranan kelembagaan bersifat penting dan strategis karena ternyata ada dan berfungsi di segala bidang kehidupan.<br />
<br />
Dengan demikian, ilmu ekonomi kelembagaan kemudian menjadi bagian dari ilmu ekonomi yang cukup penting peranannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan sosial humaniora, ekonomi, budaya dan terutama ekonomi politik. Ilmu ekonomi kelembagaan terus berkembang semakin dalam karena ditekuni oleh banyak ahli ilmu ekonomi dan ilmu sosial lainnya, termasuk beberapa diantaranya memenangkan hadiah nobel. Penghargaan tersebut tidak hanya tertuju langsung kepada ahli dan orangnya, tetapi juga pada bidang keilmuannya, yakni ilmu ekonomi kelembagaan (Rachbini, 2002).<br />
<br />
Para penganut ekonomi kelembagaan percaya bahwa pendekatan multidisipliner sangat penting untuk memotret masalah-masalah ekonomi, seperti aspek sosial, hukum, politik, budaya, dan yang lain sebagai satu kesatuan analisis (Yustika, 2008: 55). Oleh karena itu, untuk mendekati gejala ekonomi maka, pendekatan ekonomi kelembagaan menggunakan metode kualitatif yang dibangun dari tiga premis penting yaitu: partikular, subyektif dan, nonprediktif.<br />
<br />
Pertama, partikular dimaknai sebagai heterogenitas karakteristik dalam masyarakat. Artinya setiap fenomena sosial selalu spesifik merujuk pada kondisi sosial tertentu (dan tidak berlaku untuk kondisi sosial yang lain). Lewat premis partikularitas tersebut, sebetulnya penelitian kualitatif langsung berbicara dua hal: (1) keyakinan bahwa fenomena sosial tidaklah tunggal; dan (2) penelitian kualitatif secara rendah hati telah memproklamasikan keterbatasannya (Yustika, 2008: 69).<br />
<br />
Kedua, yang dimaksud dengan subyektif disini sesungguhnya bukan berarti peneliti melakukan penelitian secara subyektif tetapi realitas atau fenomena sosial. Karena itu lebih mendekatkan diri pada situasi dan kondisi yang ada pada sumber data, dengan berusaha menempatkan diri serta berpikir dari sudut pandang “orang dalam” dalam antropologi disebut dengan emic.<br />
<br />
Ketiga, nonprediktif ialah bahwa dalam paradigma penelitian kualitatif sama sekali tidak masuk ke wilayah prediksi kedepan, tetapi yang ditekankan disini ialah bagaimana pemaknaan, konsep, definisi, karakteristik, metafora, simbol, dan deskripsi atas sesuatu. Jadi titik tekannya adalah menjelaskan secara utuh proses dibalik sebuah fenomena.<br />
<br />
<span style="font-weight:bold;">Perkembangan Ekonomi Kelembagaan Di Indonesia</span><br />
Perkembangan pemikiran ekonomi di Barat turut mempengaruhi studi-studi ekonomi di Indonesia. Beberapa sarjana-sarjana Indonesia lulusan sekolah Barat yang menaruh perhatian terhadap gagasan ini dapat dilacak misalnya, Mubyarto, dengan pemikirannya tentang pengembangan ilmu dan pendidikan ekonomi alternatif yang berpijak pada sistem nilai, sosial-budaya, dan kehidupan ekonomi riil (real-life economy) masyarakat Indonesia.<br />
<br />
A.R. Karseno (2004) dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar di fakultas ekonomi UGM mengemukakan, bahwa selama krisis kita pasar tidak bekerja dengan baik terdapat dimensi lain yang menolong perekonomian dan krisis, faktor lain itu adalah adanya pranata yang hidup di masyarakat. Pranata yang mengatur perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Saking kehidupan ekonomi masih berjalan, bahkan menurut pendapatnya teori ekonomi Neo-Klasik sudah terlalu jauh mengabaikannya. Tetapi tetap saja masalah kita semakin menunjukan bahwa dalam memahami perekonomian Indonesia ada beberapa hubungan dan penguasaan ekonomi yang harus menjadi perhatian kita. Ekonomi kebanyakan warga negara Indonesia yang harus dipahami dalam kontek hubungan individu dan masyarakat, hubungan antara-negara dan masyarakat, serta dipihak lain realitas pasar dalam kaitanya dengan peran negara dalam urusan fiskal-moneter-investasi-yang cenderung mendikte pasar. Derajat inilah yang perlu mendapatkan pendalaman dalam memahami kelembagaan (institusi) dalam kontek mikro dan makro ekonomi Indonesia.<br />
<br />
Masih dari UGM, Lincolin Arsyad (2005) dalam penelitiannya Assessing the Performance and Sustainability of Microfinance Institution: The Case of Village Credit Institution of Bali menemukan kinerja Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Gianyar, Bali dipengaruhi oleh kelembagaan yang meliputi lembaga formal dan informal. Ia mencatat bahwa kelembagaan adat memberikan kontribusi dalam kinerja portofolio, leverage, rasio kecukupan modal, produktivitas, efisiensi, profitabilitas, dan kelayakan keuangan LPD.<br />
<br />
Ahmad Erani Yustika (2005) lulusan Georg-August-Universität Göttingen, Jerman dengan disertasi Transaction Cost Economics of The Sugar Industry in Indonesia dan juga buku teks “Ekonomi Kelembagaan: Defenisi, Teori, dan Strategi” sehingga tidaklah berlebihan jika Yustika dikategorikan sebagai salah satu pemikir ekonomi kelembagaan di tanah air.<br />
<br />
Perkembangan terkini yang perlu dicatat ialah dimasukkannya mata kuliah ekonomi kelembagaan dalam kurikulum studi pembangunan di fakultas ekonomi. Karena itu studi ekonomi kelembagaan semakin popular. Demikian juga pengalaman banyak negara menunjukkan bahwa kelembagaan (institutions) merupakan determinan utama kesejahteraan dan pertumbuhan jangka panjang. Negara-negara ataupun kawasan yang lebih makmur dewasa ini adalah yang memiliki kelembagaan politik dan ekonomi lebih baik di masa lalu (Hall & Jones, 1999; dan Acemoglu, et.al., 2001). Kemajuan China dan India dewasa ini, dengan segala kekurangannya, bisa dijelaskan dari aspek kelembagaan ini. Juga negara-negara di Asia yang paling dinamis.<br />
<br />
Apalagi saat terjadi gelombang krisis keuangan yang menerpa dunia saat ini dimana mainstream ekonomi yang berpijak pada asumsi-asumsi ekonomi klasik membuat pendekatan ekonomi klasik semakin dipertanyakan eksistensinya, karena itu studi ekonomi kelembagaan semakin memperoleh tempat sebagai pendekatan alternatif bagi ekonomi dunia saat ini.<br />
<br />
<span style="font-weight:bold;">Khulasah</span><br />
1) Ekonomi klasik yang mengasumsikan bahwa semua manusia adalah rasional dan bekerja berdasarkan insentif ekonomi ternyata dalam prakteknya banyak faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik yang mempengaruhi individu dalam keputusan ekonominya. Pada titik ini ekonomi kelembagaan masuk untuk mewartakan bahwa kegiatan ekonomi sangat dipengaruhi oleh tata letak antarpelaku ekonomi (teori ekonomi politik), desain aturan main (teori ekonomi biaya transaksi), norma dan keyakinan suatu individu/komunitas (teori modal sosial), insentif untuk melakukan kolaborasi (teori tindakan kolektif), model kesepakatan yang dibikin (teori kontrak), pilihan atas kepemilikan aset fisik maupun non fisik (teori hak kepemilikan), dan lain-lain. Intinya, selalu ada insentif bagi individu untuk berperilaku menyimpang sehingga sistem ekonomi tidak bisa dibiarkan hanya dipandu oleh pasar.<br />
<br />
2) Ekonomi kelembagaan mempelajari dan berusaha memahami peranan kelembagaan dalam sistem dan organisasi ekonomi atau sistem terkait, yang lebih luas. Kelembagaan yang dipelajari biasanya bertumbuh spontan seiring dengan perjalanan waktu atau kelembagaan yang sengaja dibuat oleh manusia. Peranan kelembagaan bersifat penting dan strategis karena ternyata ada dan berfungsi di segala bidang kehidupan.<br />
<br />
3) Gelombang krisis keuangan yang menerpa dunia saat ini dimana mainstream ekonomi yang berpijak pada asumsi-asumsi ekonomi klasik membuat pendekatan ekonomi klasik semakin dipertanyakan eksistensinya, karena itu studi ekonomi kelembagaan semakin memperoleh tempat sebagai pendekatan alternatif bagi ekonomi dunia saat ini.<br />
<br />
Bahan Bacaan:<br />
<br />
Basri, Faisal. 2009. Nasionalisme Kita. (http://faisalbasri.kompasiana.com/2009/06/13/nasionalisme-kita/#more-272). Kompasiana. Diakses hari selasa, 13 Oktober 2009.<br />
<br />
Rachbini, Didik J. 2002. Ekonomi Politik: Paradigma dan Teori Pilihan Publik. Ghalia. Jakarta.<br />
<br />
Soetrisno, Noer. 2007. Etika Sebagai Landasan Moral Pengembangan Kelembagaan Ekonomi. (http://www.ekonomirakyat.org/edisi_23/artikel_1.htm) di unduh hari Selasa, 13 Oktober 2009.<br />
<br />
Yustika, Ahmad Erani. 2008. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi. Bayumedia. Malang.<br />
<br />
————-. 2007. Pertanian, Perdesaan, dan Modal: Tinjauan Ekonomi Kelembagaan. Jurnal Ekonomi Indonesia. No. 2, Desember 2007. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia. Jakarta.<br />
<br />
http://icnie.org/</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-8752091765798159992010-01-04T14:45:00.003+08:002010-02-10T14:29:54.022+08:00Membuat Proposal Penelitian<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzXa_yGKbUQPfzKl4Avb1Ak4HAqXvpeRV1FjCdtRyBnlWj6N1Tj0ko6LvCRaLW-DidcHM6kW_2568Y2Fuu6afpQnb-ARYEbXMlBz5edqRrqddOQ7PBV8T5uBSxr0RrrVnlEyfNskAypaM/s1600-h/menulis_proposal.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 142px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzXa_yGKbUQPfzKl4Avb1Ak4HAqXvpeRV1FjCdtRyBnlWj6N1Tj0ko6LvCRaLW-DidcHM6kW_2568Y2Fuu6afpQnb-ARYEbXMlBz5edqRrqddOQ7PBV8T5uBSxr0RrrVnlEyfNskAypaM/s200/menulis_proposal.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5422780966301721458" border="0" /></a><br />Hidup dalam dunia akademik tentu tidak bisa lepas dari penelitian. Penelitian merupakan salah satu prasyarat menyelesaikan studi pada level pendidikan tinggi (diploma, sarjana dan pascasarjana). Salah satu masalah yang sering menghantui mahasiswa ketika memasuki masa-masa akhir penyelesaian studi ialah skripsi atau penelitian.<br /><br />Kenapa demikian? Sebenarnya bukan karena si mahasiswanya oon, tapi karena memang penelitian belum menjadi bagian yang penting. Atau tidak terlalu menarik bagi mahasiswa. Karena itu mahasiswa biasanya tidak concern <div class="fullpost"> dengan penelitian yang akan dihadapinya. Akibatnya topik yang diangkat juga tidak menggambarkan keseriusan si mahasiswa.<br /><br />Salah satu soal yang banyak dihadapi oleh mahasiswa pada masa-masa ini ialah, bagaimana menulis proposal penelitian. Paling tidak untuk melengkapi tugas mata kuliah metodologi penelitian yang sudah mulai diajarkan di semester-semester lima.<br /><br />Apa itu proposal penelitian? Ia merupakan suatu usulan atau gambaran secara lengkap mengenai riset yang diusulkan oelh seseorang atau lembaga untuk menghasilkan output tertentu atau memberikan jasa penelitian kepada sponsor/pendukung (misalnya lembaga-lembaga survei politik atau yang lain). Jadi kira-kira proposal penelitian itu merupakan pernyataan tertulis yang rinci mengenai desain penelitian yang akan dikerjakan.<br /><br />Ada beberapa jenis proposal penelitian berdasarkan skala kajiannya; eksploratif, skala kecil dan besar. Berdasarkan tujuannya; proposal internal dan eksternal. Proposal penelitian bermamfaat sebagai konsensus bersama mengenai orientasi bagi tim peneliti, guide bagi pelaksanaan suatu riset, membantu memahami tahapan-tahapan penelitian, memudahkan evaluasi penelitian dan lain-lain.<br /><br />Proposal penelitian biasanya berisi; halaman judul, latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, mamfaat penelitian, desain atau metode, analisis data, anggaran, jadwal, daftar pustaka, lampiran.<br /><br />Jika ada diantara teman-teman yang memiliki minat dibidang riset atau penelitian dan berdomisili di Yogyakarta, masih mahasiswa atau sekolah di SMA, kami ajak bergabung di Agus Salim Research Community (Lembaga Pengembangan Sumberdaya Insani) di singkat LaPSI: Jl. H. Agus Salim No. 64 A Yogyakarta | Cp 0856 4851 2355 Andik Setiawan (Perikanan UGM) | 0856 4358 1908 Ipe (Sastra Jepan UGM) |.</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-70806689568305349082010-01-04T14:42:00.002+08:002010-05-22T03:26:54.212+08:00Menolak Mazhab PasarismeDepresi besar pada 1930-an merupakan satu peristiwa traumatik yang pernah melanda umat manusia. Kejadian ini sangat mengejutkan banyak orang mengingat pencapaian yang begitu gemilang dalam ekonomi barat. Akibat depresi ini, standar hidup masyarakat mengerdil sampai ketitik nadir. Bank-bank dengan nama besar ambruk di gulung oleh gelombang depresi ekonomi. Pengangguran bergerak kepuncak dan saham dibursa pasar finansial terjung bebas. Eropa dirundung duka dan seluruh dunia diambang tsunami ekonomi.<div class="fullpost"><br />
<br />
Kini diabad ini dimana ekonomi berada dipuncak geliatnya seakan mengingatkan kita pada peristiwa serupa dimasa lampau. Banyak ahli ekonomi mengatakan bahwa ini hanya guncangan finansial semata. Tapi saya tidak setuju dengan pandangan mayoritas ilmuwan dan pengamat ekonomi itu. Bagi saya, ini krisis kapitalisme dan merupakan bukti kegagalan dari model ekonomi yang ditukangi oleh Adam Smith ini.<br />
<br />
Kini semua orang tiarap. Pabrik-pabrik gulung tikar. Bank-bank juga gamang dan tersungkur satu persatu. Aktivitas ekonomi hampir tak lagi bergerak. Aliran impor dan ekspor terhenti. Perusahaan-perusahaan kelas raksasa memberhentikan karyawannya demi bertahan hidup dan efisiensi. Banyak orang lalu bunuh diri.<br />
<br />
Semua orang pusing dengan kondisi krisis ekonomi yang melanda dunia. Dan pengamat memprediksi, kondisi ini belum memiliki tanda-tanda akan berakhir. Negara-negara yang selama ini memuja pasar, kini dengan sangat malu harus menyelamatkan ekonominya melalui berbagai stimulus fiskal. Sebuah langkah yang amat dibenci oleh eyang Smith.<br />
<br />
Neoliberalisme<br />
Dalam konteks ekonomi, pemikiran mengenai mekanisme pasar bebas jika ditelusuri jauh kebelakan, maka gagasan ini berawal dari seorang tokoh mazhab fisiokrat, Francis Quesnay. Mottonya yang terkenal laissez faire – laissez passer sangat menginspirasi Smith dalam melahirkan konsep free market systemnya di kemudian hari. Bagi Smith negara sedapat mungkin tidak melakukan campur tangan dalam mengatur perekonomian. Biarkanlah perekonomian berjalan dengan wajar tanpa campur tangan negara. Sebab akan ada suatu tangan tak kentara (invisible hand) yang akan membawa perekonomian tersebut bergerak kepada keseimbangan.<br />
<br />
Gagasan ini saya kira tidak bisa dilepas dari pemikiran seorang ilmuwan lainnya, Charles Darwin. Darwin mengatakan bahwa dalam hidup ini akan terjadi suatu pertarungan dimana yang akan muncul menjadi pemenang adalah mereka yang terbaik. Atau dalam istilah ekonomi sekarang, ialah mereka yang paling kompetitif. Mereka yang membayar tenaga kerja murah, efisien dalam alokasi sumber daya dan sebagainya.<br />
<br />
Smith lupa bahwa karakteristik manusia itu serakah. Sehingga dalam prakteknya kita tak menemukan suatu pun teori ini menemukan relefansinya. Orang-orang begitu curang. Apa pun dilakukan dalam mengakumulasi kapital. Hal-hal yang bersifat etik pun ditabrak. Jadilah perekonomian itu menjadi rimba yang menggulung orang-orang kecil. Hukum rimba berlaku, siapa yang kuat dialah yang akan menang. Siapa yang paling memiliki akses dialah yang menang. Dalam kondisi inilah terjadi selingkuh antara kuasa dan modal yang melahirkan anak haram koorporatokrasi.<br />
<br />
Neoliberalisme sendiri merupakan hasil dari evolusi pemikiran ini. Dalam perkembangannya neoliberalisme mengalami pembelahan. Pertama, aliran Ordo Neoliberalisme. Pemikiran ini berkembang di Jerman akhir tahun 20-an, pemikirannya sudah mengakomodasi kritikan-kritikan yang dilancarkan oleh pengikut Marx. Kedua, aliran neoliberalisme yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh neoliberal yang tergabung dalam The Mont Pelerin Society (MPS). Aliran ini tidak menghendaki adanya campur tangan pemerintah dalam perekonomian dan menjadikan pasar sebagai satu-satunya tolak ukur keberhasilan program-program pembangunan. Bahkan pada tingkat tertentu mazhab ini menihilkan negara.<br />
<br />
Tokoh-tokoh mazhab pasarisme ini antara lain: F.A. Heyek, Milton Friedman, Gray S. Becker, dan George Stigler. Dan pendukung paling banyak aliran ini adalah orang-orang Yahudi jebolan ekonomi Universitas Chicago.<br />
<br />
Saya ingin mengingatkan kita semua dengan pidato Prof. Budiono di gedung Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Jum’at (15/05) “Negara tidak boleh terlalu banyak campur tangan. Sebab itu akan mematikan kreativitas. Tetapi negara juga tidak boleh hanya tertidur.” coba perhatikan dua anak kalimat awal dari professor ilmu ekonomi UGM ini betapa terang bagaimana jalan pikiran ekonomi pasar dan moneteris yang menjadi lokomotif ekonomi bagi guru saya ini. Ini persis dengan pernyataan dedengkot pasarisme, Friedman.<br />
<br />
Supaya meyakinkan kita semua bagaimana jalan pikiran pak Bud, coba kita buka kembali pidato pengukuhan guru besarnya dibidang ilmu ekonomi tahun 2007 yang lalu di Bulaksumur. Dalam pidato puncak karir akademiknya itu, lelaki kalem yang tak banyak bicara ini menulis dengan judul “Dimensi Ekonomi-Politik Pembangunan Indonesia”.<br />
<br />
Dalam naskah itu tertera jelas pertumbuhan amat didengunkan. Karena pertumbuhan akan memberikan efek tetes minyak bagi masyarakat. Dengan begitu diharapkan terjadi pemerataan, mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Inilah yang disebut dengan trickle down effect. Saya melihat pak Bud, memahami sejarah ekonomi kita sebagai sebuah rangkaian peristiwa saja, padahal menurutku amat banyak hal substansial yang bisa dipelajari atau dimaknai disana. Juga pak Bud abai dengan serangkaian aspek struktural, misalnya bagaimana relasi ekonomi kita sebagai bagian dari struktur besar merkantilisme, Belanda (VOC) sebagai negara jajahan. Itu yang membuat begitu kuatnya Hatta dalam mempertahankan koperasi sebagai basis ekonomi bagi Indonesia. Walau pun ini mungkin "gagal" dalam implementasinya.<br />
<br />
Tulisan ini sama sekali tidak ingin masuk membicarakan pribadi pak Bud, saya lebih tertarik mempersoalkan wilayah pemikirannya semata karena saya takut terjebak dalam kesesatan berfikir (fallacy) dan lalu menyerang orang secara pribadi atau Argumentum ad Hominem. Sosok pak Bud adalah pribadi yang sederhana dan guru yang baik, rajin mengajar walau pun sudah menjabat menkoperekonomian.<br />
<br />
Lalu kenapa harus menolak Neoliberalisme?<br />
Jelas secara normatif, ekonomi haluan liberal dalam konteks Indonesia tidak mendapat tempat secara konstitusional. Sebab dalam ekonomi nasional yang dianut adalah asas kolektivisme. Ini tercermin dalam UUD 1945 ada dua anak kata yang amat menarik yaitu ‘kesejahteraan’ dan ‘keadilan’. Artinya para founding father negeri ini merancang suatu bangunan ekonomi yang menyejahterakan dan berkeadilan. Dengan koperasi sebagai instrumennya. Para pendiri republik menyadari betapa berbahayanya kepemilikan individual apalagi berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.<br />
<br />
Kedua, secara praksis ekonomi, sebenarnya ekonomi neoliberal telah gagal dalam menyejahterakan umat manusia. Rentetan krisis ekonomi yang terjadi mulai tahun 30-an, 60-an, 90-an dan sekarang 2009 menunjukkan betapa model ekonomi ini tidak memiliki basis sosial yang kuat dan menjadi alasan bagi negara-negara dunia ketiga untuk mempertahankannya. Ia telah gagal dan menjilat ludahnya. Dengan sangat malu, terpaksa harus melakukan campur tangan fiskal dalam bentuk stimulus untuk menjaga agar praktek ekonominya tidak ambruk.<br />
<br />
Saya ingin mengutip James Tobin, peraih nobel ekonomi tahun 1981, ia menulis begini "Kita menghamburkan semakin banyak sumber daya kita ke dalam semakin banyak aktivitas keuangan yang kian menjauh dari produksi barang dan jasa. Itulah kegiatan pengerukan laba yang sama sekali tidak punya produktivitas sosial. Genesius komputer telah disalahgunakan untuk 'ekonomi kertas', tidak membantu transaksi ekonomi secara produktif, tetapi hanya menggelembungkan jumlah dan ragam transaksi finansial. Itulah mengapa sampai kini tinggi hanya menghasilkan dampak mengecewakan bagi ekonomi, membantu pembiakan spekulasi yang ganas, tidak efisien dan bermata rabun".<br />
<br />
Dengan jujur Andrew Lahde, seorang pialang pasar saham yang pada tahun 2007 lalu pernah melipatgandakan uang para kliennya sampai 1.000 persen. Ia adalah pemilik Lahde Capital. Ia tidak sampai bunuh diri akibat krisis finansial yang melanda USA, namun ia menulis surat selamat tinggal yang kira-kira intinya bahwa hidup akan kian mencekik dan resesi ekonomi beberapa tahun kedepan belum akan berakhir. "Saya memilih duduk di pinggir, menunggu. Bukankah duduk dan menunggu tanpa melakukan apa-apa adalah cara yang selama ini kita pakai untuk menjarah uang kredit perumahan? Kapitalisme telah hidup 200 tahu, tetapi zaman telah berubah, dan sistem ini sekarang telah menjadi sedemikian korup".<br />
<br />
Secara etik, ekonomi neoliberal sangat tidak adil. Hukum rimba tak bisa dihindari dalam kompetisi pasar. Akhirnya menghalalkan segala cara untuk mengakumulasi kapital, baik yang dilakukan oleh individu pemodal atau pun yang dilakukan oleh negara. Lahirlah anak haram rezim koorporatokrasi.<br />
<br />
Akhir kata wassalam kapitalisme global.</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-49212095505162231412010-01-04T14:41:00.000+08:002010-01-04T14:42:24.894+08:00Sekolah Gratis vs BHP; Dualisme Ide yang MenegasikanKalau dicermati dua bulan terakhir ini diberbagai TV swasta, Departemen Pendidikan Nasional membuat iklan layanan masyarakat dengan tema "sekolah gratis". Iklan yang dibintangi oleh perempuan cantik keturunan Aceh, Cut Mini memberi pesan bahwa siapa pun bisa sekolah. Terlepas apakah ia seorang anak loper koran, anak kondektur bus. Pesan yang sungguh menarik dan inilah inti pesan yang disampaikan oleh Depdiknas, bahwa pendidikan merupakan tanggungjawab negara. Karena itu bersekolahlah. Gantungkanlah cita-cita setinggi apa pun.<br /><br />Terlepas kita bersepakat dengan gagasan iklan diatas, ada suatu yang kontradiksi dan saling menegasikan yang dilakukan oleh Depdiknas. Disatu sisi ia mengiklankan sekolah gratis yang merupakan turunan gagasan negara kesejahteraan yang diperas dari UUD 45, yaitu negara bertanggungjawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.<div class="fullpost"><br /><br />Disisi lain, Depdiknas mensosialisasikan kalau tidak kita sebut juga dengan iklan Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang diklaim oleh Mendiknas, Bambang Sudibyo sebagai terobosan penting dan pertama di Asia dalam suatu wawancara dengan ANTV. Suatu gagasan yang jelas-jelas neolib ... ... ... gagasan yang ingin membuang jauh-jauh tanggungjawab konstitusional negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sungguh memalukan. Tidak jelas, kiri apa kanan .... bingung juga jadinya.<br /><br />Gagasan sekolah gratis dan gagasan BHP (Privatisasi Pendidikan) adalah dua hal yang sangat bertolak belakang. Sebagaimana tolak menolaknya antara dua magnet yang sama-sama positif. Gagasan sekolah gratis sumbernya adalah welfare state yang jika ditelusuri, maka hulunya adalah ide mengenai kesejahteraan bersama. Sementara BHP (Privatisasi Pendidikan) adalah gagasan yang bersumber dari neoliberalisme.<br /><br />Para ustad dan pendeta, khutbahkanlah ke jamaah kalian, ini perang terhadap tangan-tangan neolib. Sadarkan umat, BHP itu menyesatkan.</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-11684577286360334082010-01-04T14:38:00.001+08:002010-01-04T14:55:14.801+08:00PNPM dan Politik PenjinakanMungkin anda pernah mendengar program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM). Program pemerintah yang dibiayai dari utang luar negeri. Yang diklaim oleh pemerintah sebuah keberhasilan. Seperti halnya bantuan langsung tunai.<br /><br />Benarkah itu pemberdayaan? Atau hanyalah sekedar kamuflase. Lalu masyarakat dibuat tak bisa merdeka atas pikiran dan sikapnya. Sehingga masyarakat lalu - meminjam istilahnya Mansour Faqih - dijinakkan.<div class="fullpost"><br /><br />Jika dibuka kembali buku-buku teks tentang pemberdayaan, pemberdayaan dijelaskan sebagai pemberian kuasa bagi subyek yang tidak berdaya. Sehingga subyek tersebut memiliki kekuasaan alias bedaya. Jadi bisa dikatakan bahwa pemberdayaan hakikatnya adalah pemberkuasaan. Pertanyaan lanjutan ialah, apakah masyarakat sudah berkuasa?<br /><br />Pertanyaan ini amat sulit untuk dijelaskan, setidak-tidaknya untuk mengukur tingkat keberdayaan publik. Sederhana saja, kekuasaan atas dirinya untuk memilih berdasarkan hati terdalamnya saja sudah didikte, apalagi berkuasa untuk hal lain. Jadi bagaimana kita harus bersetuju bahwa dilanjutkan, sementara banyak persoalan esensial yang tidak selesai dan tidak ditunaikan.<br /><br />Saya amat setuju bahwa program-program pemerintah, PNPM, BLT, utang luar negeri (dalam bentuk obligasi) dan sebagainya telah berhasil menjinakkan publik. Lebih lanjut kritik terhadap PNPM, baca tulisan Agusta, <a href="http://iagusta.blogspot.com/2008/11/kritik-paradigma-pnpm-mandiri-critique.html">Kritik Paradigma PNPM Mandiri</a>.<br /></div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-26382592059030778242010-01-04T14:32:00.000+08:002010-01-04T14:33:27.557+08:00Neraka kah tempatku ?Di umurku yang sudah berhak memilih saya tak menggunakan hak pilih saya. Ketika itu tahun 1999. Pemilu demokratis pertama yang dilaksanakan pascareformasi. Alasannya sederhana saja, saya tak sempat memilih. Saya sibuk. Amanat yang saya sandang sebagai pemantau pemilu (KIPP) saya gengam erat. Saya ketua tingkat kecamatan Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM). Dan mengingat betul doktrin amanah yang dilatihkan di training IRM. Sehingga tak mau melewatkan secuil pun proses pemilihan dan penghitungan di TPS yang paling rawan penyelewengan.<br /><br />Lima tahun kemudian, pemilu 2004 saya masih seperti pemilu sebelumnya. Saya tak memilih baik legislatif, DPD dan presiden sekali pun. Padahal, sebagai aktivis Muhammadiyah, saya memiliki keterkaitan secara historis dengan salah satu calon presiden (M. Amien Rais). Ketika itu saya harus mengurusi pemilu legislatif, DPD dan Presiden.<div class="fullpost"><br /><br />Saya mendapat mandat dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diteken oleh Ketua KPU, Prof. Nasaruddin Syamsuddin sebagai koordinator entri data di Enrekang, Sulawesi Selatan. Saya mengkoordinasi kabupaten tersebut. Medannya luar biasa berat. Bergunung-gunung, sebab Enrekang merupakang kaki gunung Bawakaraeng. Saya menyaksikan betapa luar biasa pelaksana pemilu ditingkat kecamatan dan desa. Mereka harus menggunakan Kuda untuk mengangkut kotak suara dari ibu kota kabupaten.<br /><br />Kini setelah hampir sepuluh tahun berlalu, kondisi tak banyak berubah. Wakil rakyat yang dipilih orang-orang lakunya tak sesuai tutur katanya. Kelakuannya seperti si kucing garong. Oleh Syafii Ma'arif dikritik sebagai politisi rabun ayam. Jenis politisi yang hanya bisa melihat dollar, perempuan dan kekuasaan.<br /><br />Rentetan peristiwa memalukan terjadi dan direncanakan di gedung wakil rakyat itu. Tempat itu menjadi sarang korupsi. Disana pula selingkuh terjadi. Berbagai manipulasi. Satu demi satu mereka diringkus oleh KPK karena kedapatan mencuri. Ada diringkus di Hotel karena menggauli perempuan. Ironis, sampai disitulah karir mereka. Dalam hati saya bergumam, untung saya tidak memilih.<br /><br />Partai Islam pun tak jauh beda kelakuannya. Mereka korup juga. Nyogok juga. Nerima suap juga. Menggunakan segala cara demi target politik jangka pendek. Yang membuat Islam semakin hina, semakin jauh dari kesuciannya.<br /><br />Beberapa hari yang lalu, di tempat kelahiran ulama kharismatik, Prof. HAMKA yang ketua MUI pertama. Forum ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI memutuskan haramnya merokok dan Golput. Yang oleh HAMKA sendiri tidak dilakukan dizaman ia memimpin MUI.<br /><br />Saya juga bingung dengan keputusan pengharaman Golput itu. Jika sekiranya keputusan itu dihitung mundur, maka dosa saya sudah luar biasa. Saya sudah dua kali tidak memilih.<br /><br />Jika kita umpamakan Pilkada Jateng, dimana Golputnya sekitar 40%, maka ada sekitar itu yang melaksanakan dosa secara berjamaah dalam waktu yang bersamaan. Sementara kita diperhadapkan pada kualitas pilihan yang oleh teman saya disebut, walaya mutu wala yahya, tidak bermutu menghabiskan biaya.<br /><br />Saya yang sedang berniat untuk tidak memilih lagi akhirnya jadi bingung. Dalam hatiku bergumam, untunglah majelis tarjih tidak memutuskan hal yang sama. Bagi Muhammadiyah, pilihan politik itu wilayah ijtihadi yang sifatnya personal.<br /><br />Tapi mudah-mudahan dengan tidak memilih lagi. Saya dan yang golput lainnya tidak di ganjar gara-gara fatwa membingungkan ini. Begitu mudahnya mengeluarkan fatwa. Mohon maaf ya Allah, jika saya Golput. Saya cuman tidak ingin kualitas anggota DPR saya diisi oleh orang-orang yang otaknya cuman duit, selengkangan dan keduniaan lainnya. </div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-26823201850492541852010-01-04T14:30:00.005+08:002010-05-26T00:06:05.415+08:00Islam; Nalar Pembebasan dan Transformasi Sosial<blockquote style="font-family: inherit;"><blockquote><span style="font-size: x-small;">“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan, sangat mengingingkan keselamatan bagimu” (Q.S. [9] : 128)</span></blockquote></blockquote><blockquote style="font-family: inherit;"><blockquote><span style="font-size: x-small;">“saya memasuki Islam, tanpa mengingkari apa yang pernah dibawakan Yesus dalam hidup saya, karena Yesus dalam Qur’an adalah nabi Islam. Saya juga tidak mengingkari apa yang telah diajarkan marxisme kepada saya untuk menganalisa masyarakat kita agar dapat bertindak didalamnya secara efisien, karena aqidah Islam tidak menolak sains atau teknik apapun, tetapi sebaliknya mempersatukan dan menempatkan dijalan Allah ........” (Roger Garaudy, 1984)</span></blockquote></blockquote><div class="fullpost"><br />
<span style="font-weight: bold;">Risalah Pengantar:<br />
Advokasi Sosial Dalam Terang Wahyu</span><br />
Namanya Muhammad bin Abdullah. Ketika usianya memasuki masa remaja, ia menemukan masyarakat Mekkah berkubang dalam penyimpangan-penyimpangan etik sosial. Perbudakan telah menghasung nilai-nilai kemanusiaan. Kepentingan kapital berjuis menghasilkan perdagangan riba, praktek ekonomi yang eksploitatif. Mitos tentang aib anak perempuan mitif dan latar belakangnya adalah materi, yang lalu berujung pada penguburan hidup-hidup bayi perempuan (Q.S. [81] : 8 - 9). Relasi sosial menjadi timpang. Komulasi kapital pada segelintir orang (konglomerat borjuis) mendedehkan mayoritas tertindas.<br />
<br />
Di tengah kondisi sosial yang kian miris, ia lalu memutuskan melakukan kontemplasi spiritual (khalwat), disebuah tempat yang dalam sejarah disebut gua Hira’. Selama masa yang cukup panjang dalam pendakian spiritualnya, ia tak hanya mengisi malam-malamnya dengan munajat, namun juga menjalani hari-harinya dengan derma dan memberi makan kepada orang-orang miskin. Tuhan kemudian menyapanya, wahyu pertama turun (Q.S. [96] : 1-5 ) dan inilah yang menandai lahirnya sebuah konsepsi kritikal terhadap sistem sosial yang lama. Dalam terang wahyu agama tersebut, Muhammad menjadi nabi utusan Tuhan untuk melakukan pencerahan, pendampingan dan pembelaan (3P, he ... he ... IRM bangat ) struktural maupun kultural terhadap kaum yang tertindas dalam dua stage. Pertama, membangkitkan harga diri rakyat tertindas, berada dan bergerak bersama para hamba sahaya dan orang-orang miskin. Kedua, sebagai pemimpin dan pembebas kaum tertindas, beliau memilih hidup seperti mereka.<br />
<br />
Islam dan Responsibilitas: Membela Kaum Tertindas<br />
“Mengapa kamu tidak mau berperang dijalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki maupun anak-anak yang semuanya berdoa; ‘ya tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi engkau (Q.S. [4] : 75 )“.<br />
<br />
Asghar Ali Engineer mengutip Khaury, seorang penulis kristen Lebanon yang menulis tentang misi awal Islam; “Betapa sering kita mendengar panggilan muazzin dari menara masjid kota Arab yang abadi ini, Allahu Akbar! Allahu Akbar! Betapa sering kita membaca atau diceritakan bahwa Bilal dari Abbesenia, adalah orang pertama yang membuat semenanjung Arabia bergema dengan panggilan ini, pada waktu misi Nabi sedang berada pada pertumbuhannya, saat itu ia menanggung penyiksa dari para penganiaya dan orang-orang konservatif yang keras kepala. Adzan Bilal adalah seuntai “genderang pengiring” awal dari suatu perjuangan antara suatu zaman yang akan berakhir dan suatu zaman yang mataharinya menyingsingkan keadilan. Tetapi sudah pernahkah engkau merenungkan tentang apa yang berkaitan dengan panggilan itu dan apa makna yang dikandungnya? Apakah engkau ingat, setiap kali engkau mendengar gema dari panggilan sejati itu? Apa maksud Allahu Akbar? Dalam bahasa sederhana; hukum lintah darat yang rakus! Tuntut pajak orang yang menumpuk keuntungan! Sita harta para monopolis pencuri itu! Bagikan roti pada rakyat! Buka jalan pendidikan dan kemajuan bagi perempuan! Hancurkan semua orang yang hina yang membentangkan kesombongan dan membuat ummat menjadi berkelas-kelas! Cari ilmu walau sampai kenegeri China (China sekarang tidak hanya sekedar China masa lalu), biarkanlah bintang-bintang kebebasan dan demokrasi sejati bercahaya terus menerus”.<br />
<br />
Islam sebagai gerakan keagamaan, tidak hanya menyangkut spiritualitas, tetapi lebih jauh dari itu ia adalah locus kepedulian dari pembentukan masyarakat adil, bebas dari eksploitasi, penindasan, dominasi dan ketidakadilan, dalam bentuk apapun. Engineer kemudian merekomendasikan defenisi ulang terhadap beberapa istilah yang sering digunakan dalam Qur’an seperti; kufr, iman dan tauhid. Istilah-istilah tersebut memiliki konotasi dan implikasi sosial. Kufr, misalnya tidak melulu berarti penolakan secara formal terhadap agama, akan tetapi orang menjadi kufr karena tidak memiliki sensitifitas sosial, melakukan penumpukan kekayaan, penindasan dan eksploitasi. Dalam salah satu surah misalnya al-Qur’an menuturkan dengan indah<br />
<br />
“ Tahukan kamu orang-orang yang mendustakan agama? Itulah orang-orang yang menghardik anak yatim, tidak menganjurkan memberi makan orang miskin (Q.S. [107] : 1-3)”<br />
<br />
Konsep sentral lainnya dari Islam adalah tauhid, dalam perspektif tradisional, mengacu pada keesaan Allah. Dalam paradigma pembebasan dan transformasi sosial, tauhid takkan mentolerir diskriminasi, hegemoni dan ketidakadilan, serta secara jelas menentang semua institusi yang menindas. Iman senantiasa diikuti dengan kosa kata amal saleh, oleh Kuntowijoyo amala saleh dimaknai sebagai revolusi sosial.<br />
<br />
Dalam beberapa hadist, seperti dipaparkan oleh Jalaluddin Rakhmat, Nabi menjelaskan iman dengan indikator-indikator kepedulian terhadap kelompok merginal (pheriperal). “Tidak beriman kepadaku mereka yang tidur kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan disampingnya”, demikian kata Nabi dalam riwayat Tabrani dan Al Bazzar. Dengan demikian, iman menjadi proses internal kenyataan dan dorongan menuju perubahan, bukan mencari penyesuaian dengan kenyataan. Seperti apa yang dikatakan oleh Roger Garaudy, “iman memasukkan kita kedalam pertarungan dengan kenyataan”. Maka agama, pentulan dari kenyataan, tetapi juga protes terhadap kenyataan sekaligus proyeksi terhadap kenyataan lain.<br />
<br />
Al Qur’an menurut Mulkhan, bukanlah sebuah kitab yang hanya berbicara tentang tuhan, surga, setan atau malaikat, makhluk ghaib, kematian dan akhirat. Melaingkan juga tentang sejarah dunia dan alam semesta dengan segala isinya beserta masalah kemanusiaan. Semua masalah teologi tersebut, oleh Al Qur’an, dibicarakan dalam kerangka kemanusiaan. Agama kemudian mewujudkan menjadi praksis sosial untuk meretas problem manusia. Untuk itu segera harus difahami, bahwa beragama (Islam) meniscayakan tanggung jawab sosial dalam rangka pembelaan (advokasi) kaum tertindas (proletar – mustadha’afin).<br />
<span style="font-weight: bold;"><br />
Kesadaran Nubuwah Menuju Aktivisme Sejarah</span><br />
Para Nabi senantiasa memperjuangkan monoteisme (Tauhid), dalam segenap perbuatan, tujuan dan dedikasih mereka. Kazou shimogaki, menggambarkan pandangan dunia Tauhid, dalam kehidupan sosial muslim sebagai berikut :<br />
<br />
“Dalam tauhid secara logis dapat ditarik pengertian bahwa penciptaan Tuhan adalah esa. Menolak segala bentuk diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, kelas, garis keturunan, kekayaan dan kekuasaan. Menempatkan manusia dalam kesamaan. Ia juga menyatukan antara manusia dan alam yang melengkapi penciptaan Tuhan. Ke-esaan tuhan berarti juga keesaan kehidupan, yakni tidak ada pemisahan antara spiritualitas dan kewadagan, antara keagamaan dan keduniawian. Dengan memahami seluruh aspek kehidupan diatur oleh satu hukum dan tujuan seluruh muslim bersatu dalam kehendak Allah”.<br />
<br />
Tauhid, dengan demikian, merupakan lokus kecintaan kemanusiaan dalam proyeksi ilahiah. Dalam kaitan Tauhid sebagai evolusi kenabian, menarik untuk mengikuti apa yang disebut oleh Murtadha Muthahhari ‘Daur Tuhan’. Para nabi, pada awal perjalanannya dimulai dari cinta yang sangat dalam kepada tuhan. Cinta ini kemudian mendorong nabi untuk berjalan menuju tuhannya, untuk sebuah evolusi kenabian. Fase ini disebut “perjalanan dari mahluk menuju khalik”. Kekariban dengan ambang tuhan, oleh Iman Ali AS, disebut sebagai muara (maqam) yang penuh damai.<br />
<br />
Akhir dari perjalanan itu adalah awal dari perjalanan lain, yaitu fase kedua yang dinamakan “perjalanan dalam kebenaran dengan kebenaran”, pada tahap ini nabi tidak kemudian berhenti, seperti seorang sufi yang berkata, “aku bersumpah demi Allah, jika mampu mencapai tempat itu, aku tak akan pernah kembali ke bumi”. Akan tetapi setelah dikaruniai kebenaran paripurna, melintasi ‘daur tuhan’, dan mengenali krama ‘maqam’, mereka ditunjuk sebagai nabi dan memulai perjalanan ketiga yaitu “perjalanan dari tuhan ke arah manusia”. Inilah perjalanan yang menjadi penanda dimulainya aktivisme sejarah, menjelajah diantara manusia untuk melakukan transformasi sosial, dengan pisau intelektualitas dan bara ingatan akan tuhan. Kembalinya nabi ke arah manusia, ini menandai permulaan perjalanan dan kisaran evolusi keempat nabi.<br />
<br />
“Kini telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaannya. Ia sangat menginginkan (keselamatan dan keimanan bagimu, umat welas asih lagi penyayang”. (Q.S. [9] : 129 )<br />
<br />
Maka tauhid merupakan tiang pancang kesadaran nubuwah meniscayakan lahirnya tanggung jawab sosial, membangkitkan kecakapan alami insaniah, dan mencerahkan naluri ghaib serta cinta kasih tersembunyi pada eksistensi manusia.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Transformasi Sosial; Agama Sebagai Candu atau Pembebas</span><br />
Ditengah masyarakat Eropa, Karl Heinrich Marx menyaksikan, betapa fungsi agama telah diubah citranya menjadi alat “meninabobokan” dengan janji penyelamatan akhirat diatas penderitaan dan kelaparan. Lembaga-lembaga agama (kristen ketika itu) dan pemimpin agama telah memainkan peranan diluar misi agama sebagai pengemban kasih dan pembela hak-hak kaum tertindas. Agama menjadi alat legalisasi kekuasaan yang menguntungkan segelintir elit. Andi Muawiyah Ramli menuliskan kembali kritik Marx terhadap agama :<br />
<br />
“Agama adalah kesadaran diri dan perasaan pribadi manusia, disaat ia belum menemukan dirinya atau disaat ia telah kehilangan dirinya. Tetapi manusia itu bukanlah sejenis mahkluk abstrak yang berjuang diluar dunia. Manusia adalah dunia manusia, negara, masyarakat. Negara, masyarakat itu menghasilkan agama, yang merupakan suatu kesadaran terhadap dunia yang tidak masuk akal. Agama adalah teori tentang dunia, ensiklopedia compendium ... ia adalah realisasi fantastis mahkluk manusia, sebab ia tidak memiliki realitas yang sungguh jadi ... kesengsaraan religius di satu pihak adalah pernyataan dari kesengsaraan nyata, dan dilain pihak sebagai suatu protes terhadap kesengsaraan yang nyata itu. Agama adalah keluh kesah mahkluk tertindas jiwa dari suatu dunia yang tidak berkalbu, seperti halnya ia merupakan roh dari suatu kebudayaan yang mengenal roh. Agama adalah candu bagi rakyat”.<br />
<br />
Dengan demikian pada akhirnya agama tidak lebih dari ilusi-ilusi sehingga menurut Marx :<br />
<br />
”Penghapusan agama sebagai suatu kebahagiaan palsu bagi rakyat adalah kebahagiaan nyata bagi rakyat, itulah tuntutan-tuntutan palsu untuk menolak suatu keadaan yang membutuhkan ilusi-ilusi. Maka kritik agama pada dasarnya adalah kritik terhadap lembah air mata yang mahkotanya adalah agama”<br />
<br />
Menurut Michael Lowy ungkapan Marx diatas lebih menyimpan nuansa ketimbang benar-benar percaya. Analisis itu bersifat dialektis karena menyatakan watak penuh saling pertentangan dari gejala keagamaan, pada saat tertentu menjadi kekuatan penentang melawan kemapanan itu. Jadi sesungguhnya Marx tetap mempertimbangkan watak ganda dari agama.<br />
<br />
Lalu bagaimana dengan Islam? Mansour Faqih mempetakan gerakan Islam dalam respon fenomena sosial yang berkembang dengan empat paradigma, yakni paradigma tradisionalis, modernis, revivalist dan transformatif.<br />
<br />
Pertama, paradigma tradisionalis percaya bahwa permasalahan kemiskinan ummat pada hakekatnya ketentuan dan rencana Tuhan. Masalah kemiskinan dan marginalisasi difahami sebagai ”ujian” atas keimanan. Akar teologis paradigma ini bersandar pada konsep sunni (aliran Asy’ariyah), mengenai predeterminism (takdir), yakni ketentuan dan rencana Tuhan jauh sebelum diciptakannya alam. Meskipun manusia didorong untuk berusaha, akhirnya tuhan yang mutlak menentukan.<br />
<br />
Kedua, paradigma modernis atau Islam liberal. Mareka menangkap bahwa masalah yang dihadapi kaum miskin pada dasarnya berakar pada persoalan ”karena ada yang salah dalam sikap mental, budaya, ataupun teologi yang mereka pegangi”. Asumsi dasar mereka adalah bahwa keterbelakang umat Islam karena mereka melakukan sakralisasi terhadap semua aspek kehidupan, maka diperlukan agenda sekularisasi agama. Jadi yang salah adalah si korban sendiri, tanpa melihat faktor lain (struktur sosial).<br />
<br />
Ketiga, paradigma revivalist atau fundamentalis, mereka meyakini bahwa faktor penyebab keterbelakangan ummat dikerenakan ummat memakai ideologi atau ”isme” yang lain sebagai pijakan dasar ketimbang menggunakan Al-Qur’an. Keempat, paradigma transformatif, adalah fikiran alternatif terhadap ketiga paradigma diatas. Mereka percaya bahwa kemiskinan rakyat, termasuk kaum muslim, disebabkan oleh ketidakadilan sistem dan struktur ekonomi, politik maupun kultur. Sehingga yang niscaya untuk dilakukan transformasi terhadap struktur melalui penciptaan relasi yang fundamental baru dan lebih adil dalam bidang ekonomi, politik dan kultur tanpa hegemoni, refresi diatas penghormatan terhadap hak asasi manusia (human raight).<br />
<br />
Keadilan menjadi prinsip fundamental dari paradigma ini. Fokus kerja mereka adalah mencari akar teologis, metodologi dan aksi yang memungkinkan terjadinya transformasi sosial. Pemihakan terhadap kaum miskin dan tertindas ( proletar – musatdha’afin ) tidak hanya diilhami oleh al-Qur’an, tetapi juga hasil analisis kritis terhadap struktur yang ada. Islam bagi mazhab ini harus difahami sebagai agama pembebasan bagi mereka yang tertindas serta mentransformasikan sistem sosial yang eksploitatif menjadi sistem yang adil.<br />
<br />
Dengan demikian tanggungjawab sosial ( social responsibility ) merupakan keniscayaan bagi mereka yang menyatakan diri kaum beriman. Kemiskinan boleh jadi sudah disepakati sebagai masalah sosial, tetapi penyebab dan bagaimana cara mengatasinya bergantung pada ideologi dan paradigma yang dipergunakan, sebagai proyeksi sosial keagamaan kita.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Khulasah</span><br />
Selamat Tinggal Muslim Naif<br />
Selamat Bergabung Muslim Progresif<br />
( Kuntowijoyo )<br />
<br />
”Inilah kata kataku yang terakhir bagi kaum muslim dan rakyat tertindas diseluruh dunia, kalian tidak boleh berpangku tangan, menunggu diberi anugerah kemerdekaan dan kebebasan oleh yang berkuasa di negeri kalian atau oleh kekuasaan asing. Kalian, wahai rakyat tertindas judulnya, wahai negeri muslim, bangun! Ambillah hak kalian dengan gigi dan cakar kalian” (Ayatullah Khomeini)<br />
<br />
Perutnya buncit, tentu saja bukan karena busung lapar, tapi karena tumpukan lemak. Ia sering menyebut diri dan partainya sebagai pembela wong cilik. Istrinya adalah presiden anda sekarang ini, yang berkali-kali mengajak rakyat untuk hidup prihatin dan sederhana. Tetapi betapa memilukan dan memuakkan, ditengah basic need yang makin sulit dijangkau masyarakat kecil, Taufik Kiemas ( suami presiden anda itu ) merayakan ulang tahunnya di pulau dewata Bali, dengan menghabiskan uang sepuluh milyar rupiah.<br />
<br />
Seperti tidak mau kalah orang nomor dua di negeri ini (wapres), yang partainya partai Islam, yang kadang tampil dalam pakaian ulama, memboyong seluruh keluarganya naik haji. ”Saya dan keluarga naik haji dengan uang sendiri” ucapnya. Tetapi ia tidak jujur. Sejumlah pengawal, ajudan, petugas protokoler kenegaraan yang ’terpaksa’ ikutan, biayanya tentu saja menggunakan uang rakyat (Negara).<br />
<br />
Kuntowijoyo pernah menulis cerpen, ”Dilarang Mencintai Bunga-Bunga”. Dalam cerpen tersebut diceritakan tentang adanya orang tua yang berkata, ” kalau nafsu mengalahkan budi, orang tidak akan mendapatkan ketenangan jiwa ”. Barangkali mereka, para penguasa itu tetap saja senyum kemana mana sambil mengumbar janji-janji politik. Subagyo Sastrowardoyo lalu menyindir mereka dalam puisinya :<br />
<br />
Mereka membuat rel dan sepur<br />
Hotel dan kapal terbang<br />
Mereka membuat sekolah dan kator pos<br />
Gereja dan restoran<br />
Tapi tidak buatku<br />
Tidak buatku<br />
<br />
Para penindas itu, kadang bersembunyi dibalik eupemisme agama, seperti yang pernah dikatakan Immanual Kant, ”Agama hanya dalam batasan akal. Sebuah keimanan yang palsu dan hidup subur dalam negeri yang memegang keculasan dengan bendera kebajikan”, kita kemudian harus memahami kenyataan bahwa diantara kita belum ada yang berani berdiri tegak menentang kezaliman di negeri ini dengan jiwa penuh ketulusan. Kita ternyata selalu saja disibukkan untuk membangun ”puzzle” gengsi sosial dan pemenuhan status material yang membawa kita dalam lingkaran pragmatisme.<br />
<br />
Meski demikian saya akan senantiasa meyakini, bahwa ada ( dan bisa jadi sudah ada ) kelompok anak muda yang dengan penuh ketulusan membentuk dirinya sebagai agent perlawanan terhadap rezim despotik – lalim. Dipenghujung tulisan ini, akan kukutipkan seruan uskup Nikaragua dalam melawan kediktatoran Somoza, lewat pernyataannya yang diberi nama ”pesan kepada ummat” :<br />
<br />
”Kita tidak dapat Cuma berdiam diri ketika bagian terbesar negeri menderita dalam keadaan kehidupan yang tidak manusiawi sebagai hasil dari pembagian kekayaan yang tidak adil dari sudut pandang apapun ......... jika kematian dan hilangnya banyak warga negara di kota-kota dan desa-desa tetap menjadi misteri ... ... ... jika hak warga negara untuk memilih penguasa mereka dikelabui permainan politik berbagai pihak ..........”.<br />
<br />
Karena itu :<br />
Demi Indonesia<br />
Demi Kemanusiaan<br />
untuk Para Penindas<br />
Cukup Satu Kata<br />
Lawan!<br />
<br />
Ditulias tatkala Rezim Megawati Memerintah Republik</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-89356452794357791842010-01-04T14:30:00.004+08:002013-09-03T11:21:50.921+08:00Penerbangan Ke Selayar<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMNaBhDbmGXuH913ZqBR4SytPPRJO0jJqHfvqUuYDHFISyBj5QLXRckw6tWjuWig_mlVq1AhqzEB8PqO75T7AHOVfMDXtRmphGvm1f1W2qUl0Y5fdVZetyVlrEyrfuiZ-_5TFas1Hc47M/s1600-h/pesawat+ke+selayar.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5422770228438987730" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMNaBhDbmGXuH913ZqBR4SytPPRJO0jJqHfvqUuYDHFISyBj5QLXRckw6tWjuWig_mlVq1AhqzEB8PqO75T7AHOVfMDXtRmphGvm1f1W2qUl0Y5fdVZetyVlrEyrfuiZ-_5TFas1Hc47M/s200/pesawat+ke+selayar.jpg" style="cursor: pointer; float: left; height: 150px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 200px;" /></a><br />
Sayup-sayup lagu-lagu Iwan Fals terdengar dari PC yang pagi ini saya setel. Saya memang penikmat lagu-lagunya yang kritis, sarat makna itu. Ditemani minuman STMJ yang kubeli kemarin di Kopma UGM. Saya kembali menyuri lorong-lorong maya. Kubaca tribun timur dan fajar. Sebagai anak rantau, tentu saya terus mengikuti perkembangan di kampung. Dan kedua portal online itulah yang bisa menyuguhkan informasi teranyar dari kampung.<br />
<br />
Saya berselancar di portal tribun timur, disamping membaca opini. Juga membaca headline portal itu. Tidak ketinggalan juga menengok pojok PSM. Tim kebanggaan saya. Meski pun orang banyak yang skeptis, apalagi prestasi pasukang raman akhir-akhir ini memang mengalami masalah. Ya, harus dimaknai positif saja, tidak semua tim memiliki prestasi yg linear. Yang penting etos kareso (bekerja keras) senantiasa menancap.<br />
<div class="fullpost">
<br />
<br />
Disalah satu rubrik tribun, saya membaca judul "Merpati Buka Rute Selayar dan Toraja". Saya perhatikan baik-baik berita itu, saya baca pelan-pelan. Memori saya terbang ke suatu masa, ketika itu era 89 atau 90-an. Begitu terisolasinya Kabupaten ini pada tahun-tahun 80-an. Sebelum dermaga penyeberangan di bangun tahun 1984 di pamatata, akses ke Makassar hanya bisa ditempuh lewat laut. Kapal layar atau mesin.<br />
<br />
Selama berpuluh-puluh tahun Selayar dalam keterisolasian. Tahun 1995 menjadi awal bagi terjadinya perubahan yang relatif baik. DPRD Kab. Selayar memilih Drs. H.M. Akib Patta sebagai Bupati bagi kabupaten kepulauan itu. Mantan Ketua HMI Cab. Makassar yang memiliki visi dan keberanian menggebrak pola pikir orang Selayar. Pikirannya sederhana kala itu, tidak mungkin kita berubah kalau kita terisolasi, tidak ada infrastruktur. Tidak mungkin masyarakat bisa menikmati hasil budidaya pertaniannya kalau transportasi ke wilayah-wilayah perkebunan dan pertanian tidak dibuka.<br />
<br />
Atas pikiran itulah, ia memulai proyek-proyek ambisiusnya. Ia berjalan keliling kampung, masuk hutan guna melihat secara langsung kemungkinan proyek tersebut. Ia memulai dengan proyek jalan lingkar di Selayar bagian timur. Sesuatu yang kala itu hampir tidak terpikirkan oleh orang. Tapi ia yakin bahwa ini bisa dilakukan. Kini masyarakat menikmati jalan itu, tidak lagi memikul hasil panen dengan jarak tempuh puluhan kilometer.<br />
<br />
Setelah jalan, ia pun merencanakan pembukaan pelabuhan di pantai timur, perbaikan pelabuhan penyeberangan di Pamatata, perbaikan pelabuhan Benteng dan pembangunan Bandara perintis di Padang. Kota kemudian ia tata, ia panggil ahli geodasi untuk membuat master plan Benteng.<br />
<br />
Alhamdulillah kini semua usaha itu sudah pelan tapi pasti dinikmati banyak orang. Terlepas kemudian beliau tidak happy ending dalam kepemimpinannya. Itu tidak terlepas dari situasi politik dan pengkhianatan orang-orang yang selama ini ia anggap mitra. Terlepas dari kekurangan beliau, kita harus angkat topi dan apresiasi kepada beliau.<br />
<br />
Kembali ke soal Bandara, insya Allah atas inisiatif pak Akib Patta, supervisi pemerintah pusat dan di fasilitasi oleh seorang anggota DPR RI dari dapil I (Ir. Abdul Hadi Djamal, MM) yang kini dikomisi V bandara tersebut terus dibenahi. Saya menyebut namanya karena ia memiliki peran yang signifikan bagi pembangunan infrastruktur, khususnya di Selawesi Selatan.<br />
<br />
Saat ini bandara yang awalnya perintis sudah ditingkatkan statusnya menjadi bandara yang bisa didarati oleh pesawat besar. Merpati salah satu diantaranya, rutenya pun mulai tahun ini dikembangkan yang selama ini hanya melayani Selayar - Makassar. Kini sudah mengcover Bali - Selayar - Makassar, kemudian Lombok - Selayar - Makassar. Terima kasih untuk mereka yang telah berjasa dan memiliki prakarsa.</div>
dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-53593711809152501572010-01-04T14:29:00.001+08:002010-01-04T14:29:57.414+08:00New slabs, New ExpectationsAkhir tahun biasanya ditandai dengan torompet, kembang api, bakar-bakaran atau lainnya. Trotoar ramai oleh penjual. Tak ketinggalan bocak kecil pun meramaikan akhir tahun ini dengan berjualan terompet. Apalagi akhir tahun kali ini banyak liburnya. Sehingga beberapa orang berlibur keluar kota. Ada yang ke Bali, Bandung, Yogyakarta dan beberapa kota lainnya.<br /><br />Saya pun sebenarnya berencana ke Makassar. Tapi dengan berbagai pertimbangan, akhirnya tidak jadi. Malam tahun baru saya lalui seperti biasanya. Karena bagi saya, tidak ada bedanya antara tahun baru dan tahun lama. Yang penting buat saya, bagaimana kita bisa menarik hikmah atau makna dari sebuah proses.<div class="fullpost"><br /><br />Hampir tidak ada catatan menarik di tahun 2008, rakyat tetap saja miskin, tertindas dan dipolitisasi. Pemerintah tetap saja bernafsu untuk melepas tanggungjawabnya di bidang pendidikan.<br /><br />Para elit tetap saja mengumbar keberhasilannya yang semu. Klaim menjijikkan itu misalnya "kami telah berhasil menurunkan harga BBM". Ihh, menggelikan. Kalau mau konsisten, ya ikut standar harga internasional dong. Liberalisasi kok setengah-setengah, yang istiqomah dong.<br /><br />Beberapa kasus-kasus kemiskinan, tenaga kerja, kelangkaan pupuk pun turut dipolitisasi dalam rangka mengeruk untung di pemilu 2009. Begitu juga dengan partai-partai Islam yang sok ingin mengakhiri politik aliran. Turut mengumbar-ngumbar janji dan sok bersih.<br /><br />Termasuk ketua ormas yang satu itu, yang perilakunya seperti ketua partai saja. Sehingga amat susah lagi dibedakan antara statement seorang ketua partai atau ketua ormas modern. Ahhh.... susah benar. Kalau mau jadi presiden atau wakil presiden, minta izinlah, saya kira warga akan dengan senang hati memberi izin untuk maju.<br /><br />Tahun 2009 merupakan tahun panas. Tahun ini sangat menentukan. Sebab tahun 2009 akan dilaksanakan pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden. Sehingga tahun ini akan terjadi tarung yang sengit baik antar caleg atau pun antara calon presiden. Kepada masyarakat, hanya ada satu kata, jika memang tidak ada calon pemimpin yang jujur, cerdas, amanah dan fatanah. Sudahlah lebih baik GOLPUT sajalah. Mungkin itu pilihan yang amat sulit, tapi mesti dilakukan.<br /><br />Sukses buat semuanya.</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-66972691969316372832010-01-04T14:28:00.001+08:002010-05-22T03:06:33.607+08:00Rental dan Industri PolitikPasca 1998 terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam demokrasi politik nasional. Pemilihan presiden yang dilaksanakan secara langsung. Terbukanya ruang yang begitu bebas dibandingkan rezim orde baru. Ekspresi individual begitu diberikan ruang yang sangat lebar. Desentralisasi pemerintahan dari pusat ke daerah.<br />
<br />
Seiring dengan desentralisasi pemerintahan. Pasca 1998, juga telah dilaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung yang dimulai sejak tahun 2005. Situasi ini begitu gegap gempita, hampir disetiap waktu dilaksanakan Pilkada dengan biaya yang sangat besar.<div class="fullpost"><br />
<br />
Dalam konteks ini, saya kira kita perlu merefleksikan kembali beberapa kenyataan-kenyataan dan tragedi politik yang amat memilukan. Dalam kasus pilkada ini nampak bagaimana politik menjadi sebuah industri yang menggiurkan. Cobalah tengok defenisi sederhana dari industri. Wikipedia menyebut bahwa industri secara umum adalah kelompok bisnis tertentu yang memiliki teknik dan metode yang sama dalam menghasilkan laba.<br />
<br />
Sementara bisnis sendiri memiliki pengertian suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Sedangkan laba ialah peningkatan kekayaan seorang investor sebagai hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan penanaman modal tersebut.<br />
<br />
Dalam konteks pilkada dan pilpres di Indonesia, politik telah tumbuh menjadi sebuah industri. Lihatlah bagaimana pendekatan-pendekatan yang dilakukan seorang calon presiden atau kepala daerah tak ubahnya sebuah proses bisnis. Disana ada suply and demand. Ada tawar menawar, ada promosi, iklan dan lain sebagainya.<br />
<br />
Jika dicermati dalam situasi seperti ini, maka janganlah heran jika banyak sekali terjadi kolusi, manipulasi dan praktek-praktek korupsi di Indonesia. Karena cost politik yang demikian melangit.<br />
<br />
Partai politik di Indonesia tak ubahnya mobil rentalan. Disana terjadi negosiasi harga dan konsesi-konsesi lainnya. Kalau mereka pas, seorang calon kepala daerah bisa menumpangi partai X dalam proses pencalonannya. Betapa hancurnya sistem politik kita, jika model-model seperti ini terus berlanjut. Padahal politik itu kan bagaimana merebut kekuasaan dan mengelola kekuasaan untuk kepentingan publik melalui proses regulasi yang berpihak kepada masyarakat yang lebih luas. Indah sekali kan teorinya!<br />
<br />
Sebagai sebuah industri, maka tujuan akhir dari sebuah proses bisnis adalah laba. Lihatlah para elit-elit politik kita. Semakin kaya raya. Akibat akumulasi kapital yang beredar di kalangan politisi. Sementara rakyat kecil yang banting tulan dan keringat tetap melarat, miskin dan tertindas. Mereka para elit politik apalagi yang sudah duduk di lembaga legislatif, amat sederhana untuk mendapatkan uang, cukup mengunjungi proyek-proyek pemerintah dengan dalih pengawasan. Maka mereka akan mendapat service dari kontraktor, oleh-oleh baik itu amplop atau lainnya. Sebab kalau tidak, bisa diobrak-abrik dan dibahas di dewan.<br />
<br />
Sungguh ironis negeriku. Ditambah krisis ekonomi dan lapangan kerja yang semakin tertutup, maka tahun 2009 ini merupakan arena adu nasib bagi banyak orang. Jangan heran jika dari 44 partai politik peserta pemilu, mereka tak kekurangan sama sekali calon anggota legislatif, sebab ini bagian dari pekerjaan.<br />
<br />
Lalu apa yang kita bisa harap dari situasi seperti itu. Kalau AA Gym menawarkan mulailah dari diri sendiri. Mungkin AA Gym ada benarnya, tapi harus ada gerakan masyarakat sipil yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga keagamaan dan LSM untuk memberikan pendidikan politik dan kesadaran warga tentang hakekat politik dan perjuangan struktural. Mengubah paradigma berfikir dalam rangka mentransformasikan Indonesia yang lebih baik, Wa Allahu A'lam.</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-53213179330060289602010-01-04T14:26:00.001+08:002010-01-04T14:28:03.213+08:00SoroakoBip ... Bip ... sebuah pesan singkat mendarat di ponselku. "Pukul 20.00 kita berangkat ke Makassar, tunggu di depan Litbang" Begitu bunyi pesan dari mas Bah. Sebenarnya agak berat bagiku berangkat malam itu. Kondisi tubuh yang belum normal, masih sering demam dan menggigil. Tapi karena kemarinnya saya ditelepon langsung oleh Pak Said, perihal keberangkatan ini, maka kukuatkan saja.<br /><br />Hari itu sudah jelas, bahwa saya tidak sedang DB, tetapi cacar. Bintil-bintil merah yang mulai tumbuh. Bak kecambah hampir diseluruh bagian tubuhku. Wajah yang halus pun tak ketinggalan ditumbuhi oleh penyakit cacar ini. Badanku seperti tanah subur yang kaya dengan bahan organik, bagi pertumbuhan si cacar nakal ini. Ah ... sebuah cobaan, batinku dalam hati.<div class="fullpost"><br /><br />Sekitar pukul 19.00 lewat, sebuah taxi berhenti di depan litbang, saya dipersilahkan naik. Dalam perjalanan saya ngobrol dengan mas Bahtiar perihal sakitku dan keberangkatan kami malam itu. Sudah ku duga dari awal, kami pasti akan berangkat lewat jalur Jakarta, soalnya Yogyakarta - Makassar hanya dilalui satu penerbangan, Merpati, itu pun pagi hari. Malam itu kami naik maskapai Mandala, dengan jenis pesawat Air Bus, lumayan lebar. Sementara kami agak panik, jangan-jangan kami tertinggal dengan pesawat Jakarta - Makassar yang dijadwal awal itu tertera pukul 22.45, setelah di konfirmasi ulang ternyata pukul 21.45. Wah, telat ini. Di Bandara Adisutjipto pun sempat molor pesawatnya beberapa menit.<br /><br />Tapi alhamdulillah bisa tiba di Soekarno-Hatta dan pesawat ke Makassar belum berangkat. Saya dan mas Bah belari-lari kecil menuju pintu keluar. Disana sudah menunggu pak Syafii. Kami dijemput dengan mobil dan menuju terminal pemberangkatan. Tepat pukul 22.50 menit, kami dipersilakan naik pesawat. Alhamdulillah perjalanan cukup baik hingga sampai di Makassar. Ini penerbangan malam yang kedua yang pernah saya lewatkan. Setelah sebelumnya pernah dari Surabaya - Makassar.<br /><br />Kami tiba di Makassar, kira-kira pukul 01.50 lewat, dari Hasanuddin, kami diantar taxi ke Banua Hotel, di jalan Haji Bau, dekat rumah pak JK. Disanalah kami nginap. Pagi-pagi saya sudah bangun, saya sungguh tidak menikmati tidurku malam itu, AC yang kencang, sampai-sampai saya harus pake jaket, sarung dan selimut karena kedinginan. Bangun, saya lihat jam di ponsel, menunjukkan pukul 05, bearti jam makassar masih pukul 04 dinihari. Saya menunggu sejenak untuk sholat subuh, bikin teh panas dan melanjutkan tidur lagi. Kira-kira pukul 08.00 saya mandi, Syukurlah, karena di hotel jadi ada air panas, ini mungkin baik buat sakit cacar yang saya alami.<br /><br />Sekitar jam 09.00 seorang ibu, wartawan RII menjemput kami. Dia adalah temannya pak Husni Yunus, Sekretaris MPM PWM Sulsel. Kami diantar dengan mobilnya ke Bandara. Di bandara kami ngemil sambil menunggu shift duduk penerbangan Makassar - Soroako. Jaraknya kira - kira 45 menit kalau naik pesawat, seperti Jakarta - Jogjakarta. Pukul 11.00 lewat sudah ada pemberitahuan bahwa shift penuh, dan kami terpaksa naik mobil ke Soroako. Akhirnya manajemen PT. INCO mencarikan kami mobil tumpangan ke Soroako siang itu.<br /><br />Sungguh perjalanan yang sangat melelahkan. Saya sendiri, walau pun orang Makassar belum pernah ke Soroako. Saya peling jauh, cuman sampai di Malili, ibu kota Kab. Luwu Timur. Perjalanan melewati Maros, Pangkep, Barru, Parepare, Wajo, Luwu, Kota Palopo, Luwu Utara dan (Malili) Luwu Timur dari Malili jaraknya masih 60 km ke arah Soroako.<br /><br />Di Soroako kami dua hari, memfasilitasi pelatihan bagi petani di desa-desa sekitar kawasan PT. INCO. Sungguh suatu pengalaman yang menakjubbkan bersama dengan mereka. 23/12/08<br /></div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4648007261453340173.post-64417102556145335232010-01-04T14:25:00.000+08:002010-01-04T14:26:45.880+08:00Cacar AirMungkin ini teguran buat saya. Tapi biarlah, saya memaknai saja dengan segala kekurangan yang ada. Sakit kadangkala membuat orang sadar. Betapa berharganya kesehatan. Boleh jadi Tuhan sangat mencintaiku, sampai-sampai ia menegurku dengan cara seperti ini. Jujur, mungkin saya banyak salah ya rabb. Tapi dengan seperti ini saya bisa merasakan apa yang tidak saya rasakan ketika saya tidak sakit. Saya bisa membaca sepuas-puasnya di kost. Banyak merenung, dll.<br /><br />Sejak jum'at (12/12) badanku terasa panas, menggigil nun dalam ketulan-tulan. Tapi saya tetap mandi seperti biasanya, lalu melaksanakan aktivitas juga sebagaimana hari-hariku. Hari ini aku harus liputan, di kegiatan LPI PP Muhammadiyah, di Kaliurang.<div class="fullpost"><br /><br />Dikaliurang saya sampai sabtu siang, kira-kira jam 15-an saya balik ke kota dengan kang Hilman Latif - Calon Doktor dari Universitas Laiden - menyusuri jalan kaliurang yang dingin itu. Sorenya sampai di Ahmad Dahlan, disana telah berkumpul abang-abang becak yang selama ini saya dampingi. Saya berembug dengan mereka, menentukan waktu untuk kembali bertemu membahas isu-isu penting terkait dengan mereka.<br /><br />Malamnya suhu badanku mulai turun, mungkin karena saya minum tablet Kina. Malam itu saya cepat tidur untuk istirahat. Besok paginya, Ahad, (14/12) saya mencoba broswing di internet, jangan-jangan saya kena Demam Berdarah. Sebab beberapa ciri-ciri penyakit itu pas dengan apa yang saya rasakan; demam, menggigil, mual, timbul bercak merah, dll. Saya sangat khawatir, jangan-jangan saya tidak bisa berangkat ke Soroako, Selasa, (16/12) untuk pelatihan petani disana.<br /><br />Berbagai hal berkecamuk dalam pikiranku, ahh. Si Andiks mengajakku ke PKU, tapi saya urung berangkat, kujelaskan bahwa saya tak punya uang ni untuk bayar. Sore hari karena tak tahan lagi dengan mual-mual, nggak bisa makan, aku pun diajak mas Bambang ke RS - thanks Mas - saya diperiksa oleh dokter. Diukur suhunya, normal. Ditensi, juga normal. Aku pun disarankan untuk tes darah, ok bu dokter. Tidak beberapa lama kemudian hasil analisa laboratorium disampaikan kesaya untuk dibawa ke dokter yang menangani. Bu dokter menyampaikan bahwa trombositku juga normal, 198 yang biasanya 200. Sementara kekentalan darah saya juga baik kata dokter. Jadi apa ya ....<br /><br />Saya masih belum mengerti. Tapi pagi harinya, teka-teki tentang penyakit ini terjawab, bintik-bintik merah semakin banyak, mulai dari wajah, lengan, dan badan. Akhirnya saya sadar bahwa saya terkena penyakit cacar. Penyakit anak-anak. Tapi kok bisa ya? Wa Allahu A'lam. [Yogya, 15/12/08]</div>dg situru'http://www.blogger.com/profile/08837590250951518816noreply@blogger.com0